Cari di Blog ini

Translate

Gunakan Ctrl+F untuk mencari kata dalam halaman ini

Jumat, 25 Juni 2010

BJ Habibie, Si Jenius yang Terbang Tinggi

Anda orang Indonesia? Bila iya, apa yang menjadi kebanggaan Anda sebagai warga negara Indonesia? Mungkin akan sedikit bingung untuk menjawabnya. Banyak yang berkata negeri ini melimpah akan kekayaan alam, termasuk pendapat yang menyebut orang Indonesia dikenal ramah.

Tapi nyatanya ada pula sebagian orang yang kesal dengan bangsa ini utamanya pemerintah. Persoalan korupsi, kesejahteraan yang timpang dan kinerja pemerintah yang kerap disebut "pas-pas-an" kian menjadi cibiran masyarakat.


Kendati begitu, kita patut berbangga dengan Indonesia. Prestasi sejumlah anak bangsa di kancah Internasional buktinya. Sebut saja, Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal BJ Habibie. Presiden RI ke-3 ini punya prestasi gemilang di bidang transportasi yakni pesawat udara.


BJ Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936. Anak ke-4 dari delapan bersaudara ini memulai bangku kuliahnya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia kemudian melanjutkan pendidikannya ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955.


Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude. Selepas itu, Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg, sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang (1965-1969) dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973).


Kembali ke Indonesia, Habibie pun menyumbangkan ilmu yang dimiliki untuk kemajuan teknologi bangsa ini. Berdasarkan data dari sejumlah artikel media massa, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) pada 11 Oktober 1985. IPTN kemudian diresktrukturisasi menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI).


Habibie dalam skala internasional terlibat dalam berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali dan satelit.


Kejeniusan Habibie juga dibuktikan ketika menemukan teori-yang disebut dunia internasional sebagai teori-krack progression. Teori ini menemukan perhitungan titik rawan kelelahan badan pesawat.


Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat.


Ketika menyentuh landasan, sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin ini menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan (krack). Titik rambat tersebut semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang.


Habibie-lah yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik krack (keretakan) itu bekerja. Dengan teori ini industri pembuat pesawat bisa mengerjakan badan pesawat dengan perhitungan yang lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.


Atas berbagai prestasinya, Habibie mendapat ganjaran dengan sejumlah penghargaan di antaranya bidang kedirgantaraan, Theodhore van Karman Award, yang dianugerahkan oleh International Council for Aeronautical Sciences.


Sumber : Okezone


Share On Facebook


Selengkapnya....

Dakwah vs Menakut-nakuti

Oleh: KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus)


Seorang kawan budayawan dari satu daerah di Jawa Tengah yang biasanya hanya SMS-an dengan saya, tiba-tiba siang itu menelpon. Dengan nada khawatir, dia melaporkan kondisi kemasyarakatan dan keagamaan di kampungnya.

Keluhnya antara lain,“Kalau ada kekerasan di Jakarta oleh kelompok warga yang mengaku muslim terhadap saudara-saudaranya sebangsa yang mereka anggap kurang menghargai Islam, mungkin itu politis masalahnya. Tapi ini di kampung, Gus, sudah ada kelompok yang sikapnya seperti paling Islam sendiri. Mereka dengan semangat jihad, memaksakan pahamnya ke masyarakat. Sasarannya jamaah-jamaah di masjid dan surau. Rakyat pada takut. Bahkan, na’udzu billah, Gus, saking takutnya ada yang sampai keluar dari Islam. Ini bagaimana? Harus ada yang mengawani masyarakat, Gus. NU dan Muhammadiyah kok diam saja ya?”


Kondisi yang dilaporkan kawan saya itu bukanlah satu-satunya laporan yang saya terima. Ya, akhir-akhir ini sikap perilaku keberagamaan yang keras model zaman Jahiliyah semakin merebak. Hujjah-nya, tidak tanggung-tanggung seperti membela Islam, menegakkan syariat, amar makruf nahi munkar, memurnikan agama, dsb. Cirinya yang menonjol : sikap merasa benar sendiri dan karenanya bila bicara suka menghina dan melecehkan mereka yang tidak sepaham. Suka memaksa dan bertindak keras dan kasar kepada golongan lain yang mereka anggap sesat. Seandainya kita tidak melihat mereka berpakaian Arab dan sering meneriakkan “Allahu Akbar!”, kita sulit mengatakan mereka itu orang-orang Islam. Apalagi bila kita sudah mengenal pemimpin tertinggi dan panutan kaum muslimin, Nabi Muhmmad SAW.


