Cari di Blog ini

Translate

Gunakan Ctrl+F untuk mencari kata dalam halaman ini

Senin, 05 April 2010

Menyapa Bangsa Dengan Taman Hati (1)

Oleh : KH. Nuril Arifin (Gus Nuril Arifin)




Ini adalah tulisan (note) ke-1 Gus Nuril Arifin di facebook yang dibuat tanggal 17 Februari 2010. Berikut adalah tulisan lengkapnya yang langsung saya copas tanpa edit.


TANAH SURGA




Negeri ini adalah penggalan tanah surga yang jatuh di katulistiwa.dunia mengakui sebagai Hindia Belanda,atau Indonesia,zaman Majapahit ,patih gajah mada menyebutnya sebagai Jawa Dwipa meliputi indonesia sekarang ini ditambah madagaskar,filiphina,Malaysia,tumasik (singapura) dan Patani (Thailand). Negeri yang memimjam ucapan ki dalang adalah negeri Kuru,Negeri yang gemah ripah loh jinawi,totentrem karto raharjo.Tuwuh kang sarwo tinandur,murah sandang murah pangan.murah kang sarwo tinuku.Rojo koyo mulih ono kandange dewe dewe,tanpo pangon tanpo sontoloyo.

Konon Nuh membuat kapal di tanah jawa.kalau melihat kreteria pohon yang berusia 80 tahun dan tahan terhadap air serta dalam baha enggrisnya adalah teak wood,maka itu merujuk kepada pohon Jati,tetapi di zaman Nuh kapalnya besar sekali,maka kondisi geografis yang pas adalah didaerah Gunung Kidul,disamping kayu jatinya berkwalitas tinggi ,juga memiliki ranah samodera yang langsung ke lautan saomodra. Demikian pula Di Jawa Ini Musa dilahirkan,sehingga dialog yang ada di dalam al qur'an menjelaskan itu.Umat musa sebagian tidak mentaati peribadatan mutlak yang haruys dilakukan pada hari sabat (Sab'a sama dengan seven atau 7) sehingga di sabda menjadi kera.apakah anda pernah melihat kera di daerah Israel atau di Palestina ?,kemudian ketika dialog dengan umatnya Musa, 'Wahai Musa janganlah aku engkau berti makan jawawuds,terus menerus,berilah aku,mentimun,kacang,pisang dan bawang." dialog dalam qur'an ini mencerminkan musa dalam pengembaraannya cukup lama tinggal di belantara jawa.Karena edi esrael atau di palestina tidak ada tetumbuhan,apalagi belantara.
Oleh sebab itu Apapun persoalan yang sekarang melingkupi negeri ini,tetap saja tidak mengurangi keajaibannya.Allah menurunkan ladang subur ini bagi kecambah berbagai agama.Mereka muncul dengan keaneka ragaman agama,yang dapat hidup bersama.Tidak ada satupun negara yang memberi kesempatan agama agama untuk tumbuh dan berkembang seperti indonesia.Islam,Kristen Katholik,bahkan Hindu dan Budha,juga Kong Hu cu,diberikan kesemapatn yang sama .Setiap tahun masing masing pemeluknya boleh memperingati hari besar agamanya.Bahkan dijadikan hari besar nasional.
Kristen dan Kathoilik di jerman boleh saring berseteru dan saling menisbikan,tetapi di Indonesia mereka berdampingan ,demikian pula Hindu dan Budha di negeri asalnya India,mereka bagaikan musuh bebuyutan,tetap di tanah Jawa ini mereka berdampingan bahkan sempat terjadi sinkretis hindu budha.Demikian pula Kong Hu cu,dan Islam itu sendiri.
Islam yang datang belakangan,setelah kejayaan Hindu dan Budha di tanah Jawa,sekitar tahun 1400 s/d 1600 M ,dapat diterima dengan baik,dan oleh penguasa Brawijaya diberikan kesempatan bahkan diberi tanah Giri kedaton,Ampel Dento dan Glagah wangi.
