Cari di Blog ini

Translate

Gunakan Ctrl+F untuk mencari kata dalam halaman ini

Selasa, 23 November 2010

Solusi NeoBux Bagi Pengguna Koneksi Internet Dial-up (Smart, Starone, dsb)


NeoBux, satu-satunya PTC yang saya ikuti dan merupakan PTC terbesar dan terpercaya dengan jumlah member terbanyak di dunia. Karena banyaknya jumlah member itulah maka bagi pengguna koneksi internet dial-up kadang tidak bisa melakukan klik iklan

Perlu diketahui, bahwa pengguna koneksi dial-up internet kebanyakan mendapatkan IP private, yang berganti-ganti nomor IP setiap koneksi dilakukan. Sebagai contoh adalah Smart, setiap saya melakukan dial up koneksi dengan smart maka saya mendapatkan nomor IP 202.70.58.142 (saya cek menggunakan http://checkmyip.com).

Kemudian saya login ke NeoBux, dan terlihat bahwa ada 4 iklan yang siap untuk diklik. Setelah diklik ternyata muncul informasi bahwa iklan tersebut telah di-klik oleh pengguna NeoBux lain dengan nomor IP yang sama. Berarti dalam hal ini ada member NeoBux lain yang lebih dulu melakukan klik iklan menggunakan koneksi smart dan dia mendapat nomor IP 202.70.58.142

Kita ketahui bahwa peraturan NeoBux adalah 1 nomor IP hanya boleh digunakan untuk melakukan klik iklan selama 24 jam.

Lalu bagaimana Solusi NeoBux Bagi Pengguna Koneksi Internet Dial-up (Smart, Starone, dsb)????

Solusinya adalah dengan melakukan disconnect kemudian Connect lagi, dengan demikian kita mendapatkan IP baru, sebagai contoh saya mendapatkan IP 202.70.58.248

Jadi langkahnya adalah sebagai berikut :
  1. Connect
  2. Login Neobux
    Jika muncul iklan yang siap diklik (link menyala), menandakan bahwa hari ini kita belum klik iklan, kita bisa klik iklan itu, jika tidak muncul berarti IP kita sudah dipakai, maka kita langsung aja klik Logout dan menuju ke langkah nomor 4
  3. Klik Iklan
    Jika tidak ada warning bahwa nomor IP sudah dipakai, berarti Sukses, kita berhasil melakukan kerja kita di Neobux, namun jika muncul Warning bahwa nomor IP sudah dipakai maka lanjutkan langkah nomor 4
  4. Logout Neobux
  5. DisConnect
  6. Ulangi Langkah Ke-1 sampai berhasil
Kadang-kadang saya 2 kali sudah sukses, kadang 3 kali baru bisa, bahkan pernah setelah 6 kali baru bisa, maklum PTC terbesar gitu loh... :))

Demikian sharing saya, Never Give Up :))

Selengkapnya....

Rabu, 03 November 2010

Bayaran Pertama dari LinkStoxx.com


Pada tanggal 29 Oktober 2010 saya menerima pembayaran pertama dari linkstoxx, situs jejaring sosial berbahasa Prancis yang membayar membernya dengan mata uang Euro secara otomatis setiap bulan (setiap tanggal 29) melalui rekening Paypal kita.

Berikut adalah bukti pembayaran pertama dari linkstoxx (klik pada gambar untuk memperbesar) :


Penghasilan kita di linkstoxx ditentukan oleh point dan point itu yang dikonversi menjadi mata uang Euro. Point yang kita dapatkan berasal dari login harian, menambah teman, klik iklan dan sebagainya. Point kita akan terus bertambah apabila kita aktif login harian, menambah teman, klik iklan, dsb (klik iklan dan login harian merupakan point terbesar).

Lalu kenapa point kita terus bertambah tapi nilai uang Euro-nya kadang naik kadang turun ??

Berdasarkan info dari teman2 di forum www.indohyip.com :

Originally Posted by niciro :
nyari duit disini susah, balance ane dihari pertama dah lumayan, tapi beberapa hari berikutnya malah turun,,, anehkan... sebenernya gimana sih perhitungannya..


jadi gini bang niciro..... untuk linkstoxx sendiri sistemnya kaya bagi hasil. yang dinilai poin kita bang... pas awal2 saat bonus linkstoxx gede, hasilnya gede juga buat dibagi pada tiap member. lah pas lagi sepi ya turun lagi bang.. poin nya yg letaknya di depan nilai euro kita itu loh bang... kan ada poin sekian k atau sekian ribu k kalo ane pribadi seih yang penting ngebayar dikit-dikit buat isi PP bang......

Sampai disini dulu posting tentang Bayaran Pertama dari LinkStoxx.com, bagi yang berminat silakan KLIK DISINI... oh ya kalau bingung dengan bahasa Prancis gunakan aja Google Translate....

Selengkapnya....

Senin, 20 September 2010

Ternyata imcrew.com adalah Scam


Meskipun sudah lama saya mengetahui kalau imcrew.com adalah scam namun saya baru sempat memposting sekarang.

Pada saat awal kemunculannya dijanjikan mendapat $10 sampai tanggal 1 Agustus 2010. Memasuki tanggal 2 Agustus 2010 terdapat keterangan kalau program gratis $10 diperpanjang hingga 5 Agustus 2010. Memasuki tanggal 6 Agustus 2010 terdapat keterangan kalau program gratis $10 diperpanjang hingga 12 Agustus 2010.

Memasuki tanggal 13 Agustus 2010 terdapat keterangan kalau program gratis $10 diperpanjang hingga 21 Agustus 2010. Akhir agustus Situs imcrew.com hilang. Trus pada saat posting ini ditulis, Situs imcrew.com sudah berganti isinya.

Selengkapnya....

Bukti Pembayaran NeoBux


Pada tanggal 4 Juni 2010 saya menerima pembayaran pertama dari NeoBux, PTC terbesar dan terpercaya dengan jumlah member terbanyak di dunia. Pembayaran pertama ini membuat saya berkesan karena model pembayarannya sangat-sangat instan. Begitu "Request Payments" di-klik, saat itu juga account paypal saya bertambah.

Berikut adalah bukti pembayaran dari NeoBux yang masuk ke akun PayPal saya (klik pada gambar untuk memperbesar):


Saat ini satu-satunya PTC yang saya ikuti adalah NeoBux. Dulunya sih ikut banyak tapi capek dan kadang2 scam, hanya NeoBux-lah PTC yang benar2 terbukti dan terpercaya di seluruh dunia.

Selengkapnya....

Kamis, 16 September 2010

Iseng2 Siapa Tau Bernasib Baik


Situs komisi gratis dirancang sebagai salah satu sumber penghasilan alternatif bagi masyarakat Indonesia untuk menambah penghasilannya. Untuk bergabung dengan komisigratis.com tidak akan dikenakan biaya apapun (100% Gratis dan Tanpa Resiko). Jadi tidak ada resiko sama sekali bagi anda untuk menjalankan program ini. Karena anda tidak mengeluarkan uang sepeserpun.

Anda hanya perlu mengajak 10 orang untuk bergabung
Dan Sebagai imbalannya komisi gratis memberikan KOMISI sebesar Rp.25,- untuk setiap orang yang anda Rekrut, dan Rp.25,- lagi untuk setiap orang yang direkrut oleh jaringan anda hingga 7 Level Dibawah anda.

Gunakan URL Pribadi anda ( http://www.komisigratis.com/?id=ID_anda ) untuk merekrut, karena sipapun yang mendaftar melalui URL tersebut secara otomatis akan masuk dalam jaringan anda.

Silakan KLIK DISINI atau gambar di bawah ini (100% GRATIS)

Selengkapnya....

Sabtu, 04 September 2010

KH. Abdul Jamil, Buntet


Memadukan Kitab Kuning dan Ilmu Kanuragan Buntet hingga saat ini dikenal sebagai pesantren yang sangat prestisius hingga sekarang, tidak hanya dari segi mutu pendidikan yang disajikan, sebagai pesantren salaf yang mengajarkan berbagai kitab kuning bertaraf babon, tetapi pesantren ini juga memiliki peran-peran sosial politik yang diambil oleh para pemimpinnya. Kualitas pengajian dan kharisma seorang kiai merupakan daya tarik utama dalam system pendidikan pesamtren Salaf. Dan ini tetap dipertahankan dalam system pendidikan pesantren Buntet sebabagi sosok pesantren salaf yang tidak pernah kehilangan pesona dan peran dalam dunia modern.

Tersebutlah saat ini peran sosial politik yang diambil kiai Abdullah Abbas, selalu menjadi rujukan para pemimpin nasional. Tidak hanya karena pengikutnya banyak, tetapi memang nasehat dan pandangannya sangat berisi. Semuanya itu tidak diperoleh begitu saja, melainkan hasil pergumulan panjang, yang penuh pengalaman dan pelajaran, sehingga membuat para tokoh matang dalam kancah perjuangan. Bukan sekadar tokoh yang berperan karena mengandalkan popularitas keluarga atau keturunannya. Semuanya itu tidak terlepas dari peran para pendahulu pesantren Buntet ayah Kiai Abdullah Abbas sendiri yaitu Kiai Abbas, seorang ulama besar yang mampu memadukan kitab kuning dan ilmu kanuragan sekaligus, sebagai sarana perjuangan membela umat.


Latar Belakang Keluarga

Kiai Abas adalah putra sulung KH. Abdul Jamil yang dilahirkan pada hari Jumat 24 Zulhijah 1300 H atau 1879 M di desa Pekalangan, Cirebon. Sedangkan KH. Abdul Jamil adalah putra dari KH. Muta’ad yang tak lain adalah menantu pendiri Pesantren Buntet, yakni Mbah Muqayyim salah seorang mufti di Kesultanan Cirebon. Ia menjadi Mufti pada masa pemerintahan Sultan Khairuddin I, Sultan Kanoman yang mempunyai anak sultan Khairuddin II yang lahir pada tahun 1777. Tetapi Jabatan terhormat itu kemudian ditinggalkan semata-mata karena dorongan dan rasa tanggungjawab terhadap agama dan bangsa. Selain itu juga karena sikap dasar politik Mbah Muqayyim yang non-cooperative terhadap penjajah Belanda - karena penjajah secara politik saat itu sudah “menguasai” kesultanan Cirebon.

Setelah meninggalkan Kesultanan Cirebon, maka didirikanlah lembaga pendidikan pesantren tahun 1750 di Dusun Kedung malang, desa Buntet, Cirebon yang petilasannya dapat dilihat sampai sekarang berupa pemakaman para santrinya. Untuk menmghindari desakan penjajah Belanda, ia selalu berpindah-pindah. Sebelum berada di Blok Buntet, (desa Martapada Kulon) seperti sekarang ini, ia berada di sebuah daerah yang disebut Gajah Ngambung. Disebut begitu, konon, karena Mbah Muqayyim dikhabarkan mempunyai gajah putih.

Setelah itu juga masih terus berpindah tempat ke Persawahan Lemah Agung (masih daerah Cirebon), lantas ke daerah yang diebut Tuk Karangsuwung. Bahkan, lantara begitu gencarnya desakan penjajah Belanda (karena sikap politik yang non-cooperative), Mbah Muqayyim sampai “hijrah” ke daerah Beji, Pemalang, Jawa Tengah, sebelum kembali ke daerah Buntet, Cirebon. Hal itu dilakukan karena hampir setiap hari tentara penjajah Belanda setiap hari melakukan patroli ke daerah pesantren. Sehingga suasana pesantren, mencekam, tapi para santri tetap giat belajar sambil terus begerilya, bila malam hari tiba.

Semuanya itu dijalani dengan tabah dan penuh harapan, sebab Mbah Qoyyim selalu mendampingi mereka. Sementara bimbingan Mbah Qoyyim selalu meraka harapkan sebab kiai itu dikenal sebagai tokoh yang ahli tirakat (riyadlah) untuk kewaspadaan dan keselamatan bersama. Ia pernah berpuasa tanpa putus selama 12 tahun. Mbah Muqayyim membagi niat puasanya yang dua belas tahun itu dalam empat bagian. Tiga tahun pertama, ditunjukan untuk keselamatan Buntet Pesantren. Tiga tahun kedua untuk keselamatan anak cucuknya. Tiga tahun yang ketiga untuk para santri dan pengikutnya yang setia. Sedang tiga tahun yang keempat untuk keselamatan dirinya. Saat itu Mbah Muqayyimlah peletak awal Pesantren Buntet, sudah berpikir besar untuk keselamatan umat Islam dan bangsa. Karena itu pesantren rintisannya hingga saat ini masih mewarisi semangat tersebut. Sejak zaman pergerakan kemerdekaan, dan ketika para ulama mendirikan Nahdlatul Ulama, pesantren ini menjadi salah satu basis kekuatan NU di Jawa Barat.