Seperti kita ketahui, Nabi kita yang diutus Allah menyampaikan firman-Nya kepada hamba-hamba-Nya, adalah contoh manusia paling manusia. Manusia yang mengerti manusia dan memanusiakan manusia. Rasulullah SAW seperti bisa dengan mudah kita kenal melalui sirah dan sejarah kehidupannya, adalah pribadi yang sangat lembut, ramah dan menarik. Diam dan bicaranya menyejukkan dan menyenangkan. Beliau tidak pernah bertindak atau berbicara kasar.


Sahabat Anas r.a yang lama melayani Rasulullah SAW, seperti diriwayatkan imam Bukhari, menuturkan bahwa Rasulullah SAW bukanlah pencaci, bukan orang yang suka mencela, dan bukan orang yang kasar.


Sementara menurut riwayat Imam Turmudzi, dari sahabat Abu Hurairah r.a: Rasulullah SAW pribadinya tidak kasar, tidak keji, dan tidak suka berteriak-teriak di pasar.


Ini sesuai dengan firman Allah sendiri kepada Rasulullah SAW di Q. 3: 159, “Fabima rahmatin minallaahi linta lahum walau kunta fazhzhan ghaliizhalqalbi lanfadhdhuu min haulika …” , Maka disebabkan rahmat dari Alllah, kamu lemah lembut kepada mereka. Seandainya kamu berperangai keras berhati kasar, niscaya mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…”


Jadi, kita tidak bisa mengerti bila ada umat Nabi Muhammad SAW, berlaku kasar, keras dan kejam. Ataukah mereka tidak mengenal pemimpin agung mereka yang begitu berbudi, lemah- lembut dan menyenangkan; atau mereka mempunyai panutan lain dengan doktrin lain.


Atau mungkin sikap mereka yang demikian itu merupakan reaksi belaka dari kezaliman Amerika dan Yahudi/Israel. Kalau memang ya, bukankah kitab suci kita al-Quran sudah mewanti-wanti, berpesan dengan sangat agar kita tidak terseret oleh kebencian kita kepada suatu kaum untuk berlaku tidak adil. “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penegak-penegak kebenaran karena Allah (bukan karena yang lain-lain!), menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah; adil itu lebih dekat kepada takwa dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Baca Q. 5: 9).


Hampir semua orang Islam mengetahui bahwa Rasulullah SAW diutus utamanya untuk menyempurnakan budi pekerti. Karena itu, Rasulullah SAW sendiri budi pekertinya sangat luhur (Q. 68: 4). Mencontohkan dan mengajarkan keluhuran budi. Sehingga semua orang tertarik . Ini sekaligus merupakan pelaksanaan perintah Allah untuk berdakwah. Berdakwah adalah menarik orang bukan membuat orang lari. (Baca lagi Q. 3: 159!). Bagaimana orang tertarik dengan agama yang dai-dainya sangar dan bertindak kasar tidak berbudi?


Melihat perilaku mereka yang bicara kasar dan tengik, bertindak brutal sewenang-wenang sambil membawa-bawa simbol-simbol Islam, saya kadang-kadang curiga, jangan-jangan mereka ini antek-antek Yahudi yang ditugasi mencemarkan agama Islam dengan berkedok Islam. Kalau tidak, bagaimana ada orang Islam, apalagi sudah dipanggil ustadz, begitu bodoh: tidak bisa membedakan antara dakwah yang mengajak orang dengan menakut-nakuti yang membuat orang lari. Bagaimana mengajak orang mengikuti Rasulullah SAW dengan sikap dan kelakuan yang berlawanan dengan sikap dan perilaku Rasulullah SAW?



KH. Dr. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.


Sumber : pratikno.ananto@gmail.com


Share On Facebook


Selengkapnya....