Penguasa Majapahit,Brawijaya IV memberikan tanah di Surabaya jawa Timur untuk Raden Rahmad,Sunan Ampel yang datang dari tanah Patanio (Thailand)kemudian berkembang menjadi pesantren dan cikal bakal kerajaan.Kemudian di tanah Gresik Jawa Timur,diberikan kepada Putra Syeik Maulanda Iskhaq,yaitu joko Samodra,cucu Brawijaya IV.sedangkan glagah wangi diberikan kepada Raden Fatah atau Tan Kim What,yang datang dari tanah Palembang bersama adiknya Tan Kim Seng atau terkenal dengan julukan Syecik Abdul Qodir Min chin.
Beberapa wali itu diutus oleh kekhalifahan Islam di Turki Ottoman,dibawah kendali Khalifah Sulthan Ahmad Stani. Sulthan ahmad Stani sendiri merupakan darah dari garis keturtunan Khu Bilai khan,Cenggis khan dan Gulagu khan.memimpin kekhalifahan Islam selama hampir 600 tahun lebih. Pengiriman ulama ,dari berbagai penjuru dunia itu ke tanah jawa,bukanlah untuk mengislamkan tanah jawa,tetapi untuk menyelamatkan Islam di tanah Jawa.
Maka diutuslah Syeikh Samarkhondi,dari negeri Samarkhan ,kawasan Asia kecil ,yang oleh lidah jawa kemudian disebut sebagai Syeikh Asmoro Kendi,demikian pula Hadratusy syeikh Jamadal Kubro,kemudian Syeikh Maulana Malik Ibrahim dari gujarat,Syeikh ja'far shodiq dari Palestina.Khusus syeikh ja'far shodiq ini kemudian dipanggil pulang oleh Sulthan ahmad II,kemudian kedudukannya digantikan oleh syeikh Subakir dari Iran,ketika meninggal seikh subakir,digantikan oleh muridnya sendiri syeikh ja'far shodiq,putra sunan Ngudung,muridnya Kyai The Liang Sing.nama terakhir ini kemudian lebih di kenal karena di abadikan sebagai nama jalan,kalah terkenal dengan nama muridnya,karena kebetulan mengambil nama yang sama dengan syikh ja'far shodig min filistin.
Kemudian diutus pula dari Malaka,yang kebetulan sedang menimba ilmu di Mesir,Syeikh Abdul Jalil.Wali ini kemudian dikenal di tanah jawa dan daerah keraton,sebagai Syeick lemah Abang.Syeikh Lemah abanglah yang pertama kali mengenalkan perlunya pluralisme,perliunya di aplikasikan ayat Ya Ayuhan nas,inna kholaknakum min dzakari wsal unsa ,waja'alnakum su'uban wa khoba ila li ta'arofu,inna akromakum indallah atqokum.....(" Wahai manusia sesungguhnya aku jadikan kalian dari laki laki dan perempuan,untuk bersuku suku dan berbangsa bangsa,agar saling mengasihi dan mengenal.Di mata Allah semua manusia berderajad sama.yang membedakan adalah tingkat ketaqwaannya)
Syeikh siti jenar merasa gelisah melihat pertarungan dunia yang semkin mengerikan antara Kristen dan Katholik di jerman yang menelan korban 3,4 jt jiwa di pihak Katholik,dan sebaliknya dipihak Kristen,pemikiran nubuatan yang diperoleh oleh Martin Lutter King itu,membawa korban,demikian pula di belahan Timur Bani Ismailiyah,melakukan perang terhadap Syi'ah.kepemimpinan Islam Suni ini tidak memberi ruang gerak bagi Syi'i atau syi'ah,sehingga sebagian lari ke tanah jawa dan di selamatkan oleh Syeikh abdul Jalil,sementara itu Portugal dan spanyol kemudian membentuk tentara Tuhan yang di komandoi oleh Vasco Da Gama.Tentara tuhan inilah yang melakukan pembantaian atas umat Islam yang pulang haji atau masuk ke daerah daerah sembari mencari rempah rempah,dan membajak di samodera lepas.
maka seperti yang di perkirakan oleh Sulthan Ahmad Stani, kekahalifahan Islam yang menguasai duapertiga dunia hancur,oleh bangsa Eropa Kristen dan Katholik serta Yahudi,yang dibantu oleh kelompok boneka yang dikomandoi Abu su'ud,dan gurunya yang dikenal dengan nama Abdul wahab.Kelak kedua tokoh ini di abadikan sebagai nama negara Saudi Arabia,dan Alirannya disebut sebagai Wahabiah.