Masa Pembentukan

Dengan demikian pada dasarnya Kiai Abbas adalah dari keluarga alim karena itu pertama ia belajar pada ayahnya sendiri. KH. Abdul Jamil. Setelah menguasai dasar-dasar ilmu agama baru pindah ke pesantren Sukanasari, Plered, Cirebon dibawah pimpinan Kiai Nasuha. Setelah itu, masih didaerah Jawa Barat, ia pindah lagi ke sebuah pesantren salaf di daerah Jatisari dibawah pimpinan Kiai Hasan. Baru setelah itu keluar daerah yakni ke sebuah pesantren di Jawa Tengah,tepatnya di kabupaten Tegal yang diasuh oleh Kiai Ubaidah.

Setelah berbagai ilmu keagamaan dikuasai, maka selanjutnya ia pindah ke pesantren yang sangat kondang di Jawa Timur, yakni Pesantren Tebuireng, Jombang di bawah asuhan Hadratusyekh Hasyim Asy’ari, tokoh kharismatik yang kemudian menjadi pendiri NU. Pesantren Tebuireng itu menambah kematangan kepribadian Kiai Abbas, sebab di pesantren itu ia bertemu dengan para santri lain dan kiai yang terpandang seperti KH. Abdul Wahab Chasbullah (tokoh dan sekaligus arsitek berdirinya NU) dan KH. Abdul Manaf turut mendirikan pesantren Lirboyo, kediri Jawa Timur.

Walaupun keilmuannya sudah cukup tinggi, namun ia seorang santri yang gigih, karena itu tetap berniat memperdalam keilmuannya dengan belajar ke Mekkah Al-Mukarramah. Beruntunglah ia belajar ke sana, sebab saat itu di sana masih ada ulama Jawa terkenal tempat berguru, yaitu KH. Machfudz Termas (asal Pacitan, Jatim) yang karya-karya (kitab kuning) -nya termasyhur itu. Di Mekkah, ia kembali bersama-sama dengan KH. Bakir Yogyakarta, KH. Abdillah Surabaya dan KH. Wahab Chasbullah Jombang. Sebagai santri yang sudah matang, maka di waktu senggang Kiai Abbas ditugasi untuk mengajar pada para mukminin (orang-orang Indonesia yang tertinggal di Mekkah). Santrinya antara, KH. Cholil Balerante, Palimanan, KH. Sulaiman Babakan, Ciwaringin dan santri-santri lainnya.


Memimpin Pesantren Buntet

Dengan bermodal ilmu pengetahuan yang diperoleh dari berbagai pesantren di Jawa, kemudian dipermatang lagi dengan keilmuan yang dipelajari dari Mekah, serta upayanaya mengikuti perkembangan pemikiran Islam yang terjadi di Timur Tengah pada umumnya, maka mulailah Kiai Abbas memegang tampuk pimpinan Pesantren Buntet Waruisan dari nenek moyangnya itu dengan penuh kesungguhan. Dengan modal keilmuan yang memadai itu membuat daya tarik pesantren Buntet semakin tinggi.
Sebagai seorang Kiai muda yang energik ia mengajarkan berbagai khazanah kitab kuning, namun tidak lupa memperkaya dengan ilmu keislaman modern yang mulai berkembang saat itu. Maka kitab-karya ulama Mesir seperti tafsir Tontowi Jauhari yang banyak mengupas masalah ilmu pengetahuan itu mulai diperkenalkan pada para santri. Demikian juga tafsir Fahrurrozi yang bernuansa filosofis itu juga diajarkan. Dengan adanya pengetahuan yang luas itu pengajaran ushul fikih mencapai kemajuan yang sangat pesat, sehingga pemikiran fikih para alumni Buntet sejak dulu sudah sangat maju. Sebagaimana umumnya pesantren fikih memang merupakan kajian yang sangat diprioritaskan, sebab ilmu ini menyangkut kehidupan sehari-hari masyarakat.

Dengan sikapnya itu maka nama Kiai Abbas dikenal keseluruh Jawa, sebagai seorang ulama yang alim dan berpemikiran progresif.Namun demikian ia tetap rendah hati pada para santrinya, misalnya ketika ditanya sesuai yang tidak menguasasi, atau ada santri yang minta diajari kitab yang belum pernah dikajianya ulang, maka Kiai Abbas terus terang mengatakan pada santrinya bahwa ia belum menguasasi kitab tersebut, sehingga perlu waktu untuk menelaahnya kembali.

Walaupun namanya sudah terkenal diseantero pulau jawa, baik karena kesaktiannya maupun karena kealimannya, tetapi Kiai Abbas tetap hidup sederhana. Di langgar yang beratapkan genteng itu, ada dua kamar dan ruang terbuka cukup lebar dengan hamparan tikar yang terbuat dari pandan. Di ruang terbuka inilah kiai Abbas menerima tamu tak henti-hentinya. Setiap usai shalat Dhuhur atau Ashar, sebuah langgar yang berada di pesantren Buntet, Cirebon itu selalu didesaki para tamu. Mereka berdatangan hampir dari seluruh pelosok daerah. Ada yang datang dari daerah sekitar Jawa Barat, Jawa Tengah bahkan juga ada yang dari Jawa Timur. Mereka bukan santri yang hendak menimba ilmu agama, melainkan inilah masyarakat yang hendak belajar ilmu kesaktian pada sang guru.


Melawan Penjajah Belanda

Walaupun saat itu, Kiai Abbas sudah berumur sekitar 60 tahun, tetapi tubuhnya tetap gagah dan perkasa. Rambutnya yang lurus dan sebagian sudah memutih, selalu di tutupi peci putih yang dilengkapi serban - seperti lazimnya para kiai. Dalam tradisi pesantren, selain dikenal dengan tradisi ilmu kitab kuning, juga dikenal dengan tradisi ilmu kanuragan atau ilmu bela diri, yang keduanya wajib dipelajari. Apalagi dalam menjalankan misi dakwah dan berjuang melawan penjahat dan penjajah. Kehadiran ilmu kanuragan menjadi sebuah keharusan.

Oleh karena itu ketika usianya mulai senja, sementara perjuangan kemerdekaan saat itu sedang menuju puncaknya, makaa pengajaran ilmu kanuragan dirasa lebih mendesak untuk mencapai kemerdekaan.

Maka dengan berat hati terpaksa ia tinggalkan kegiatannya mengajar kitab-kitab kuning pada ribuan santrinya. Sebab yang menangani soal itu sudah diserahkan sepenuhnya pada kedua adik kandungnya, KH. Anas dan KH. Akyas. Sementara Kiai Abbas sendiri, setelah memasuki masa senjanya, lebih banyak memusatkan perhatian pada kegiatan dakwah di Masyarakat dan mengajar ilmu-ilmu kesaktian atau ilmu beladiri, sebagai bekal masyarakat untuk melawan penjajah.Tampaknya ia mewarisi darah perjuangan dari kakeknya yaitu Mbah Qoyyim, yang rela meninggalkan istana Cirebon karena menolak kehadiran Belanda. Dan kini darah perjuangan tersebut sudah merasuk ke cucu-cucunya. Karena itu Kiai Abbas mulai merintas perlawanan, dengan mengajarkan berbagai ilmu kesaktian padsa masyarakat.

Tentu saja yang berguru pada Kiai Abbas bukan orang sembarangan, atau pesilat pemula, melainkan para pendekar yang ingin meningkatkan ilmunya. Maka begitu kedatangan tamu ia sudah bisa mengukur seberapa tinggi kesaktian mereka, karena itu Kiai Abbas menerima tamu tertentu langsung dibawa masuk ke kamar pribadinya. Dalam mkamar mereka langsung dicoba kemampuannya dengan melakukan duel, sehingga membuat suasana gaduh. Baru setelah diuji kemampuannya sang kiai mengijazahi berbagai amalan yang diperlukan, sehingga kesaktian dan kekebalan mereka bertambah.

Dengan gerakan itu maka pusantren Buntet dijadikan sebagai markas pergerakan kaum Republik untuk melawan penjajahan. Mulai saat itu Pesantren Buntet saat itu menjadi basis perjuangan umat Islam melawan penjajah yang tergabung dalam barisan Hizbullah. Sebagaimana Sabilillah, Hizbullah juga merupakan kekuatan yang tanggung dan disegani musuh, kekuata itu diperoleh berkat latihan-latihan berat yang diperoleh dalam pendidikan PETA (Pembela Tanah Air) di Cibarusa semasa penjaajahan Jepang. Organisasi perjuangan umat Islam ini didirikan untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah. Anggotanya terdiri atas kaum tua militan. Organisasi ini di Pesantren Buntet, diketuai Abbas dan adiknya KH. Anas, serta dibantu oleh ulama lain seperti KH. Murtadlo, KH. Soleh dan KH. Mujahid.

Karena itu muncul tokoh Hizbullah di zaman pergerakan Nasional yang berasal dari Cirebon seperti KH. Hasyim Anwar dan KH. Abdullah Abbas putera Kiai Abbas. Ketika melakukan perang gerilya, tentara Hizbullah memusatkan pertahahannya di daerah Legok, kecamatan Cidahu, kabupaten Kuningan, dengan front di perbukitan Cimaneungteung yang terletak didaeah Waled Selatan membentang ke Bukit Cihirup Kecapantan Cipancur, Kuningan. Daerah tesebut terus dipertahankan sampai terjadinya Perundingan Renville yang kemudian Pemerintah RI beserta semua tentaranya hizrah ke Yogyakarta.

Selain mendirikan Hisbullah, pada saat itu di Buntet Pesantren juga dikenal adanya organisasi yang bernama Asybal. Inilah organisasi anak-anak yang berusia di bwah 17 tahun. Organisasi ini sengaja dibentuk oleh para sesepuh Buntet Pesantren sebagai pasukan pengintai atau mata-mata guna mengetahui gerakan musuh sekaligus juga sebagai penghubung dari daerah pertahanan sampai ke daerah front terdepan. Semasa perang kemerdekaan itu, banyak warga Buntet Pesantren yang gugur dalam pertempuran. Diantaranya adalah KH. Mujahid, kiai Akib, Mawardi, Abdul Jalil, Nawawi dan lain-lain.

Basis kekuatan laskar yang dibangun oleh Kiai Abbas itu kemudian menjadi pilar penting bagi tercetusnya revolusi November di surabaya tahun 1946. Peristiwa itu terbukti setelah Kiai Hasyim Asyari mengeluarkan resolusi jihad pada 22 Oktober 1946, Bung Tomo segera datang berkonsultasi pada KH. Hasyim Asy’ari guna minta restu dimulainya perlawanan terhadap tentara Inggris. Tetapi kiai Hasyim menyarankan agar perlawanan rakyat itu jangan dimulai terlebih dahulu - sebelum KH. Abbas, sebagai Laskar andalannya datang ke Surabaya. Memang setelah itu laskar dari pesantren Buntet, di bawah pimpinan KH. Abbas beserta adiknya KH. Anas, mempunyai peran besar dalam perjuangan menentang tentara Inggris yang kemudian dikenal dengan peristiwa 10 november 1945 itu. Atas restu Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, ia terlibat langsung dalam pertempuran Surabaya tersebut. Selanjutnya kiai Abbas juga mengirimkan para pemuda yang tergabung dalam tentara Hizbullah ke berbagai daerah pertahanan untuk melawan penjajah yang hendak menguasai kembali rtepublik ini, seperti ke Jakarta, Bekasi, Cianjur dan lain-lain.

Dialah santri yang mempunyai beberapa kelebihan, baik dalam bidang ilmu bela diri maupun ilmu kedigdayaan. Dan tidak jarang, KH. Abbas diminta bantuan khusus yang berkaitan dengan keahliannya itu.Hubungan Kiai Hasyim dengan Kiai Abbas memang sudah lama terjalin, terlihat ketika pertama kali Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan pesantrean Tebuireng, Kiai sakti dari Cirebon itu banyak memberikan perlindungan, terutama saat diganggu oleh para penjahat setempat, yang merasa terusik oleh kehadiran pesantren Tebuireng. Sekitar tahun 1900, KH. Abbas datang dari Buntet bersama kakak kandungnya, KH.Soleh Zamzam, Benda Kerep, KH.Abdullah Pengurangan dan Kiai Syamsuri Wanatar. Berkat kehadiran mereka itu para penjahat yang dibeking oleh Belanda, penguasa pabrik gula Cukir itu tidak lagi mengganggu pesantren tebuireng, kapok tidak berani mengganggu lagi. Tradisi pessantren antara kanuragan, moralitas dan kitab kuning saling menopang, tanpa salah satunya yantg lain tidak berjalan, karena itu semua merupakan tradisi dalam totalitasnya.