Salah Anggapan

Oleh: KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus)


Kalau saya, misalnya, disuruh mengajar kitab Sullam Safiinah atau A-Jurumiyah kepada anak-anak santri atau mengimami salat di mushalla, insya Allah saya bisa. Atau sekedar secara global mengamarmakruf-nahimunkari orang-orang yang saya cintai, saya insya Allah juga bisa. Tapi kalau saya disuruh memimpin dan menata suatu organisasi, lebih-lebih organisasi politik, atau menjadi manager perusahaan, terus terang saya tidak mampu. Saya tidak punya keahlian untuk itu. Saya tidak pernah belajar managemen dan administrasi. Bahkan sekolah formal yang sampai tamat, hanya Sekolah Rayat (sekarang SD).

Dawuh yang disampaikan almarhum ayah saya, "Maa halaka umru-un 'arafa qadrahu" (Tak akan rusak orang yang tahu batas kemampuannya) , rupanya sangat membekas, karena selalu saya ingat-ingat; terutama pada saat saya dihadapkan kepada suatu tugas atau tanggung jawab.. Ketika saya akan direkrut KBRI di Saudi Arabia untuk menjadi pegawai musim haji, misalnya, meskipun saya kepingin sekali (karena hanya dengan menjadi pegawai musim, waktu itu, saya bisa menunaikan ibadah haji), saya tidak buru-buru menerimanya, tapi saya tanyakan dulu kepada yang berwenang, apa tugas-tugas saya. Saya khawatir saya diberi tugas yang di luar kebisaan saya.



Ketika kawan-kawan mendaftarkan saya untuk menjadi calon anggota DPD, yang pertama-tama saya tanyakan juga tentang tugas-tugas DPD. Karena terdesak jadwal KPU, kawan-kawan bilang yang penting daftar dulu. Dan baru setelah mendaftar, saya diberitahu rincian tugas-tugas DPD. Ketika saya tahu tugas-tugasnya, saya pun mengundurkan diri. Saya takut –kalau saya tetap mencalonkan diri—bukan hanya diri saya yang akan kapiran, tapi bisa-bisa juga orang banyak dan bahkan mungkin negara ikut kena dampaknya. Bukankah Nabi Muhammad SAW telah bersabda: Idzaa wussidal amru ilaa ghairi ahlihi fantazhiris saa'ah"?! (Apabila urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, tunggulah kiamatnya)



Waktu berdirinya PKB dan Muktamarnya yang pertama di Surabaya , banyak sekali tokoh yang mendorong-dorong saya dan mencalonkan saya sebagai Ketua Umum, termasuk Gus Dur sendiri. Tapi saya tahu sesuatu yang orang lain tidak begitu tahu, yaitu kemampuan saya. Saya tidak punya keahlian untuk memimpin organisasi politik. Dari pada ngrusak dandanan, lebih baik saya tolak. Kekecewaan orang karena gagal mencalonkan saya, tidak seberapa dibandingkan dengan kekecewaan yang pasti terjadi bila saya menerima jabatan itu.



Di NU, saya sering dikritik sebagai orang yang hanya bisa mengkritik tapi lari bila diserahi tanggung jawab sendiri. Kritikan ini benar sekali. Kalau mau analog yang agak gagah, saya ini ibaratnya kritikus sastra. Saya bisa menunjukkan puisi ini atau prosa itu istimewa atau banyak kekurangannya, tapi saya sendiri tak bisa membuat puisi atau prosa yang baik. Di NU, saya memang hanya membaca Khitthah NU dan perilaku para pendiri dan pendahulu-pendahulu NU. Tapi pengetahuan tentang hal ini adalah satu hal dan pengetahuan tentang memimpin organisasi ada hal yang lain.



Tapi bukan berarti saya tidak pernah tergoda oleh suatu jabatan yang disodorkan kepada saya. Misalnya ketika banyak kiai dan tokoh ramai berkehendak mencalonkan saya menjadi ketua umum NU di Muktamar Lirboyo dan di Donohudan, terbentik juga angan-angan, wah bila aku turuti kehendak mereka dan saya benar-benar menjadi ketua umum NU, bagaimana ya rasanya menjadi pemimpin berjuta umat. Saya bisa mengendalikan banyak orang. Pikiran-pikiran saya akan dapat saya implementasikan dalam program-program dan kegiatan-kegiatan organisasi. Saya bisa ini, bisa itu.Wah. Tapi alhamdulillah, setiap kali godaan angan-angan tentang hal-hal yang bersifat gengsi dan prestise itu, dapat dikalahkan oleh kesadaran akan keterbatasan kemampuan saya dan sabda Nabi tersebut.