Maka para wali melihat kejadian yang mengerikan,pembantaian atas nama agama,ditambah pengalaman perang salib yang berlangsung berartus ratus tahun itu,bermusyawarah; munculnya vasco da Gama di barat dan Ismailiyah di Timur,akan berimbas di Jawa Dwipa.inilah yang melahirkan konsep plural pertama kali .sekitar tahun 1647,terjadi dialog. Maka Islam dibumi pengasingan menjadi kecambah ditanah damai. bentuk penyebaran agama menyerab budaya lokal dan menayatu dengannya. Sehingga untuk mendidik kader kader agama pembawa damai para wali memadukan beberapa istilah yang bersandar kepada ke arifan lokal.Misalnya tempat pendidikan bukan disebut madrasah,tetapi disebut Pondok pesantren.Pondok disini bukan istilah arab funduk yang berarti hotel atau In dalam bahasa engris,tetapi diambilkan dari istilah Mandala,tempat bvertapanya orang Hindu,sementara Santri bukanlah bahasa arab,tetapoi dari dialeg hindu berasal dari kata Cantrik,seseorang yang sedang menimba Ilmu.Bahkan gurunya tidak disebut Ustadz,tetapi di panggil Kyai. berasal dari kata Kiya dan I,dalam bahsa cina ,Kiya berarti jalan dan I berarti lurus.maka ketuanya kyai di sebut Sunan atau Wali.Sunan sendiri berasal dari bahasa Hunan.Suhu dan Nan,suhu berarti guru dan Nan berati selatan maka sunan adalah guru dari selatan.
tentu saja pemuka agama Hindu dapat menerima kehadiran Islam karena mampu menyerap kearifan lokal tanpa merusak akar budaya.Bahkan kefasihan bahasa dalam melafatkan kalimat atau penggalan doa dan ayat tidaklah mmenjadi masalah besar,karena bertuimpu kepada inama akmalu biniat.semua itu bergantung niatnya,dan Allah mengatakan Latut Rikuhul absoru wahuwal yud rikul abshoro wahuhal latiful khobir.(Allah itu tahu pandangan pandangan manusia,tetapi Allah tidak mampu ditembus pandangan manusia,dalam kiasan arti harfiahnya Allah mampu amelihat semut hitam yang berjalan di malam gelap di atas batu hitam.)
dengan demikian ketika seseorang murid sunan Kudus,dan Kyai The Liang Sing tidak mampu mengucapkan Bismillahirrohman nirrochim, sudah cukup di ucapkan dengan ucapan besek semeleh. Labaik alhhuma Labaik,sangat susah,ya di ucapkan dengan lama lama baik lama lama baik.Bahkan ajaran dasar sufi yang diperkenalkan para wali itu bi9sa digunakan mainan sehari hari oleh anak anak sembari menunggu malam terang .Padahal itu ajaran tingkat tinggi tentang penguburan diri di dunia kekosongan. Misalnya sluku sluku bathok,bathok'e ela elo,syiromo menyang solo,leh oleh'e payung mutho pak jentit lolo lobah wong mati ora obah .....padahal ini berasal dari bahasa arab,ghusluku ghusluku (membasuh/mencuci) bathok (bathnaka,bathinmu). Bathok'e ela elo (tahinmu dengan la ilaha ila llah,ela elo) Siromo menyang solo (Siruma yahsilu) untuk mencari alat pencuci itu musti menggunakan tawasul atau jembatan emas.....dan seterusnya.
semua ini bertujuan untuk membentengi diri dari gempuran pengaruh ajaran keras yang datang dari barat dan timur.Dan sekarang ini Kristen REadikal dan Katholik Radikal sedang berhadapan dengan Islam Radikal.Maka kalau katholik dan kristen,serta yahudi mengambil personifaikasi george Bush,Islam Radikal dipersonifaikasikan dengan Osama Bin Laden.Maka keduannya saling meng klaim sebagai teroris dan mengklaim sebagai penentang teroris,sekaligus mengklaim pihaknya yang benar dan lawannya yang salah.
berpengaruh ke Indonesia ? pasti.Masuknya radikalisme kristen dan Islam dengan julukannya yang mentereng sebagai agama gama Trans nasional ini bukan saja akan melahirkan disharmoni,agama serupa yang sudah mapan menancapkan kakinya di bumi surga ini.Ajaran ajaran Islam Trans nasional mampu membetot hati umat islam,khsususnya di kalangan abanagan yang berkembang di kampus .Mereka melihat daya tarik ajaran islam trans nasional yang progresif dan strenght serta memiliki konsep manajemen sanagat kemilau,sehingga ada satu partai yang di dukung kelompok ini dalam waktu singkat mampu menjadi partai politik cukup disegani dan cukup besar masanya.Bahkan lebih besar dari PKB dan PAN serta PPP.
kelompok ini lebih menekankan jihad bimakna al kottl.Jihad dalam rangka membunuh.Sehingga buykan hanya anak anak kyai yang di 'culik' dan di cuci otaknya dari Islam soft menjadi Islam Hard,bangunan bangunan tempat pertibadatanpun bisa diambil alih.yang berbhaya adalah Konsep NU yang dengan tegas mengatakan bahwa konsep final berbangsa dan bernegara adalah NKRI harga mati (Muktamar ke 23 di Banjarmasin) sekarang mulai munncul tawaran negara kekhalifahan.dasar Pancasila dalam bernegara dan berbangsa di gantikan dengan dasar agama.Dan Afdholu jihad kalimatun haqin inda sulthonin jair(Jiahad yang paling afdhol adalah mengingatkan pemimpin yang salah) di gantikan dengan membunuh lawan,atau kelompok yang tidak sepaham atau dianggap kafir.Sehingga semaraklah bom dimana mana.
Disisi lain munculnya Kristen dan Khatolik Trans nasional,juga membawa pengaruh serupa,secara fisik memang belum begitu tampak tetapi secara IT cukup mendirikan bulu kuduk.Keungullan rekan rekan katholiik dan kristen mampu menampilkan diri dalam perang komunikasi yang neggegirisi.Bahkan gereja gereja konvensional jadi semakin tertinggal,dan jemaatnya melarikan diri ke Kristen trans Nasional. Nasib Islam Konvesnional dan kristen hampir serupa. Hanya bedannya NU mampu membemperi diri dibanding Muhammadiyah.Karena NU ada ajaran ajaran yang tidak disukai mereka yakni Tahlil,dhiba'an,bordah,dan manaqib serta maulud.sementara itu Muhammadiyah tidak memiliki ajaran kultural semacam ini sehingga agak kedodoran.