Berjuang Hingga Akhir Hayat

Walaupun revolusi November dimenangkan oleh laskar pesantren dengan penuh gemilang, tetapi hal itu tidak membuat mereka terlena, sebab Belanda dengan kelicikannya akan selalu mencari celah menikam Republik ini. Karena itu Kiai Abbas selalu mengikuti perkembangan politik, baik di lapanagan maupun di meja perundingan. Sementara laskar masih terus disiagakan. Berbagai latihan terus digelar, terutama bagi kalangan muda yang baru masuk kelaskaran. Berbagai daerah juga dibuka simpul kelaskaran yang siap menghadapi kembalinya penjajahan.

Di tengah gigihnya perlawanan rakyat terhadap penjajah, misi diplomasi juga dijalankan, semuanya itu tidak terlepas dari perhatian para ulama. Karena itu bepata kecewanya para pejuang, termasuk para ulama yang memimpin perang itu, ketika sikap para diplomat kita sangat lemah, banyak mengalah pada keinginan Belanda dalam Perjanjian Linggar Jati tahun 1946 itu. Mendengar hail perjanjian itu Kiai Abbas sangat terpukul, merasa perjuangannya dikhianati, akhirnya jatuh sakit, yang kemudian mengakibatkan Kiai yang sangat disegani sebagai pemimpin gerilya itu wafat pada hari Ahad pada waktu subuh, 1 Rabiul Awal 1365 atau 1946 Masehi, kemudian dikuburkan di pemakaman Buntet Pesantren.

Hingga saat ini karakter perjuangan masih terus ditradisikan di Pesantren Buntet, pada masa represi Orde Baru pesantren ini dengan gigihnya mempertahankan independensinya dari tekanan rezim itu. Tetapi semuanya dijalankan dengan penuh keluwesan, sehingga orde baru juga tidak menghadapinya dengan frontal. Akibatnya pada masa ramainya gerakan reformasi pikiran dan pandangan Kiai Abdullah Abbas sangat diperhatikan oleh semua para penggerak reformasi, baik dari kalangan NU maupun komunitas lainnya. Itulah Peran sosial keagamaan pesantren Buntet yang dirintis Mbah Qoyyim dilanjutkan oleh Kiai Abbas, kemudian diteruskan lagi oleh Kiai Abdullah Abbas menjadikan Buntet sebagai Pesantren perjuangan. [Dari berbagai sumber] [pratikno.ananto@gmail.com]

Selengkapnya....

Senin, 23 Agustus 2010

Sepeninggal Hadhrotus Syaikh Romo KH Achmad Asrori Al-Ishaqy ra


Hadhrotus Syaikh Romo KH Achmad Asrori Al-Ishaqy ra, Mursyid Thoriqoh Qodiriyah wan Naqsyabandiyah, Pengasuh Pondok Pesantren As-Salafy Al-Fithrah Kedinding Surabaya, dan juga Pengasuh Jama'ah Al-Khidmah, wafat pada hari Selasa, 26 Sya’ban 1430 H./18 Agustus 2009 pukul 02:20 WIB. Sepeninggal Beliau, telah ditetapkan LIMA PILAR SOKOGURU TUNTUNAN DAN BIMBINGAN HADLRATUS SYAIKH ACHMAD ASRORI AL ISHAQI RA

A. PENGERTIAN

1. Lima Pilar Utama merupakan dan menjadi SOKOGURU, tuntunan dan bimbingan, serta fatwa dan amanat wasiat Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi, RA selaku mursyid - guru thoriqoh, terdiri dari 5 (lima) hal pokok, yang wajib untuk ditaati dan diamalkan oleh setiap dan segenap murid thariqah dan jama’ahnya, dengan mengikut contoh suritauladan beliau.

2. Lima Pilar Utama yang menjadi SOKOGURU tuntunan serta bimbingan Hadlratus Syaikh itu, meliputi dan terdiri dari:
  1. hal yang berkenaan dengan al-Thariqah;
  2. hal yang berkenaan dengan Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah;
  3. hal yang berkenaan dengan Yayasan Al-Khidmah Indonesia;
  4. hal yang berkenaan dengan Perkumpulan Jama’ah Al-Khidmah;
  5. hal yang berkenaan dengan Keluarga Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi RA, yaitu istri serta putra-putri keturunannya.

3. Jamaah Thariqah al-Qadiriyyah Wa al-Naqsyabandiyyah, Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah, Yayasan Al-Khidmah Indonesia, Perkumpulan Jama’ah Al-Khidmah dan Keluarga dihimpun dalam satu wadah bernama LIMA PILAR yang menjadi SOKO GURU penerus ajaran, tuntunan dan bimbingan Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al Ishaqi RA untuk melestarikan perjalanan, lelampahan dan perjuangan Beliau.


B. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud ditetapkannya ke-5 (lima) pilar utama sebagai sokoguru tuntunan dan bimbingan Hadlratus Syaikh adalah untuk dijadikan dasar dan ageman serta pedoman dan landasan yang kuat, bagi dan oleh setiap dan segenap murid thariqah serta jamaahnya di dalam berkhidmah. Tujuan dituangkannya dalam sebuah naskah, untuk dan agar supaya menjadi sebuah kodifikasi dan dokumentasi guna menjamin adanya kepastian dan kemurnian yang abadi dan lestari, memelihara serta menjaga keasliannya, selain dari pada itu menghindari dan mencegah pemalsuan, kepalsuan, penyimpangan atau penyelewengan yang dilakukan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab.


C. POKOK-POKOK PENYUSUNAN NASKAH

Untuk memberikan pengertian dan pemahaman yang jelas dan pasti mengenai Lima Pilar Utama yang menjadi Sokoguru tuntunan dan bimbingan Hadlratus Syaikh maka perlu disusun dan dituangkan dalam suatu naskah yang merupakan sebuah dokumen resmi, secara sistematis sebagai berikut:
  1. Pokok dan Prinsip Dasar Tuntunan dan Bimbingan Thariqah
  2. Pokok dan Prinsip Dasar Pengelolaan Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah
  3. Pokok dan Prinsip Dasar Pengelolaan Yayasan Al-Khidmah Indonesia
  4. Pokok dan Prinsip Dasar Organisasi Perkumpulan Jama’ah Al-Khidmah
  5. Partisipasi dan Wujud Rasa Tanggungjawab Pemangku Keluarga


D. PELAKSANAAN
  1. Ke-Lima Pilar Utama berkewajiban untuk membentuk suatu lembaga atau badan yang disebut Majelis Penentu Kebijakan, yang anggotanya terdiri dari perwakilan/pemangku masing-masing pilar.
  2. Majelis Penentu Kebijakan secara kolektif dan kolegial, berwenang dan berhak serta berkuasa untuk menentukan garis kebijakan kelima pilar, secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
  3. Segala keputusan majelis dinyatakan sah dan dapat diterima atau dibenarkan, apabila disetujui serta disepakati secara aklamasi, oleh-dan melalui musyawarah kelima pilar tersebut dengan ketentuan apabila salah satu dari kelima pilar tersebut, tidak meyetujuinya, maka keputusan tersebut batal demi hukum.
  4. Majelis Penentu Kebijakan dapat memilih dan mengangkat serta menunjuk seorang koordinator, yang akan mengatur mekanisme kerja dan menjalankan kegiatan roda organisasi Majelis.
  5. Semua Pelaksanaan Lima Pilar maupun Majelis, dituangkan didalam bentuk peraturan yang dibuat dan ditentukan oleh Majelis.
Sesi berikutnya adalah uraian masing-masing pilar dari kelima pilar, sesuai dengan jadwal Drs. H. Ainul Huri sebagai Ketua Yayasan Al-Khidmah Indonesia (YAKIN) menguraikan tentang sejarah dan kiprah yayasan. Inilah cuplikannya:
Yayasan Al-Khidmah Indonesia didirikan pada tahun 1995 / 1415 H. YAKIN didirikan sebagai persyaratan untuk mendirikan pendidikan formal, menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan ibadah dan untuk mencari dana keperluan Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah.

Sesuai dengan amanat Hadlratus Syaikh RA, H. Ainul juga menjelaskan bahwa pengurus yayasan tidak diperkenankan menangani pendidikan secara langsung, beliau juga menegaskan bahwa YAKIN sama sekali tidak punya aset. Sejak berdirinya ketua YAKIN dijabat oleh Bpk Drs. Ainul Huri, Sekretaris : Prof. drg. Coen Pramono dan bendaharanya adalah drg. Jusuf Sjamsudin.

Selanjutnya Ust. Musyaffa’ dan Ust. Choirus Sholihin mewakili Pilar Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah menjelaskan tentang kepondokan. Hal-hal yang ditekankan adalah amanat-amanat dari Hadlratus Syaikh yang tidak boleh dirubah sampai kapanpun, diantaranya : Rasio perbandingan pelajaran agama dan umum adalah 70 % : 30 %, pakaian untuk sekolah adalah kopyah putih, sarung dan jubah putih, kegiatan-kegiatan Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah ada tiga. Pertama; kegiatan yang bersifat Syiar. Kedua; wadlifah. Ketiga; pendidikan. Serta hal-hal lain tentang kepondokan.

Pada saat pemaparan tentang Pilar Pemangku Keluarga yang diwakili oleh Bpk. Emil Sanif Tarigan, hujan air mata tak terelakan. Pak Emil, begitu panggilan akrab beliau, mengajak para peserta Rakernas untuk merenung sejenak tentang kepulangan Hadlratus Syaikh RA keharibaan Allah SWT. Pak Emil juga membacakan SMS yang dibuat dan dikirimkan oleh Hadlratus Syaikh pada tanggal 3 mei 2009. SMS itu menggambarkan betapa rasa cinta Beliau kepada murid-muridnya jauh melebihi dari apa yang dilihat, dirasa dan dibayangkan selama ini.

Pada sesi pemaparan Pilar Jamaah Al-Khidmah, H. Hasanuddin SH sebagai Ketua Umum tidak banyak menyampaikan materi. Intinya Bung Has mengajak kepada para pengurus dan anggota Jamaah Al-Khidmah untuk tetap melestarikan program-program Al-Khidmah yang selama ini telah berjalan seperti ketika Hadlratus Syaikh RA belum berpulang.

Ketua Pusat Thariqah Abdur Rosyid, didampingi oleh ustadz senior Al-Fithrah Wahdi Alawy, mendapat giliran terakhir untuk memaparkan tentang kethariqahan. Berikut cuplikannya :

1. Pada pengajian Ahad ke-II tanggal 12 Rajab 1430 H / 5 Juli 2009 Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi RA menyatakan tidak ada orang yang bisa menggantikan beliau sebagai guru mursyid penerus beliau.

Syarat untuk menjadi mursyid:
  1. Mengetahui dan meyakini aqidah Ahli Sunnah Wal Jama’ah dalam bidang Tauhid.
  2. Mengetahui dan mengerti Allah (ma’rifat billah).
  3. Mengetahui hukum-hukum fardhu ‘ain.
  4. Mengetahui dan mengerti adab-adab dalam hati, cara membersihkannya, menyempur¬nakan¬nya, melirik dan melihat terhadap penyakit-penyakit jiwa.
  5. Telah diberi restu dan izin dari gurunya.

2. Imam Khushushi adalah orang-orang yang telah ditunjuk oleh Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi RA untuk menjadi imam Khushushy. Selain memimpin majlis Khushushi di wilayahnya masing-masing, imam khushushi semampu mampunya mengikuti majlis Khushushi di Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah.

3. Hanya murid thariqah yang telah ditunjuk oleh mursyid/guru thariqahnya sajalah yang dapat dan diperbolehkan menjadi dan sebagai imam khushushi untuk/dari jama’ah thariqah yang bersangkutan.

4. Seorang imam Khushushi yang ditunjuk dan telah ditetapkan oleh seorang mursyid/guru thariqah, tidak diberi kekuasaan dan/atau kewenangan sama sekali, dan oleh karenanya, dia tidak diperbolehkan untuk menunjuk dan/atau mengangkat seseorang, atau orang lain sebagai pengganti dirinya dan/atau untuk mewakili dirinya selaku imam khushushy.