Orang lain sering hanya melihat tampakan luar yang acap kali menipu. Orang yang dilihat mempunyai satu-dua keahlian, celakanya, lalu dianggap ahli dalam semua hal. Dan kenyataan membuktikan memang banyak juga orang yang senang dianggap ahli dalam banyak hal dan berusaha memperteguh anggapan itu. Ada semacam kecenderungan umum menganggap seorang tokoh yang dikenal memiliki kemampuan di satu bidang, dianggap memiliki keahlian di berbagai atau bahkan di semua bidang. Seorang profesor misalnya, tanpa peduli profesor di bidang apa, dianggap sebagai profesor serba bidang, ahli apa saja. Seorang ahli pidato dianggap sebagai orang yang pasti mampu melaksanakan semua yang dipidatokan.Seorang yang berhasil memimpin majlis taklim, dianggap pasti mampu juga menjadi memimpin daerah, menjadi bupati. Demikian seterusnya. Dan tak jarang yang bersangkutan justru senyum-senyum berusaha meyakinkan kebenaran anggapan yang mustahil itu.



Kalau berhenti pada anggapan saja, mungkin tidak mengapa. Tapi kalau kemudian hal itu dijadikan dasar dan pertimbangan untuk merekrut atau mendudukkan "tokoh-tokoh anggapan" itu dalam jabatan-jabatan yang di luar keahlian mereka yang sebenarnya, insya Allah tinggal menunggu saja datangnya kiamat.



.Saya tak tahu mengapa, melihat kasus Mulyana W. Kusuma dan Said Aqil H. Munawar, saya kok lalu menulis tentang diri saya seperti ini. Jangan-jangan di lubuk hati saya, memang ada sebersit anggapan bahwa mereka adalah korban dari salahanggapan-salahanggapan yang meruyak di negeri ini.



KH. Dr. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.


Sumber : pratikno.ananto@gmail.com


Share On Facebook


Selengkapnya....

Ulama dan Kyai

Oleh: KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus)


Boleh jadi pengaruh dan penyerapan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia tak kalah banyak daripada sumbangan bahasa asing lain, terutama bahasa Inggris. Kita melihat banyak sekali kosa kata kita yang merupakan serapan dari -atau "rakitan" dengan bahan baku- bahasa Arab.

Contoh paling mencolok adalah istilah-istilah yang digunakan untuk lembaga-lembaga legislatif kita. Majelis Permusyawaratan Rakyat, misalnya, berasal dari kata Arab majlis, musyawarah, dan raa'iyah. Dewan Perwakilan Rakyat dari diiwaan, wakiil, dan ra'iyah. Dewan Perwakilan Daerah pun demikian. Kata daerah diambil dari daairah.


Bahasa Arab juga banyak menyerap bahasa asing, namun galibnya terbatas pada istilah-istilah baru yang tak ada di Arab. Misalnya, kata sijarah dari cigarette, telefuun dari telephone, telefeziyuun dari television, dan dimukrathiyah dari demokrasi. Kata-kata seperti itu mereka sebut mu'arrab, yang diarabkan.


Berbeda dari kata-kata mu'arrab yang umumnya terbatas pada istilah-istilah baru yang memang tidak ada dalam kamus Arab. Kata-kata Arab yang diindonesiakan sering mengalami pergesaran dari makna aslinya atau sengaja diberi muatan makna lain karena tidak tahu atau karena kepentingan tertentu.


Ada beberapa istilah yang diambil dari bahasa Arab itu yang kemudian rancu atau dirancukan orang dengan istilah asli dari sononya. Istilah ulama yang sudah mengindonesia dirancukan dengan 'ulamaa yang masih asli Arab. Di Arab, kata 'ulamaa adalah bentuk jamak dari 'aalim/aliim, berasal dari 'alima-ya'lamu yang berarti mengetahui. 'Ilmu = pengetahuan dan 'aalim/'aliim = orang yang berpengetahuan. Jadi, 'ulamaa adalah orang-orang yang berpengetahuan.


Karena itu, dalam bahasa Arab, orang-orang semacam Isaac Newton hingga Habibie kita yang ahli pesawat terbang termasuk golongan 'ulamaa. Jadi, bukan hanya tokoh-tokoh yang seperti para sahabat dan para mujtahid yang bukan saja ahli dalam ilmu ke-Ilahi-an, tapi juga dalam amaliah. Meskipun, lazimnya istilah 'ulamaa memang dimaksudkan untuk yang terakhir ini (dan yang sejenis itu pada zaman ini, tampaknya, stock-nya sudah habis).