Selengkapnya....

Kamis, 01 April 2010

Kita dan Amerika Serikat

Bagikan di Facebook

Oleh: KH. Abdurrahman Wahid


Dalam persinggahannya selama beberapa jam di pulau Bali, Presiden A.S George Walter Bush Junior telah "memanggil" Kepala Negara kita dan bertemu dengan sejumlah pemimpin agama. Kedua pertemuan itu terjadi di sebuah resort pantai, mungkin karena ia tidak percaya kepada kemampuan kita untuk melindungi dirinya dari tindakan terorisme, yang dapat saja terjadi di pulau Dewata itu. Sebuah kontradiksi yang terasa aneh: Kalau ia tidak merasa aman di sini, mengapa ia singgah kemari? Berarti kunjungan itu bersifat terpaksa, dengan pertimbangan kalau tidak singgah di sini akan merasa lebih aneh, karena Indonesia adalah Negara besar dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa. Walau kunjungan yang serba "terpaksa" itu, dilakukan karena pertimbangan Bush yang serba geopolitis. Tetapi sama sekali tidak menimbulkan rasa hormat kita, karena tampak jelas di dalamnya, bagaimana negara adikuasa itu mempertahankan kepentingannya dengan menginjak-injak perasaan orang lain.


Seolah-olah kita adalah bangsa jajahan negara itu, yang "terpaksa" disinggahi agar tidak terlepas dari status jajahan tersebut.. Bush "melupakan" perkembangan politik di Indonesia dan hanya merasa penting adanya "pebenaran sikapnya" dalam masalah terorisme yang sampai hari ini masih terjadi di beberapa tempat. Namun ia tidak mempersoalkan sebab-sebab dan asal-usul hal-hal terorisme itu. Pertanyaan besar muncul dari pernyataan Panglima TNI dan Kasad baru-baru ini, bahwa alat negara itu tidak akan mundur dari sikap menyelesaikan kejadian di Poso. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan: siapa yang mereka maksudkan, atau lebih tepat lagi, apakah peledakan bom di daerah Poso itu "dibuat" oleh orang luar? Luar kawasan itukah, jadi masih di dalam negeri ataukah luar negeri?



Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang mau tidak mau lalu memunculkan sikap serba heran dalam diri kita, yang tidak "terlerai" oleh kunjungan Bush tersebut. Jika diingat sikap A.S seolah-olah kita ini adalah negara jajahannya, seperti terlihat dari kasus F-18 Hornet dan latihan Angkatan Laut A.S di kawasan sebelah barat pulau Natuna (perairan propinsi Riau), maka seperti apa yang dikatakan Prof. DR. Syafii Ma'arif (Ketua Umum PP Muhammadiyah) di muka layar televisi, bahwa kita ini bagai tidak memiliki kedaulatan lagi atas negeri kita. Lengkaplah sudah kesan bahwa kita adalah negeri jajahan. Pertanyaannya adalah siapakah yang menjajah kita? Sebagai orang berpikir, penulis merasakan benar adanya deretan pertanyaan cukup seperti itu di kalangan bangsa kita. Seperti mereka juga, penulis mendambakan jawaban-jawaban yang jujur dan terbuka sehingga kita tahu jelas bagaimana situasi kita sendiri sebagai bangsa dan negara pada saat ini. Masihkah kita benar-benar merdeka dan berdaulat? Kalau kita memang dijajah orang lain, tentu kita harus melawan dengan cara-cara kita sendiri, karena prinsip ini adalah bagian dari kesadaran kita yang menerima warisan kemerdekaan politik dari para pejuang di masa lampau yang telah mengorbankan puluhan ribu jiwa untuk mencapai kemerdekaan politik. Kita masih teringat akan Bung Karno dan Bung Hatta yang dibuang Belanda, tentara kita yang bergerilya dan rakyat kebanyakan yang melindungi mereka ketika bergerilya melawan para penjajah. Kita tidak boleh melupakan itu, bahwa ratusan tahun lamanya kita menentang penjajahan di negeri ini. Kita juga menyadari, bahwa kedaulatan Negara kita yang timbul dari "kemerdekaan politik" itu belum mencerminkan kenyataan, karena di bidang-bidang lain seperti ekonomi, kebudayaan dan pendidikan, kita masih terjajah. Di bidang ekonomi kita masih "terjajah" oleh jaringan usaha yang selalu menekan kita, agar hanya menjual barang-barang mentah di pasaran dunia, sambil membuka pasaran dalam negeri kita untuk barang-barang impor dari sejumlah pengusaha di negeri lain.


Namun tentu saja, kita tidak ingin meninggalkan ketiga prinsip berikut dalam usaha kita: berada dalam lingkup perdagangan internasional yang bebas, kompetisi tanpa hambatan bagi perusahaan-perusahaan kita sendiri, dan penggunaan efisiensi yang rasional dalam usaha kita. Tetapi dengan perlindungan yang penuh atas kepentingan-kepentingan bangsa kita sendiri. Dengan demikian kita akan menjadi bangsa yang besar jika mampu menggabungkan berbagai macam kepentingan dalam negeri dan luar negeri sebagaimana seharusnya, dan itu hanya dapat dicapai manakala kita tetap menjadi satu bangsa dan negara. Karenanya, kedaulatan kita atas diri sendiri dan atas wilayah haruslah dijaga sekuat mungkin. Hanya dengan cara demikian kita dapat mempertahankan hak hidup sebagai bangsa dan negara dalam pergaulan internasional yang penuh dengan pertentangan kepentingan antar negara dan antar bangsa.



Tulisan ini dibuat ketika penulis berada di Gorontalo. Karena itu, penulis dalam pembicaraan denga seorang tokoh daerah itu diingatkan akan Nani Wartabone, seorang pahlawan perintis kemerdekaan yang menjelang masuknya Jepang ke negeri kita. Telah menangkap orang-orang Belanda dan memproklamirkan kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda. Demikian pula, ketika PERMESTA memberontak, karena ketidakmampuan pemerintah pusat "menampung" berbagai aspirasi masyarakat Sulawesi bagian utara, namun Nani Wartabone tetap membela kesatuan bangsa dan keutuhan negara, dengan membela pemerintah pusat. Semestinya ia memperoleh gelar pahlawan nasional untuk jasa-jasanya kepada bangsa dan negara itu. Tetapi entah hingga tulisan ini dibuat, gelar yang diperolehnya hanya berhenti pada Perintis Kemerdekaan.


Karena pandangan-pandangannya yang serba "nasionalistik", penulis sering dianggap menentang kepentingan Amerika Serikat. Tetapi ini tidak benar, karena bagaimanapun juga penulis mementingkan terpenuhinya kepentingan berbagai negara dan bangsa Indonesia dalam pergaulan internasional. Karenanya ia menolak campur tangan siapapun dalam masalah-masalah yang bersangkutan dengan kedaulatan Indonesia. Ini adalah harga mati yang harus kita bayar, kalau perlu dengan jiwa raga kita. Sikap di luar itu, dalam pandangan penulis, adalah penghinaan terhadap cita-cita bangsa dan negara kita. Selebihnya, kita harus mampu bergaul baik dengan siapapun dan sanggup hidup damai dengan pihak manapun. Kalau ada masalah yang dihadapi dengan Negara dan bangsa lain, haruslah diselesaikan dengan jalan perundingan, kalau semua jalan menjadi buntu tentulah melalui Mahkamah Internasional. Memang mudah dikatakan, namun sulit dilaksanakan, bukan?


Gorontalo, 27 Oktober 2003

Sumber : pratikno.ananto@gmail.com

Jika tulisan ini bermanfaat bisa dibagikan di Facebook dengan cara klik tombol di bawah ini :
Bagikan di Facebook

Selengkapnya....