5. Organisasi Kepengurusan Thariqah:
  • Tentang organisasi thariqah merujuk kepada buku Pedoman Kepemimpinan dan kepengurusan dalam kegiatan dan Amaliah al-Thariqah dan Al-Khidmah.
  • Hadlratus Syaikh telah menetapkan kepengurusan jamaah terdiri dari kepengurusan Jamaah Thariqah, Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah, Yayasan Al-Khidmah Indonesia dan Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah.
  • Hadlratus Syaikh mewajibkan seluruh murid dan jama’ah untuk tunduk dan taat kepada ketentuan yang telah ditentukan oleh pengurus.
  • Hadlratus Syaikh telah menegaskan dalam majlis sowanan terakhir hari Ahad tanggal 19 Juli 2009 (27 Rajab 1430 H) "...bahwa beliau tidak meridloi orang yang ingkar terhadap kepengurusan dan melarang seluruh murid dan jamaah untuk menghadiri majlis yang diadakan oleh orang tersebut...".

Selengkapnya....

Rabu, 18 Agustus 2010

Download Film Langsung Dari Server



Bagi Anda pecinta Film, maka Situs yang satu ini perlu dijadikan pertimbangan.

Kenapa demikian ?

Karena di situs ini Anda bisa mendownload ribuan film kelas dunia langsung dari servernya (bukan melalui situs penyedia layanan download). Sehingga bisa dipastikan download bisa dipercepat dengan menggunakan software pemercepat download seperti IDM (Internet Download Manager), DAP (Download Accelerator Plus), dan sebagainya.

Semua jenis film ada di sini, di antaranya : action, thriller, horror, drama, family, comedy, cartoon, dan semua jenis film lainnya dapat Anda dapatkan di situs ini.

Berikut adalah fasilitas yang diberikan oleh situs ini kepada para membernya :
  1. Cari DVD Film melalui Arsip yang luas untuk semua film Anda! Member mendapatkan fasilitas Unlimited Movie Downloads tanpa biaya per-Download
  2. Download atau streaming langsung dari server 24 Jam Sehari, 7 Hari Seminggu NonStop! Download film Cepat! Pilih film yang Anda ingin download dan mulai men-download langsung tanpa perantara situs lain
  3. Lihat semua film Anda pada PC atau TV! arsip film terus diperbarui dengan judul-judul film yang baru
  4. Putar film hasil download di komputer Anda, Home Theater atau televisi.
    Disediakan alat untuk membakar film hasil download Anda ke VCD atau DVD sehingga Anda dapat memainkannya pada DVD Player
  5. Koleksi Tutorial besar!
    Pelajari semua yang perlu Anda ketahui agar dapat mendapatkan pengalaman terbaik melihat Film dari PC atau home theater Anda

Jadi, tunggu apa lagi, segera dapatkan layanan hebat dari situs ini.

Selamat menikmati...

Selengkapnya....

Dakwah Itu...

Oleh : Dr. KH. A. Mustofa Bisri


Dalam rangka mereformasi diri, mereformasi keberagamaan saya sebagai muslim -yang akhir-akhir ini dirisaukan oleh berita-berita negatif mengenai beberapa oknum muslim dan lembaga Islam- pada bulan suci Ramadan kemarin saya sempat merenung. Di antaranya tentang dakwah.

Saya membayangkan, seandainya para Wali Sanga (atau Wali Sana) dan dai-dai bijak yang lain tempo dulu tidak berdakwah, atau berdakwah tetapi tidak sesuai dengan tuntunan Quran dan Rasulullah, kira-kira apa saya akan mengenal dan mengikuti jalan Allah serta menikmati ajaran Islam yang mulia seperti sekarang ini? Bahkan, umat Islam di negeri kita apakah akan menjadi mayoritas seperti sekarang ini? Alhamdulillah, para dai pendahulu itu -tidak seperti banyak kalangan Islam sekarang ini- begitu sabar, telaten, dan bijaksana dalam berdakwah, mengikuti tuntunan Quran dan Rasulullah SAW.

Mereka benar-benar berdakwah dalam pengertian yang sebenar-benarnya. Seperti kita ketahui, dakwah adalah mengajak. Mengajak lain dengan memerintah atau apalagi memaksa. Mengajak bernuansa lembut dan membujuk. Kebanyakan calo terminal tidak berhasil mengajak orang naik bus juragannya, karena mereka tidak mengenal makna dan etika mengajak. Sikap mereka lebih menyiratkan pemaksaan ketimbang ajakan.

Dalam kaitan dakwah Islamiah, sasaran dakwah -sebagaimana tersurat dan tersirat dalam Quran (Q. 16: 125 dst)- ialah mereka yang belum tahu atau belum mengambah jalan Allah. Kita tahu bahwa pada zaman Wali Sanga, orang yang belum di jalan Allah jauh lebih banyak daripada sekarang. Bahkan, boleh dikata yang sudah berada di jalan Allah masih langka sekali. Alangkah besarnya jasa dan pahala para pendahulu itu. Saya membayangkan, seandainya para wali itu seperti banyak pengajak Islam masa kini yang tidak sabaran dan suka main gasak dan sikat, pastilah kita yang hidup sekarang ini masih belum mengenal Islam, apalagi Allah. Untunglah, yang ditiru para wali itu bukan tokoh-tokoh dunia yang tertindas dan kaku ati melihat kezaliman pihak lain yang kuat, tetapi konsisten mengikuti jejak Rasulullah SAW yang arif bijaksana.

Sesuai teladan Rasulullah SAW, mereka mengajak ke jalan Allah dengan bijaksana (bil-hikmah), menasihati dengan baik (bil-mauizhatil hasanah). Bila perlu berbantah, mereka melakukan dengan cara yang lebih baik lagi (billatie hiya ahsan). Mengajak bil-hikmah artinya melaksanakan dengan kelembutan dan memperhatikan siapa yang diajak, kemudian menyesuaikan ajakannya dengan kondisi yang diajaknya itu. Mengajak orang yang lebih tua, tentu berbeda dengan mengajak orang yang lebih muda, dan seterusnya. Mengajak juga mesti dengan kasih sayang dan tidak secara kasar.

Bahkan, Allah sendiri ketika mengutus Nabi Musa dan Nabi Harun mendakwahi Firaun -yang tidak hanya kafir, tapi malah mengaku Tuhan- mewanti-wanti, "Waquulaa lahu qaulan layyinan.." (Q. 20: 44) "Berbicaralah kalian berdua kepadanya (Firaun) dengan perkataan yang lemah-lembut" Idealnya, orang yang mengajak orang lain, sebelumnya sudah mengajak dirinya sendiri. Orang yang mengajak naik bus A, sedangkan dia sendiri naik bus B, tentu membingungkan yang diajak. Orang yang mengajak ke agama kasih sayang, tetapi dia sendiri penuh kebencian, tentu saja aneh. (Anehnya, yang bersangkutan sendiri banyak yang justru tidak merasa aneh).

Mengajak bil-mauizhatil hasanah, mengandung arti diri yang mengajak sendiri haruslah sudah dapat melakukan apa yang dinasihatkan kepada orang lain. Bagaimana mungkin mengajak dan menasihati orang agar sabar, misalnya, dengan marah-marah? Bagaimana mengajak dan menasihatkan iman dengan cara-cara Jahiliyah? Bagaimana mengajak dan menasihatkan Islam dengan arogansi dan kebencian? Apabila yang diajak ke jalan Allah membantah, yang mengajak harus lebih baik lagi melayaninya. Perhatikanlah redaksi ayat 125 surah An-Nahl itu. Ketika berfirman tentang mauizhah, Allah menyifatinya dengan hasanah (baik) dan ketika berfirman tentang jidaal (berbantahan, polemik, berdialog, dsb), Allah menyifatinya dengan billatie hiya ahsan (dengan yang lebih baik).

Berbantah atau berdialog atau berpolemik yang lebih baik ialah yang semata-mata karena Allah dan untuk menunjukkan kebenaran, bukan mencari menang atau unjuk kekuatan. Ia juga menuntut kesediaan mendengarkan lawan bicara, tidak apriori. Billatie hiya ahsan juga mengisyaratkan bahwa jalan Allah yang baik, mesti tecermin juga dari cara orang yang mengajak dan berbantah. Bagaimana mungkin orang yang mengajak kepada kebaikan bisa diterima oleh yang diajak, bila cara-cara yang dipakainya justru tidak baik. Ayat Ud'u ilaa sabiili Rabbika. (Ajaklah ke jalan Tuhanmu) itu tidak menyebutkan siapa yang disuruh ajak. Para mufassir menafsirkan: yang diajak adalah semua orang. Tentu termasuk diri sendiri. Dan, mereka yang mengajak ke jalan Tuhan haruslah ingat kepada yang menyuruh mereka mengajak. Karena itu, mengajak ke jalan Tuhan haruslah hanya karena Allah. Bukan karena kepentingan ideologi perorangan atau kelompok. Dengan kata lain yang lebih singkat, tidak boleh mengajak ke jalan Allah karena dorongan atau tercampur nafsu.

Untuk lebih menjelaskan mengapa prinsip-prinsip mulia dalam berdakwah itu ditekankan, marilah kita baca penutup ayat itu: "Inna Rabbaka hua alamu biman dhalla an sabiilihi wahua alamu bilmuhtadiin." (Sesungguhnya Tuhanmulah yang lebih tahu mengenai mereka yang tersesat dari jalan-Nya dan Ialah yang lebih tahu tentang orang-orang yang mendapat petunjuk). Hidayah atau petunjuk Allah ke jalan-Nya adalah hak prerogratif-Nya dan hanya Ialah yang tahu siapa-siapa yang akan beruntung mendapatkannya.Nabi Muhammad SAW sendiri hanya diperintah berikhtiar mengajak orang -dengan cara-cara yang sudah ditunjukkan-Nya-, namun beliau sendiri tidak tahu apakah mereka yang beliau ajak itu akan taslim, mengikuti atau tidak. Hal itu semata-mata wewenang Allah. Nabi hanya menunjukkan jalan; sedangkan yang ditunjukkan jalan akan mengikutinya atau tidak bergantung pada kehendak Allah.

Jelasnya, Nabi tidak bisa memaksakan jalan Allah kepada orang lain, "Fadzakkir innamaa anta mudzakkir, lasta alaihim bimusaithirin" Q. 88: 21, 22. (Maka berilah mereka peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah pemberi peringatan. Kamu bukanlah penguasa atas mereka). Terbukti nabi-nabi, dengan segala kehebatan mereka, tidak mampu memaksakan keimanan kepada orang-orang dekat mereka. Allah mencontohkan Nabi Nuh dan Nabi Luth yang tidak bisa mengimankan istri-istri mereka sendiri. Bahkan, Nabi Muhammad SAW yang begitu paripurna segala-galanya sebagai manusia, tidak mampu mengimankan pamannya sendiri, Abu Lahab, yang nota bene tetangga dekat dan berbesanan dua orang anak dengan beliau (Kedua putri beliau, Ruqayyah dan Ummi Kultsum, pernah menjadi menantu Abu Lahab sebelum dia dan istrinya memusuhi Nabi).

Kalau Nabi saja tidak bisa memaksakan keimanan, bagaimana dengan kita? Untuk lebih utuhnya, baiklah kita baca ayat seterusnya: "Wa in aaqabtum faaaqibuu bimitsli maa uqibtum walain shabartum lahua khairun lish-shaabiriin." (Q. 16: 126) Dan jika kamu harus membalas (kejahatan) mereka, maka balaslah dengan yang sepadan dengan apa yang mereka lakukan (jangan melebihi) dan jika kamu bersabar, maka itu lebih baik bagi mereka yang sabar. Waba'du; dalam pikiran saya yang sederhana: bila mereka yang menurut anggapan kita belum berada di jalan Allah, tidak kita ajak, tetapi kita tumpas; lalu bagaimana nasib ayat dakwah ini? Dan bagaimana nasib Islam nanti bila semua yang menumpas itu sudah mati? Bukankah dakwah ke jalan Allah pada dasarnya adalah mengajak ke kebahagiaan abadi bersama kita? Dengan demikian, landasannya adalah kasih sayang dan bukan kebencian kepada sesama? Wallahu a'lam.


Dr. KH. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.

Sumber : pratikno.ananto@gmail.com

Selengkapnya....

Kang Kasanun

Oleh: Dr. KH. A. Mustofa Bisri


Mendengar cerita-cerita tentang tokoh yang akan aku ceritakan ini, baik dari ayah atau kawan-kawannya seangkatan di pesantren, aku diam-diam mengaguminya. Bahkan seringkali aku membayangkannya seperti Superman, Spiderman, atau si Pesulap Mandrake. Wah, seandainya aku berkesempatan bertemu dengannya dan dapat satu ilmu saja, lamunku selalu. Ayah maupun kawan-kawannya selalu menyebutnya dengan Kang Kasanun. Tidak ada yang menyebut namanya saja. Boleh jadi karena faktor keseniorannya atau karena ilmunya.

