Anda orang Indonesia? Bila iya, apa yang menjadi kebanggaan Anda sebagai warga negara Indonesia? Mungkin akan sedikit bingung untuk menjawabnya. Banyak yang berkata negeri ini melimpah akan kekayaan alam, termasuk pendapat yang menyebut orang Indonesia dikenal ramah.
Tapi nyatanya ada pula sebagian orang yang kesal dengan bangsa ini utamanya pemerintah. Persoalan korupsi, kesejahteraan yang timpang dan kinerja pemerintah yang kerap disebut "pas-pas-an" kian menjadi cibiran masyarakat.
Kendati begitu, kita patut berbangga dengan Indonesia. Prestasi sejumlah anak bangsa di kancah Internasional buktinya. Sebut saja, Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal BJ Habibie. Presiden RI ke-3 ini punya prestasi gemilang di bidang transportasi yakni pesawat udara.
BJ Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936. Anak ke-4 dari delapan bersaudara ini memulai bangku kuliahnya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia kemudian melanjutkan pendidikannya ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955.
Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude. Selepas itu, Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg, sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang (1965-1969) dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973).
Kembali ke Indonesia, Habibie pun menyumbangkan ilmu yang dimiliki untuk kemajuan teknologi bangsa ini. Berdasarkan data dari sejumlah artikel media massa, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) pada 11 Oktober 1985. IPTN kemudian diresktrukturisasi menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI).
Habibie dalam skala internasional terlibat dalam berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali dan satelit.
Kejeniusan Habibie juga dibuktikan ketika menemukan teori-yang disebut dunia internasional sebagai teori-krack progression. Teori ini menemukan perhitungan titik rawan kelelahan badan pesawat.
Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat.
Ketika menyentuh landasan, sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin ini menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan (krack). Titik rambat tersebut semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang.
Habibie-lah yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik krack (keretakan) itu bekerja. Dengan teori ini industri pembuat pesawat bisa mengerjakan badan pesawat dengan perhitungan yang lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.
Atas berbagai prestasinya, Habibie mendapat ganjaran dengan sejumlah penghargaan di antaranya bidang kedirgantaraan, Theodhore van Karman Award, yang dianugerahkan oleh International Council for Aeronautical Sciences.
Sumber : Okezone
Share On Facebook
Kendati begitu, kita patut berbangga dengan Indonesia. Prestasi sejumlah anak bangsa di kancah Internasional buktinya. Sebut saja, Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal BJ Habibie. Presiden RI ke-3 ini punya prestasi gemilang di bidang transportasi yakni pesawat udara.
BJ Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936. Anak ke-4 dari delapan bersaudara ini memulai bangku kuliahnya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia kemudian melanjutkan pendidikannya ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955.
Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude. Selepas itu, Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg, sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang (1965-1969) dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973).
Kembali ke Indonesia, Habibie pun menyumbangkan ilmu yang dimiliki untuk kemajuan teknologi bangsa ini. Berdasarkan data dari sejumlah artikel media massa, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) pada 11 Oktober 1985. IPTN kemudian diresktrukturisasi menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI).
Habibie dalam skala internasional terlibat dalam berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali dan satelit.
Kejeniusan Habibie juga dibuktikan ketika menemukan teori-yang disebut dunia internasional sebagai teori-krack progression. Teori ini menemukan perhitungan titik rawan kelelahan badan pesawat.
Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat.
Ketika menyentuh landasan, sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin ini menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan (krack). Titik rambat tersebut semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang.
Habibie-lah yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik krack (keretakan) itu bekerja. Dengan teori ini industri pembuat pesawat bisa mengerjakan badan pesawat dengan perhitungan yang lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.
Atas berbagai prestasinya, Habibie mendapat ganjaran dengan sejumlah penghargaan di antaranya bidang kedirgantaraan, Theodhore van Karman Award, yang dianugerahkan oleh International Council for Aeronautical Sciences.
Sumber : Okezone
Share On Facebook
Tidak ada komentar:
Posting Komentar