Kiai Mabrur, guruku ngaji Quran dan salah seorang kawan ayah di pesantren, paling semangat bila bercerita tentang Kang Kasanun. Aku dan kawan-kawanku paling senang mendengarkannya; apalagi Kiai Mabrur bila bercerita tentang tokoh yang dikaguminya itu acapkali sambil memperagakannya. Misalnya ketika bercerita bagaimana Kang Kasanun dikeroyok para begal, Kiai Mabrur memperagakan dengan memperlihatkan jurus-jurus silat. "Kang Kasanun itu pendekar yang ilmu silatnya komplit," katanya terengah-engah.

"Yang saya peragakan itu tadi jurus silat Cibadak. Jurus yang digunakan Kang Kasanun membekuk tujuh begal yang mencegatnya di perjalanan. Tujuh orang dan Kang Kasanun sendirian. Bayangkan! Kami sendiri, saya dan beberapa kawan yang berminat, setiap malam Jumat dia ajari jurus-jurus silat dari berbagai cabang. Tapi mana mungkin bisa seperti dia? Dia itu bahkan mempunyai ilmu cicak. Bila sedang bersilat, bisa nempel dan merayap di dinding."

Ayah sendiri sering juga bercerita tentang Kang Kasanun, tapi tidak dengan memperagakannya seperti Kiai Mabrur. "Nggak tahu, dia itu ilmunya dari mana?" kata ayah suatu hari ketika sedang bercerita tentang kawannya yang disebutnya jadug itu. "Di samping menguasai ilmu silat, ilmu hikmahnya aneh-aneh. Hanya dengan merapalkan bacaan aneh --campuran bahasa Arab dan Jawa-- dia bisa membuat tidur seiisi mushalla. Pernah dia menjadi tontonan orang sepasar gara-gara dia dihina penjual lombok lalu lombok satu pikul dimakannya habis. Dia tidak apa-apa, tapi penjualnya kemudian yang murus. Kata kawan-kawan dia juga bisa memanggil burung yang sedang terbang di udara dan ikan di dalam sungai."

"Kata Kiai Mabrur, Pak Kasanun juga bisa menghilang, betul Yah?" tanya saya.

Ayah tersenyum dan pandangannya seperti menerawang ke masa lalunya. "Pernah beberapa kawan diajarinya ilmu halimunan entah apa. Pokoknya ilmu untuk menghilang. Mereka disuruh puasa tujuh hari mutih, artinya bukanya hanya dengan nasi tanpa lauk apa-apa. Lalu ada satu malam ngebleng, semuanya tidak boleh tidur sama sekali. Ayah juga ikut."

Ayah berhenti sejenak, tersenyum-senyum sendiri, mungkin terbawa kenangan masa lalunya, baru kemudian melanjutkan ceritanya. "Dari sekian orang yang ikut program halimunan itu, hanya ayah yang gagal. Ayah tahu kalau gagal, ketika ilmu itu dipraktikkan. Hari itu, kami beramai-ramai, di bawah pimpinan Kang Kasanun sendiri, datang ke toko Cina yang terkenal paling galak di kota. Kang Kasanun berpesan siapa pun di antara kami yang nanti di toko masih melihat orang lengkap dengan kepalanya, jangan sekali-kali mengambil sesuatu. Karena tandanya kalau kami sudah benar-benar hilang, tidak terlihat orang, yaitu apabila kepala semua orang tidak tampak. Dan ingat, kata Kang Kasanun, kita bukan niat mencuri tapi mengamalkan ilmu. Jadi ambil barang seadanya dan yang murah-murah saja."

Ayah berhenti lagi, tersenyum-senyum lagi, baru sejurus kemudian melanjutkan. "Wah, saya lihat waktu itu kawan-kawan ada yang mengambil sabun, ada yang mengambil potlot, sisir, minyak rambut, dan lain-lain. Mabrur, guru Quranmu itu, malah sengaja mengambil manisan yang terletak persis di depan Cina pemilik toko yang galak itu. Anehnya, baik si pemilik toko maupun pelayan-pelayannya, seperti tidak melihat apa-apa. Setelah mengambil barang-barang itu, kawan-kawan ngeloyor begitu saja dan tak ada yang menegur. Saya yang malah ditanya Kang Kasanun, kenapa saya tidak mengambil apa-apa? Saya menjawab bahwa saya masih melihat kepala semua orang yang ada di toko. Jadi, sesuai pesan Kang Kasanun sendiri, saya tidak berani mengambil apa-apa. 'Sampeyan kurang mantap sih!' komentar Kang Kasanun. Memang terus terang, waktu itu --sebelum menyaksikan sendiri adegan di toko itu-- saya tidak percaya ada ilmu halimunan, ada orang bisa menghilang."

"Ada tamu ya, Bu?!" tanyaku kepada ibuku yang sedang sibuk membenahi kamar tamu.

"Ya," jawab ibu tanpa menoleh, "Kawan lama ayahmu di pesantren. Beliau akan menginap beberapa malam. Mungkin mau kangen-kangenan sama ayahmu. Dengar itu, tawa mereka."

"Ya, asyik benar tampaknya," timpalku. "Tamu dari mana sih, Bu?"

"Kata ayahmu tinggalnya sekarang di luar Jawa. Namanya Kasanun atau siapa?!"

"Kasanun?" tanya aku setengah berteriak.

"Ee, jangan berteriak!" bisik ibu. Tapi aku sudah bergegas meninggalkannya. Dari gorden jendela aku mengintip ke ruang tamu. Sekejab aku jadi ragu-ragu. Tamu ayah tidak seperti yang aku bayangkan. Tidak gagah, malah terlihat kecil sekali di depan ayahku yang bertubuh besar. Kurus lagi. Ah, jangan-jangan ini bukan Kasanun sang pendekar yang sering diceritakan Kiai Mabrur. Masak kerempeng begitu. Tapi setelah nguping, mendengar pembicaraan ayah dan tamunya itu sebentar, aku menjadi yakin memang itulah sang Superman, Kang Kasanun. Apalagi tak lama kemudian Kiai Mabrur datang dan saling berpelukan dengan si tamu. Nanti malam, aku harus menemuinya, kataku mantap dalam hati. Aku harus mendapatkan salah satu ilmu hikmahnya.

Kebetulan sekali, malam ketika ayah akan mengajar ngaji, aku dipanggil dan katanya, "Kenalkan, ini kawan ayah di pesantren, Kang Kasanun yang sering ayah ceritakan! Kawani dulu beliau sementara ayah mengaji."

Begitu ayah pergi, aku segera menjabat tangan orang yang selama ini aku idolakan. Beliau menerima tanganku dengan menunduk-nunduk penuh tawadluk.

"Gus, putra ke berapa?" tanyanya dengan suara lembut.

"Nomor dua, Kiai!" jawabku sambil terus mengawasinya.

"Jangan panggil saya kiai!" katanya bersungguh-sungguh. "Saya bukan kiai. Saya memang pernah mondok di pesantren bersama ayahanda Gus, tapi tidak seperti ayahanda Gus yang tekun belajar. Saya di pesantren hanya main-main saja."

Aku tidak begitu menghiraukan apa yang beliau katakan, aku sudah punya rencana sendiri dari tadi. Mengapa harus ditunda, inilah saatnya, mumpung hanya berdua. Kapan lagi?

"Bapak Kasanun," kata saya sengaja mengganti sebutan kiai dengan bapak, "sebenarnya saya sudah lama mendengar tentang Bapak, baik dari ayah maupun yang lain. Sekarang mumpung bertemu, saya mohon sudilah kiranya Bapak memberi ijazah kepada saya barang satu atau dua dari ilmu hikmah Bapak."

Mendengar permohonan saya, tiba-tiba tamu yang sejak lama aku harapkan itu menangis. Benar-benar menangis sambil kedua tangannya menggapai-gapai.

"Jangan, jangan, Gus! Gus jangan terperdaya oleh cerita-cerita orang tentang bapak. Apalagi kepingin yang macam-macam seperti yang pernah bapak lakukan. Biarlah yang menyesal bapak sendiri. Jadilah seperti ayahanda saja. Belajar. Ngaji yang giat. Dulu ayahanda Gus pernah sekali ikut dengan kegilaan masa muda bapak, tapi gagal. Mengapa? Bapak rasa karena ayahanda memang tidak serius. Beliau hanya serius dalam urusan belajar dan mengaji. Dan sekarang, lihatlah bapak dan lihatlah ayahanda Gus! Ayahanda Gus menjadi kiai besar, sementara bapak lontang-lantung seperti ini. Kawan-kawan bapak yang dulu ikutan bapak mendalami ilmu-ilmu kanuragan seperti ini rata-rata kini hanya jadi dukun. Ini masih mendingan, ada yang malah menggunakan ilmu itu untuk menipu masyarakat dengan mengaku-aku sebagai wali dan sebagainya. Orang awam yang tidak tahu, mana bisa membedakan antara karomah dan ilmu sulapan seperti itu?"

Aku tidak bisa ceritakan perasaanku melihat orang yang selama ini kukagumi menangis. Masih terdengar sesekali isaknya ketika beliau melanjutkan. "Ayahanda dan Kiai Mabrur pasti tak pernah cerita bahwa bapak ini pernah dinasihati seorang singkek tua. Karena memang bapak tak pernah menceritakannya kepada siapa pun. Sekarang ini bapak ingin menceritakannya kepada Gus. Mau mendengarkan?"

Saya hanya bisa mengangguk.

"Pernah dalam suatu perjalanan bapak, bapak kehabisan sangu. Bapak pun mampir ke sebuah toko milik seorang singkek yang sudah tua sekali. Begitu masuk toko, bapak rapalkan aji halimunan bapak. Semua pelayan dan pelanggan yang ada tak ada yang bisa melihat bapak. Bapak langsung menuju ke meja si singkek tua yang terlihat terkantuk-kantuk di kursi tingginya. Pelan-pelan aku buka laci mejanya, tempat ia menyimpan uang. Bapak ambil semau bapak. Si singkek tua tidak bergerak. Namun begitu tangan bapak akan bapak tarik dari laci, tiba-tiba tangan keriput si singkek tua memegangnya dan langsung seluruh tubuh bapak lemas tak berdaya.

'Ilmu begini, kok kamu pamel-pamelkan,' katanya hampir tanpa membuka mulut. "Ini nyang kamu peloleh sekian lamanya belajal, he?! Kasihan kamu olang! Ilmu mainan anak-anak begini untuk apa? Paling-paling buat gagah-gahahan ha. Siapa yang nganggep kamu gagah? Anak-anak kecil sama olang-olang bodoh dan olang-olang jahat saja ha! Ada olang pintel kagum sama kamu olang? Ada? Siapa? Olang hidup apa nyang dicali? Olang hidup cali baik buat dili sendili, kalau bisa buat olang lain. Cali senang sendili, jangan bikin susah olang lain ha!'

Pendek kata, habis bapak dinasehati. Setelah itu bapak dikasih uang dan disuruh pergi. Sejak itulah bapak tidak pernah lagi mengamalkan ilmu-ilmu gila bapak. Nasihat yang bapak dapat dari singkek tua itu sebenarnya hanyalah memantapkan apa yang lama bapak renungkan tentang kehidupan bapak, tapi bapak selalu ragu."

Pak Kasanun memegang kedua tanganku penuh sayang. Katanya kemudian, "Kini bapak sudah mantap. Jalan yang bapak tempuh kemarin salah. Mestinya sejak awal bapak mengikuti jejak ayahanda Gus. Karena itu, Gus, sekali lagi, ikutilah jejak ayahanda dan jangan mengikuti jejak bapak ini. Carilah ilmu yang bermanfaat bagi diri Gus dan bagi sesama!"

Aku tidak sempat memberi komentar apa-apa karena keburu datang Kiai Mabrur dan beberapa tamu kawan lamanya yang lain. Tapi aku masih mempunyai banyak waktu untuk merenungkan nasihatnya. (*)


Rembang, 29 September 2002
Dr. KH. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.

Sumber : pratikno.ananto@gmail.com

Selengkapnya....

Kiai-Kiai

Oleh: Dr. KH. A. Mustofa Bisri


Meskipun Arief Budiman bukan dari kalangan pesantren dan tidak begitu dekat dengan kiai, pandangannya tentang kiai sungguh terbilang jeli. Dia membuat kategorisasi menarik: kiai itu ada tiga. 1. Kiai produk masyarakat. 2. Kiai produk pemerintah. 3. Kiai produk pers.

Mula-mula tentu kiai produk masyarakat. Orang yang sangat dihormati masyarakat dan karenanya mereka menyebutnya kiai. Seperti diketahui, istilah kiai itu berasal dari Jawa. Orang Jawa biasa memberi sebutan kiai untuk apa atau siapa pun yang sangat mereka hormati dan pundi-pundi. Kiai Sabuk Inten dan Nagasasra, misalnya, adalah keris. Kiai Pleret tombak. Di pewayangan, Arjuna punya panah yang disebut Kiai Pasopati; Dasamuka punya kendaraan garuda yang disebut Kiai Kolo Marico. Di Keraton Sala, bahkan kerbau disebut Kiai Slamet.

Kiai jenis yang pertama inilah yang diketahui memiliki ilmu agama karena memang mengamalkan dan tidak hanya menyiarkannya. Ada yang berusaha mencontoh Nabi Muhammad SAW dari sisi nubuwwah, kenabiannya; maka jadilah ia panutan di masyarakat dalam perilaku hamba yang saleh. Ia baik dengan Al-Khalik dan baik dengan makhluk. Ada yang berusaha meneladani Rasulullah SAW dari sisi risalahnya; maka tampak sekali hidupnya dihabiskan untuk masyarakat. Mengawani masyarakat; mendidik dan membimbing mereka. Membela dan menolong mereka. Ada -meski sangat sedikit jumlahnya- yang berusaha melaksanakan kedua peran kenabian dan kerasulan sekaligus; maka inilah sebenarnya yang patut disebut pewaris nabi, min Waratsatil Anbiyaa.

Karena itulah, tentu saja, kiai jenis ini mempunyai pengaruh di masyarakat. Besar-kecil atau luas-sempitnya pengaruh kiai ini tergantung tingkat keilmuan, amaliah, dan kedekatannya kepada Tuhan dan masyarakatnya. Lalu, pemerintah yang selalu memerlukan dukungan untuk kebijakan-kebijakan yang diambilnya bagi masyarakat pun senantiasa berusaha memanfaatkan kiai yang memiliki pengaruh ini. Kiai yang berhasil digandeng pemerintah tidak selalu tergandeng sepenuh hati. Karena itu, pemerintah -terutama di zaman Orde Baru dulu- selain menggunakan kiai yang setengah hati ini, juga melakukan upaya penahbisan kiai; salah satu caranya mungkin melalui lembaga semacam MUI itu. Maka sering terjadi, ketika kebijaksanaan pemerintah tidak sesuai atau apalagi bertentangan dengan kehendak rakyat, kiai-kiai yang dekat dengan pemerintah pun menjadi kurban: dijauhi masyarakatnya sendiri.

Sudah diketahui bahwa pers merupakan pembentuk opini paling ampuh. Karena itu, tidak heran bila pers juga bisa memproduk kiai. Apalagi setelah popularitas kiai sudah mulai menyaingi selebriti. Bukan hanya itu, pers -entah kerja sama dengan siapa saja- dapat membuat kiainya lebih dari kiai-kiai jenis lain dengan memberikan embel-embel tambahan seperti kiai karismatik, kiai khas dan sebagainya. Boleh jadi, ketenaran kiai made in pers ini jauh melebihi kiai produk masyarakat.

Kalau mau lebih detail, sebenarnya masih ada dua jenis kiai lagi; yaitu kiai produk politisi dan kiai produk sendiri. Mula-mula -seperti halnya pemerintah- politisi atau pimpinan partai berusaha mendekati kiai melalui broker-broker kiai yang bisa saja dari orang ndalem (anak, menantu, atau santri kiai) atau orang luar yang dekat dengan sang kiai. Tapi, lama-lama mereka ini berusaha dan ternyata mampu -tentu saja dengan bantuan pers- memproduk kiai sendiri. Bahkan, sekaligus membuatkan wadah untuk para kiai itu. Kiai produk sendiri, mungkin, ini yang termurah. Modalnya hanya kemampuan akting, menghafal beberapa ayat dan hadis, busana kelengkapan seperti sorban (yang lebih wibawa yang berwarna hijau, tapi memang agak mahal sedikit), baju koko atau lebih afdol lagi jubah. Kalau mau lebih sukses, ya harus mengeluarkan lebih banyak lagi dana; paling tidak untuk menggaji manajer dan kaki-tangan-kaki-tangan.

Nah, di musim pemilu, saat dukungan sangat diperlukan untuk meraih suara sebanyak-banyaknya, jenis-jenis kiai itu semua tentu ikut meramaikan dan menyemarakkan perhelatan nasional ini. Karena itu, Anda tak perlu kaget atau bingung. Berharap saja, mudah-mudahan di antara mereka itu masih banyak kiai yang tetap istiqamah memikirkan Indonesia dan bangsa Indonesia. Paling tidak, mengawani rakyat dengan kearifan dan doa mereka. Amien.


Dr. KH. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.

Sumber : pratikno.ananto@gmail.com

Selengkapnya....

Sang Primadona

Oleh: Dr. KH. A. Mustofa Bisri


Apa yang harus aku lakukan? Berilah aku saran! Aku benar-benar pusing. Apabila masalahku ini berlarut-larut dan aku tidak segera menemukan pemecahannya, aku khawatir akan berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan dan kegiatanku dalam masyarakat. Lebih-lebih terhadap dua permataku yang manis-manis; Gita, dan Ragil.

Tapi agar jelas, biarlah aku ceritakan lebih dahulu dari awal.

Aku lahir dan tumbuh dalam keluarga yang –katakanlah—kecukupan. Aku dianugerahi Tuhan wajah yang cukup cantik dan perawakan yang menawan. Sejak kecil aku sudah menjadi 'primadona' keluarga. Kedua orangtuaku pun, meski tidak memanjakanku, sangat menyayangiku.

Di sekolah, mulai SD sampai dengan SMA, aku pun –alhamduliLlah-- juga disayangi guru-guru dan kawan-kawanku. Apalagi aku sering mewakili sekolah dalam perlombaan-perlombaan dan tidak jarang aku menjadi juara. Ketika di SD aku pernah menjadi juara I lomba menari. Waktu SMP aku mendapat piala dalam lomba menyanyi. Bahkan ketika SMA aku pernah menjuarai lomba baca puisi tingkat propinsi.

Tapi sungguh, aku tidak pernah bermimpi akhirnya aku menjadi artis di ibu kota seperti sekarang ini. Cita-citaku dari kecil aku ingin menjadi pengacara yang disetiap persidangan menjadi bintang, seperti sering aku lihat dalam film. Ini gara-gara ketika aku baru beberapa semester kuliah, aku memenangkan lomba foto model. Lalu ditawari main sinetron dan akhirnya keasyikan main film. Kuliahku pun tidak berlanjut.

Seperti umumnya artis-artis popular di negeri ini, aku pun kemudian menjadi incaran perusahaan-perusahaan untuk pembuatan iklan; diminta menjadi presenter dalam acara-acara seremonial; menjadi host di tv-tv; malah tidak jarang diundang untuk presentasi dalam seminar-seminar bersama tokoh-tokoh cendekiawan. Yang terakhir ini, boleh jadi aku hanya dijadikan alat menarik peminat. Tapi apa rugiku? Asal aku diberi honor standar, aku tak peduli.

Soal kuliahku yang tidak berlanjut, aku menghibur diriku dengan mengatakan kepada diriku, 'Ah, belajar kan tidak harus di bangku kuliah. Lagi pula orang kuliah ujung-ujungnya kan untuk mencari materi. Aku tidak menjadi pengacara dan bintang pengadilan, tak mengapa; bukankah kini aku sudah menjadi super bintang. Materi cukup.'

Memang sebagai perempuan yang belum bersuami, aku cukup bangga dengan kehidupanku yang boleh dikata serba kecukupan. Aku sudah mampu membeli rumah sendiri yang cukup indah di kawasan elite. Kemana-mana, ada mobil yang siap mengantarku. Pendek kata aku bangga bisa menjadi perempuan yang mandiri. Tidak lagi bergantung kepada orangtua. Bahkan kini sedikit-banyak aku bisa membantu kehidupan ekonomi mereka di kampung. Sementara banyak kawan-kawanku yang sudah lulus kuliah, masih lontang-lantung mencari pekerjaan.

Kadang-kadang untuk sekedar menyenangkan orang tua, aku mengundang mereka dari kampung. Ibuku yang biasanya nyinyir mengomentari apa saja yang kulakukan dan menasehatiku ini-itu, kini tampak seperti sudah menganggapku benar-benar orang dewasa. Entah kenyataannya demikian atau hanya karena segan kepada anaknya yang kini sudah benar-benar hidup mandiri. Yang masih selalu ibu ingatkan, baik secara langsung atau melalui surat, ialah soal ibadah.

"Nduk, ibadah itu penting."; "Bagaimana pun sibukmu, salat jangan kamu abaikan!"; "Sempatkan membaca Quran yang pernah kau pelajari ketika di kampung dulu, agar tidak hilang."; "Bila kamu mempunyai rezki lebih, jangan lupa bersedekah kepada fakir miskin dan anak yatim." Ya, kalimat-kalimat semacam itulah yang masih sering beliau wiridkan. Mula-mula memang aku perhatikan; bahkan aku berusaha melaksanakan nasihat-nasihat itu, tapi dengan semakin meningkatnya volume kegiatanku, lama-lama aku justru risi dan menganggapnya angin lalu saja.

Sebagai artis tenar, tentu saja banyak orang yang mengidolakanku. Tapi ada seorang yang mengagumiku justru sebelum aku menjadi setenar sekarang ini. Tidak. Ia tidak sekedar mengidolakanku. Dia menyintaiku habis-habisan. Ini ia tunjukkan tidak hanya dengan hampir selalu hadir dalam event-event dimana aku tampil; ia juga setia menungguiku shoting film dan mengantarku pulang. Tidak itu saja; hampir setiap hari, bila berjauhan, dia selalu telpon atau mengirim sms yang seringkali hanya untuk menyatakan kangen.

Di antara mereka yang mengagumiku, lelaki yang satu ini memang memiliki kelebihan. Dia seorang pengusaha yang sukses. Masih muda, tampan, sopan, dan penuh perhatian. Pendek kata, akhirnya aku takluk di hadapan kegigihannya dan kesabarannya. Aku berhasil dipersuntingnya. Tidak perlu aku ceritakan betapa meriah pesta perkawinan kami ketika itu. Pers memberitakannya setiap hari hampir dua minggu penuh. Tentu saja yang paling bahagia adalah kedua orangtuaku yang memang sejak lama menghendaki aku segera mengakhiri masa lajangku yang menurut mereka mengkhawatirkan.

Begitulah; di awal-awal perkawinan, semua berjalan baik-baik saja. Setelah berbulan madu yang singkat, aku kembali menekuni kegiatanku seperti biasa. Suamiku pun tidak keberatan. Sampai akhirnya terjadi sesuatu yang benar-benar merubah jalan hidupku.

Beberapa bulan setelah Ragil, anak keduaku, lahir, perusahaan suamiku bangkrut gara-gara krisis moneter. Kami, terutama suamiku, tidak siap menghadapi situasi yang memang tidak terduga ini. Dia begitu terpukul dan seperti kehilangan keseimbangan. Perangainya berubah sama sekali. Dia jadi pendiam dan gampang tersinggung. Bicaranya juga tidak seperti dulu, kini terasa sangat sinis dan kasar. Dia yang dulu jarang keluar malam, hampir setiap malam keluar dan baru pulang setelah dini hari. Entah apa saja yang dikerjakannya di luar sana. Beberapa kali kutanya dia selalu marah-marah, aku pun tak pernah lagi bertanya.

Untung, meskipun agak surut, aku masih terus mendapatkan kontrak pekerjaan. Sehingga, dengan sedikit menghemat, kebutuhan hidup sehari-hari tidak terlalu terganggu. Yang terganggu justru keharmonisan hubungan keluarga akibat perubahan perilaku suami. Sepertinya apa saja bisa menjadi masalah. Sepertinya apa saja yang aku lakukan, salah di mata suamiku. Sebaliknya menurutku justru dialah yang tak pernah melakukan hal-hal yang benar. Pertengkaran hampir terjadi setiap hari.

Mula-mula, aku mengalah. Aku tidak ingin anak-anak menyaksikan orangtua mereka bertengkar. Tapi lama-kelamaan aku tidak tahan. Dan anak-anak pun akhirnya sering mendengar teriakan-teriakan kasar dari mulut-mulut kedua orangtua mereka; sesuatu yang selama ini kami anggap tabu di rumah. Masya Allah. Aku tak bisa menahan tangisku setiap terbayang tatapan tak mengerti dari kedua anakku ketika menonton pertengkaran kedua orangtua mereka.

Sebenarnya sudah sering beberapa kawan sesama artis mengajakku mengikuti kegiatan yang mereka sebut sebagai pengajian atau siraman rohani. Mereka melaksanakan kegiatan itu secara rutin dan bertempat di rumah mereka secara bergilir. Tapi aku baru mulai tertarik bergabung dalam kegiatan ini setelah kemelut melanda rumahtanggaku. Apakah ini sekedar pelarian ataukah –mudah-mudahan—memang merupakan hidayah Allah. Yang jelas aku merasa mendapatkan semacam kedamaian saat berada di tengah-tengah majlis pengajian. Ada sesuatu yang menyentuh kalbuku yang terdalam, baik ketika sang ustadz berbicara tentang kefanaan hidup di dunia ini dan kehidupan yang kekal kelak di akhirat, tentang kematian dan amal sebagai bekal, maupun ketika mengajak jamaah berdzikir.

Setelah itu, aku jadi sering merenung. Memikirkan tentang diriku sendiri dan kehidupanku. Aku tidak lagi melayani ajakan bertengkar suami. Atau tepatnya aku tidak mempunyai waktu untuk itu. Aku menjadi semakin rajin mengikuti pengajian; bukan hanya yang diselenggarakan kawan-kawan artis, tapi juga pengajian-pengajian lain termasuk yang diadakan di RTku. Tidak itu saja, aku juga getol membacai buku-buku keagamaan.

Waktuku pun tersita oleh kegiatan-kegiatan di luar rumah. Selain pekerjaanku sebagai artis, aku menikmati kegiatan-kegiatan pengajian. Apalagi setelah salah seorang ustadz mempercayaiku untuk menjadi 'asisten'nya. Bila dia berhalangan, aku dimintanya untuk mengisi pengajian. Inilah yang memicu semangatku untuk lebih getol membaca buku-buku keagamaan. O ya, aku belum menceritakan bahwa aku yang selama ini selalu mengikuti mode dan umumnya yang mengarah kepada penonjolan daya tarik tubuhku, sudah aku hentikan sejak kepulanganku dari umrah bersama kawan-kawan. Sejak itu aku senantiasa memakai busana muslimah yang menutup aurat. Malah jilbabku kemudian menjadi trend yang diikuti oleh kalangan muslimat.

Ringkas cerita; dari sekedar sebagai artis, aku berkembang dan meningkat menjadi 'tokoh masyarakat' yang diperhitungkan. Karena banyaknya ibu-ibu yang sering menanyakan kepadaku mengenai berbagai masalah keluarga, aku dan kawan-kawan pun mendirikan semacam biro konsultasi yang kami namakan "Biro Konsultasi Keluarga Sakinah Primadona". Aku pun harus memenuhi undangan-undangan –bukan sekedar menjadi 'penarik minat' seperti dulu-- sebagai nara sumber dalam diskusi-diskusi tentang masalah-masalah keagamaan, sosial-kemasyarakatan, dan bahkan politik. Belum lagi banyaknya undangan dari panitia yang sengaja menyelenggarakan forum sekedar untuk memintaku berbicara tentang bagaimana perjalanan hidupku hingga dari artis bisa menjadi seperti sekarang ini.

Dengan statusku yang seperti itu dengan volume kegiatan kemasyarakatan yang sedemikian tinggi, kondisi kehidupan rumah tanggaku sendiri seperti yang sudah aku ceritakan, tentu semakin terabaikan. Aku sudah semakin jarang di rumah. Kalau pun di rumah, perhatianku semakin minim terhadap anak-anak; apalagi terhadap suami yang semakin menyebalkan saja kelakuannya. Dan terus terang, gara-gara suami, sebenarnyalah aku tidak kerasan lagi berada di rumahku sendiri.

Lalu terjadi sesuatu yang membuatku terpukul. Suatu hari, tanpa sengaja, aku menemukan sesuatu yang mencurigakan. Di kamar suamiku, aku menemukan lintingan rokok ganja. Semula aku diam saja, tapi hari-hari berikutnya kutemukan lagi dan lagi. Akhirnya aku pun menanyakan hal itu kepadanya. Mula-mula dia seperti kaget, tapi kemudian mengakuinya dan berjanji akan menghentikannya.

Namun beberapa lama kemudian aku terkejut setengah mati. Ketka aku baru naik mobil akan pergi untuk suatu urusan, sopirku memperlihatkan bungkusan dan berkata: "Ini milik siapa, bu?"

"Apa itu?" tanyaku tak mengerti.

"Ini barang berbahaya, bu;" sahutnya khawatir, "ini ganja. Bisa gawat bila ketahuan!"

"Masya Allah!" Aku mengelus dadaku. Sampai sopir kami tahu ada barang semacam ini. Ini sudah keterlaluan.

Setelah aku musnahkan barang itu, aku segera menemui suamiku dan berbicara sambil menangis. Lagi-lagi dia mengaku dan berjanji kapok, tak akan lagi menyentuh barang haram itu. Tapi seperti sudah aku duga, setelah itu aku masih selalu menemukan barang itu di kamarnya. Aku sempat berpikir, jangan-jangan kelakuannya yang kasar itu, akibat kecanduannya mengkonsumsi barang berbahaya itu. Lebih jauh aku mengkhawatirkan pengaruhnya terhadap anak-anak.

Terus terang aku sudah tidak tahan lagi. Memang terpikir keras olehku untuk meminta cerai saja, demi kemaslahatanku dan terutama kemaslahatan anak-anakku. Namun seiring maraknya trend kawin-cerai di kalangan artis, banyak pihak terutama fans-fansku yang menyatakan kagum dan memuji-muji keharmonisan kehidupan rumahtanggaku. Bagaimana mereka ini bila tiba-tiba mendengar –dan pasti akan mendengar—idolanya yang konsultan keluarga sakinah ini bercerai? Yang lebih penting lagi adalah akibatnya pada masa depan anak-anakku. Aku sudah sering mendengar tentang nasib buruk yang menimpa anak-anak orang tua yang bercerai. Aku bingung.

Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus mengorbankan rumahtanggaku demi kegiatan kemasyarakatanku, ataukah sebaiknya aku menghentikan kegiatan kemasyarakatan demi keutuhan rumahtanggaku? Atau bagaimana? Berilah aku saran! Aku benar-benar pusing!


Dr. KH. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.

Sumber : pratikno.ananto@gmail.com

Selengkapnya....

Pidato Nabi Menjelang Ramadlan

Oleh: Dr. KH. A. Mustofa Bisri


Sahabat Salman r.a. menceritakan, bahwa Rasulullah saw. pernah berpidato di depan para sahabat pada hari terakhir bulan Sya'ban. Rasulullah antara lain bersabda:

"Wahai orang-orang, telah datang kepada kalian Bulan Agung, bulan penuh berkah dimana di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan dimana Allah mewajibkan puasa dan mengajurkan jungkung, melakukan ibadah sunnah di malam harinya.

Barangsiapa melakukan pendekatan diri kepada Allah di dalam bulan ini dengan mengerjakan sesuatu perbuatan baik atau menunaikan suatu kewajiban, maka sama halnya dengan menunaikan tujuhpuluh kewajiban di saat-saat lain. Bulan ini adalah bulan bersabar, sedangkan bersabar pahalanya adalah surga. Bulan ini adalah bulan kebersamaan. Bulan dimana rezeki orang Mukmin bertambah; barangsiapa memberi buka kepada orang yang berpuasa, berarti melebur dosa-dosanya dan membebaskannya dari api neraka, dan orang yang memberi buku itu sendiri mendapatkan pahala yang sama, tanpa kurang sedikit pun."

Para sahabat berkata, "Tidak semua kita mampu menyediakan buka bagi orang yang berpuasa."

Nabi pun bersabda,"Allah memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka, meskipun hanya dengan sebuah kurma, seteguk air, atau hanya secicipan susu. Bulan ini adalah bulan yang awalnya merupakan rahmat, tengahnya ampunan, dan akhirnya pembebasan dari api neraka; barangsiapa meringankan beban buruhnya di bulan ini, Allah akan mengampunimya dan membebaskannya dari api neraka.

Maka perbanyaklah, di bulan ini, melakukan empat hal; dua diantaranya akan membuat Tuhan kalian ridha dan dua hal lainnya merupakan kebutuhan yang tak dapat kalian abaikan. Dua hal yang membuat Tuhan kalian ridha ialah bersyahadat – tak ada Tuhan selain Allah – dan beristighfar, memohon ampun kepada-Nya. Sedangkan dua lainnya yang tak dapat kalian abaikan ialah: memohon surga kepada Allah dan memohon perlindungan-Nya dari api neraka.

Barangsiapa membuat kenyang seseorang yang berpuasa di bulan ini, Allah akan memberinya minum dari telagaku, minuman yang membuatnya tak akan kehausan selamanya."

Itulah sabda Rasul pembawa syariat Islam – termasuk puasa di bulan Ramadhan ini – dari Allah
Kiranya saya tidak perlu lagi memberi komentar atau penjelasan kecuali barangkali memberitahukan – sebahai amanat an-naqli dan tanggung jawab ilmiah dalam penulikan sabda Nabi – bahwa sabda Nabi itu saya dapat dan saya terjemahkan dari salah satu kitab Syeikh Abdul Qadir al-Jailani al-Baghdady yang terkenal, Al-Ghinyah. Ilmuan yang termasyhur sebagai wali Allah itu menuturkan dalam kitabnya tersebut, bahwa dia mendapat cerita tentang pidato Nabi itu dari Abu Nashr. Abu Nashr dari ayahnya dan ayahnya ini dari Ibn al-Faris. Ibn al-Faris dari Abu Hamid dari Muhammad bin al-Jaludi an-Naisabury. Abu Hamid dari Muhammad bin Ishaq. Ibn Ishaq dari Ibn Khuzaimah. Ibn Khuzaimah dari Ibn Hajar as-Sa'di dari Yusuf bin Ziyad. Tusuf dari Hamam bin Yahya. Hamam dari Ali bin Zaid bin Jad'an. Ali dari tokoh tabi'in terkenal, sa'd bin al-Musayyab. Dan Sa'd sendiri dari dahabat Salman r.a.

KH. Dr. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.

Dari buku Pesan Islam Sehari-hari: Ritus Zikir dan Gempita Ummat, Risalah Gusti, 1997

Sumber : pratikno.ananto@gmail.com

Selengkapnya....

Puasa bagi Orang Awam

Oleh: Dr. KH. A. Mustofa Bisri


AWAM, bisa berarti umum atau kebanyakan atau tidak begitu menguasai. Jadi orang awam bisa berarti orang biasa yang tidak khusus (khawas) atau orang yang tidak (begitu) menguasai suatu bidang/masalah.

Dalam pengertian yang kedua, semua orang bisa saja awam. Orang yang mempunyai keahlian khusus dalam bidang teknologi misalnya, bisa awam di bidang agama. Sebaliknya, orang yang ahli agama, bisa jadi orang awam di bidang bisnis. Demikian seterusnya.

Nah, berkaitan dengan ibadah puasa, orang awam dalam pengertian pertama, tentulah orang (Islam) yang hanya mengetahui bahwa puasa itu kewajiban atau salah satu rukun Islam dan harus dikerjakan. Menurut mereka, mengerjakan puasa harus dengan niat di malam hari dan tidak makan, minum, bersetubuh pada siang hari. Lalu siapa orang khusus dalam hal ini?

Ahli fikih mungkin bisa dianggap sebagai orang khusus, karena mengetahui lebih dari orang kebanyakan. Misalnya, mereka tahu persis syarat rukun puasa. Mereka juga tahu kewajiban dan kesunahan serta apa saja yang membatalkan puasa. Begitu juga dengan segala rincian hukum puasa.

Meski demikian, ada yang lebih khusus lagi. Yakni, mereka yang menganggap puasa itu tidak sekadar mengetahui syarat dan rukunnya. Apalagi sekadar tidak makan, minum, dan bersetubuh pada siang hari.

Lebih dari itu, bagi mereka, puasa adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak diridai Allah. Dia tidak berbohong, tidak menggunjing orang lain, tidak sombong, tidak pamer, tidak melukai hati orang, tidak bicara buruk, dan sebagainya.

Namun bagi kalangan sufi, mereka semua itu termasuk orang awam. Ahli sufi yang sudah sampai makrifat Allah, sedetik saja tidak ingat Allah, batallah puasanya. Kalau kita mengambil standar mereka yang sudah makrifat, tentu kita semua adalah orang awam.


Masuk Neraka

Waba'du; Allah SWT tidak hanya Tuhan mereka yang sudah makrifat. Tidak hanya Tuhan para ahli fikih, dan tidak hanya Tuhannya hamba-hamba yang khusus. Allah adalah Tuhannya seluruh makhluk, termasuk orang-orang awam.

Orang-orang (muslimin) awam dambaannya tidak lebih dari pahala dan paling puncak adalah surga. Orang awam memandang, Allah mungkin itu sekadar majikan dan mereka buruh.

Asal perintah majikan sudah dijalankan, sesuatu pemahaman dan sebatas kemampuannya, mereka boleh berharap mendapat pahala dan kelak masuk surga. Titik. Allah Asysyakuur pun menurut keyakinan saya - wallahu a'lam- pasti menghargai dan tidak akan mengecewakan harapan mereka itu.

Bagi orang-orang khusus yang sudah mencapai tataran makrifat, surga memang bukan iming-iming yang menggiurkan. Bahkan sufi perempuan dari Bashrah, Rabi'ah Adawiyah, dengan lantang munajat kepada Tuhannya, "Ya Allah, apabila aku beribadah kepada-Mu karena menginginkan surga-Mu, haramkanlah aku masuk ke surga-Mu. Namun apabila aku menyembah-Mu karena takut neraka-Mu, ceburkan saja aku ke neraka-Mu. Aku hanya menginginkan-Mu."

Lebih dahsyat lagi, perempuan suci itu memohon kepada Allah, "Ya Allah ya Tuhanku, masukkanlah aku ke dalam neraka dan jadikanlah tubuhku sedemikian besarnya sehingga memenuhi ruang neraka, agar tempat itu tak muat lagi untuk dimasuki hamba-Mu yang lain."

Itulah orang-orang khusus. Bagi kita yang awam, hal paling penting adalah bagaimana bersungguh-sungguh menjalankan perintah Allah.

Dalam hal puasa, kita betul-betul berusaha seikhlas mungkin menjalankannya sesuai dengan pemahaman dan kekuatan kita. Artinya, kita usahakan menjalankannya hanya semata-mata karena Allah. Sejauh mungkin menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat merusak kesucian Ramadan dan puasa kita.

Apabila yang halal-halal saja, seperti makan dan minum, kita hindari, lebih-lebih yang haram-haram seperti berdusta atau ngrasani orang.

Mudah-mudahan Allah menerima puasa dan amal-amal ibadah kita yang lain. Amin.[]


Dr. KH. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.

Sumber : pratikno.ananto@gmail.com


Selengkapnya....

Ranjau-Ranjau Takwa

Oleh: Dr. KH. A. Mustofa Bisri



Sebagai hamba Allah SWT yang telah berikrar "Tiada Tuhan selain Allah", sebenarnya apa pun perintah-Nya, kita tidak perlu dan tidak pantas bertanya-tanya mengapa, untuk apa?

Hamba yang baik justru senantiasa ber-husnuzan, berbaik sangka kepada-Nya. Allah SWT memerintahkan atau melarang sesuatu, pastilah untuk kepentingan kita. Karena Allah SWT Mahakaya, tidak memiliki kepentingan apa pun. Dia mulia bukan karena dimuliakan; agung bukan karena diagungkan; berwibawa bukan karena ditunduki. Sejak semula Dia sudah Mahamulia, sudah Mahaagung, sudah Mahakaya, dan sudah Maha Berwibawa.

Kalau kemudian Dia menjelaskan pentingnya melaksanakan perintah-Nya atau menjauhi larangan-Nya, semata-mata karena Dia tahu watak kita yang suka mempertanyakan, yang selalu menonjolkan kepentingan sendiri.

Maka sebelum kita mempertanyakan mengapa kita diperintahkan berpuasa, misalnya, Allah SWT telah berfirman: "Ya ayyuhalladziina aamanuu kutiba 'alaikumush-shiyaamu..."(Q. 2. Al-Baqarah: 183) "Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan puasa atas kalian sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa."

Hamba mukmin di dunia ini dalam proses menuju ketakwaan kepada Allah SWT. Karena semua kebaikan hamba di dunia dan kebahagiaan di akhirat, kuncinya adalah ketakwaan kepada-Nya. Mulai pujian Allah SWT, dukungan dan pertolongan-Nya, penjagaan-Nya, pengampunan-Nya, cinta-Nya, limpahan rezeki-Nya, pematutan amal dan penerimaan-Nya terhadapnya; hingga kebahagiaan abadi di surga, ketakwaanlah kuncinya. (Baca misalnya, Q 3: 76, 120, 133, 186; Q 5:27; Q 16: 128; Q 19: 72; Q 39: 61; Q 65: 2-3; Q 33: 70-71; Q 49: 13).

Nah puasa, sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam ayat 183 Al-Baqarah di atas, merupakan sarana kita untuk mencapai ketakwaan yang berarti pada gilirannya meraih kebahagian di dunia dan akhirat.

Takwa sendiri lebih sering diucapkan ketimbang diterangkan. Ini barangkali karena banyaknya definisi.

Intinya -sejalan dengan maknanya secara bahasa- ialah penjagaan diri. Penjagaan diri dari apa? Ada yang mengatakan penjagaan diri dari hukuman Allah dengan cara menaati-Nya. Ada yang mengatakan penjagaan diri dari mengabaikan perintah-perintah Allah dan melanggar larangan-larangan-Nya. Ada yang mengatakan penjagaan diri dari melakukan hal-hal yang menjauhkan dari Allah. Ada yang mengatakan penjagaan diri jangan sampai mengikuti hawa nafsu dan tergoda setan. Ada yang mengatakan penjagaan diri jangan sampai tidak mengikuti jejak Rasulullah SAW. Dan, masih banyak lagi pendapat yang jika kita cermati, semuanya berujung pada satu makna.

Perbedaannya hanya pada ungkapan tentang dari apa kita mesti menjaga diri. Orang mukmin yang menjaga dirinya terhadap seretan hawa nafsu dan atau godaan setan, berarti dia menjaga diri dari mengabaikan perintah-perintah Allah dan dari melakukan hal-hal yang dilarang-Nya; berarti dia menjaga diri agar tetap mengikuti jejak Rasullah SAW; berarti menjaga diri dari hukuman Allah dan dijauhkan dari-Nya. Ibarat berjalan di ladang ranjau, orang yang bertakwa senantiasa berhati-hati dan waspada terhadap hal-hal yang dapat mencelakakannya.

"Ranjau" yang paling bahaya ialah yang paling tidak terduga; seperti yang banyak menimpa sementara kaum beragama sendiri, yakni nafsu terselubung. Sering setan menumpang nafsu dengan membisikkan kepada yang bersangkutan bahwa yang menggelora dalam dirinya adalah "semangat keagamaan", bukan "kobaran nafsu"; "semangat mengagungkan Tuhan", bukan "nafsu mengagungkan diri sendiri".

Puasa, seperti diketahui, bukanlah sekadar menahan diri untuk tidak makan dan tidak minum. Seandainya sekadar menahan diri dari makan dan minum pun sudah merupakan latihan untuk dapat menguasai dan menjaga diri karena Allah. Dalam puasa, melakukan dan tidak melakukan sesuatu karena Allah secara nalar jauh lebih mudah. Orang yang berpuasa karena orang, misalnya, bisa saja makan atau minum di siang hari secara sembunyi-sembunyi. Makan makanannya sendiri, minum minumannya sendiri, apa susahnya? Tapi, untuk apa? Karena Allah-lah yang membuat orang mukmin bersedia menahan lapar, tidak makan makanannya sendiri; menahan haus, tidak minum minumannya sendiri.

Karena Allah ini tentu saja hanya bisa disikapi oleh mereka yang iman kepada Allah. Dan, seukur tebal-tipis, besar-kecil, atau kuat-ringkihnya iman itulah, ketulusan orang yang melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena Allah. Di dalam puasa, orang mukmin digembleng untuk menjadi mukmin yang kuat, yang dapat menguasai dan menjaga diri. Mukmin yang lubuk hatinya, pikirannya, hingga pelupuk matanya, merupakan singgasana Allah; sehingga tidak mudah dibuat tergiur oleh iming-iming sesaat seperti hewan; tidak terjerumus berperilaku buas dan serakah seperti binatang.

Mukmin sejati, mukmin yang bertakwa kepada Allah. Bukan pengaku mukmin yang lubuk hatinya, pikirannya, hingga pelupuk matanya merupakan tempat mendekam hewan dan binatang buas; sehingga makan pun tidak peduli makan makanannya sendiri atau milik orang lain dan menunjukkan kehebatannya dengan menerkam ke sana-kemari. Na'udzu billah min dzalik. (*)


Sumber : Jawa Pos, Rabu, 11 Agustus 2010...dikutip dari pratikno.ananto@gmail.com


Selengkapnya....

Selasa, 10 Agustus 2010

Otak Habibie Pernah Digunakan Fokker



Berkat prestasinya yang gemilang, Bacharuddin Jusuf Habibie dipercaya menjadi Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisis Struktur di Hamburger Flugzeugbau (HFB).

Kala itu tugas utamanya adalah memecahkan masalah kestabilan konstruksi bagian belakang pesawat Fokker 28. Hebatnya, hanya dalam kurun waktu 6 bulan, persoalan tersebut mampu dipecahkan mantan Presiden RI ini.

Karier Habibie yang dikenal sangat keras dengan keyakinan prinsip yang dipegangnya ini, terus menanjak setelah meraih kepercayaan mendesain utuh sebuah pesawat baru. Buah karyanya adalah prototipe DO-31, pesawat baling-baling tetap pertama yang mampu tinggal landas dan mendarat secara vertikal, yang dikembangkan HFB bersama industri Donier.

Badan Penerbangan dan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA) akhirnya membeli pesawat rancangan Habibie. Pria kelahiran Pare-pare yang bertubuh kecil dan berotak jenius ini kemudian dilirik oleh Messerschmitt Boelkow Blohm Gmbh (MBB). Yakni, sebuah industri pesawat terbesar yang bermarkas di Hamburg.

Karier Habibie di MBB terus melambung. Jabatan Vice President/Direktur Teknologi MBB disabetnya tahun 1974. Hanya Habibie-lah, orang diluar kebangsaan Jerman yang mampu menduduki posisi kedua tertinggi itu.

Di MBB inilah mantan Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT selama kurang lebih 20 tahun dan membawahi 10 perusahaan BUMN industri strategis, menyusun rumusan asli di bidang termodinamika, konstruksi ringan, aerodinamika dan crack progression. Dalam literatur ilmu penerbangan, temuan-temuan Habibie ini lantas dikenal dengan nama Teori Habibie, Faktor Habibie dan Metode Habibie.

Paten dari semua temuan itu telah diakui dan dipakai oleh dunia penerbangan internasional. Pesawat Airbus A-300 yang diproduksi konsorsium Eropa (European Aeronautic Defence and Space) tak lepas dari sentuhan Habibie yang sangat menonjol dalam hal pelajaran – pelajaran eksakta.

Prestasi keilmuan dari mantan Presiden RI ketiga ini adalah mendapat pengakuan di dunia internasional. Mantan Ketua ICMI ini juga menjadi anggota kehormatan berbagai lembaga di bidang dirgantara.

"Pemikiran dan karya Habibie banyak diakui dunia. Dan teknologi Indonesia saat itu sudah cukup maju," ungkap mantan Ketua Serikat Pekerja PT Dirgantara Indonesia, Arif Minardi, ketika dikonfirmasi okezone, Senin (14/6/2010).

Menurut Arif, Habibie setelah dipanggil pulang ke Indonesia tidak hanya mengebangkan sejumlah pesawat terbang, tapi merambah ke pembuatan satelit dan ruang angkasa, serta peluru kendali (rudal).

Kejeniusan dan prestasi inilah yang mengantarkan Habibie diakui lembaga internasional di antaranya, Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l'Air et de l'Espace (Prancis) dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat).

Sementara itu penghargaan bergensi yang pernah diraih Habibie di antaranya, Edward Warner Award dan Award von Karman yang hampir setara dengan Hadiah Nobel. Di dalam negeri, Habibie mendapat penghargaan tertinggi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ganesha Praja Manggala Bhakti Kencana.

Karya:
  1. Vertical Take Off & Landing (VTOL),Pesawat Angkut DO-31
  2. Pesawat Angkut Militer TRANSALL C-130
  3. Hansa Jet 320 (Pesawat Eksekutif)
  4. Airbus A-300 (untuk 300 penumpang)
  5. CN - 235
  6. N-250
  7. Secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam menghitung dan mendesain, Helikopter BO-105, Multi Role Combat Aircraft (MRCA), serta beberapa proyek rudal dan satelit.


Sumber : Okezone.com


Selengkapnya....