Setelah ditaklukkan (ini istilah Rendra) ke dalam bahasa Indonesia menjadi ulama, bentuknya berubah tak lagi jamak, tapi mufrad, satu. Jadi, sebagai orang Indonesia , Anda bisa dan sah, misalnya, mengatakan "Seorang ulama besar" atau "Wahai para ulama!". Ulama dalam bahasa Indonesia memang berarti seorang yang ahli dalam pengetahuan agama Islam (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kita tahu, tidak semua amaliah orang yang ahli dalam sesuatu bidang pengetahuan bersangkut-paut dengan pengetahuannya. Ada ahli hukum yang tidak menghargai hukum, ada dokter hewan yang tidak pernah menyentuh hewan, ada ahli jiwa yang sakit jiwa, dan sebagainya.


Demikian pula dengan ulama, ahli agama Islam, juga ada -kalau tidak banyak- yang amaliahnya tidak atau kurang Islami. Apalagi, kita tahu sendiri, pengetahuan agama di kita masih belum terlalu beranjak dari simbol-simbol belaka (Majelis Ulama Indonesia saja masih lebih sibuk ngurusi label halal dan logo kaset musik daripada ikut ngurusi koruptor serta tindakan arogansi, misalnya. Padahal, korupsi jauh lebih menjijikkan daripada minyak babi dan arogansi. Atau, takabur jauh lebih gawat akibatnya daripada logo kaset).


Yang berbeda dari istilah ulama adalah istilah kiai. Istilah kiai adalah istilah budaya (Jawa), bukan terjemahan dari ulama. Orang Jawa mempunyai kebiasaan menyebut kiai kepada apa atau siapa saja yang mereka hormati, bahkan mereka keramatkan. Kiai Nagasasra dan Sabuk Inten adalah benda. Kiai Slamet adalah hewan. Para pendiri NU yang umumnya dari Jawa menamakan jam'iyah mereka dengan Nahdlatul Ulama. Saya kira, itu karena mereka tidak menemukan padanan kata kiai, lalu mengambil yang agak mirip. Karena pada waktu itu peran kiai -yang relatif cukup menguasai ajaran Nabi Muhammad SAW- memang sejauh mungkin meniru peran para sahabat, tabi'iin, dan para mujtahid, terutama di dalam ri'aayatul ummah, mengawani umat; melihat umat dengan kacamata kasih saying. Menolong mereka yang perlu ditolong, mengajar mereka yang tidak tahu, mengingatkan mereka yang lupa, dan seterusnya. Dan, itu mereka lakukan tanpa pamrih, kecuali rida Allah.


Jadi, kiai -yang kemudian disinonimkan dengan ulama- adalah istilah yang diberikan masyarakat atau menurut istilah Arief Budiman: produk masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, istilah itu semakin meruwetkan ketika kemudian masyarakat tidak lagi bisa "memonopoli" dalam "memproduksi" kiai. Kata Arief Budiman, pemerintah juga bisa memproduksi kiai/ulama. Pers juga bisa. Dan, saya menambahkan, ada kiai/ulama produk partai dan produk sendiri. Yang terakhir itu cukup dengan modal -selain aksesori seperti kopiah, serban, dan tasbih- punya sedikit kemampuan akting, punya hafalan beberapa ayat dan satu-dua hadis, syukur sedikit-sedikit bisa ndukun. []



KH. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.

Sumber : pratikno.ananto@gmail.com

Share On Facebook


Selengkapnya....

Anatomi Sebuah Pendapat

Oleh: KH. Abdurrahman Wahid


Masyarakat sering beranggapan salah tentang sebuah keputusan hukum Islam (fiqh). Kesalahan itu dapat dilihat baik dalam hal kedudukannya dalam pandangan seorang muslim, maupun dalam hal-hal lain. Hal ini ternyata dari kasus mayat-mayat yang bergelimpangan setelah musibah gempa bumi dan gelombang Tsunami, yang terjadi di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), 26 Desember 2004 yang lalu. Kedua bencana alam tersebut, telah mengakibatkan korban jiwa lebih dari seratus ribu, dan banyak lagi yang dibawa ombak laut dan kemudian mayat mereka terapung-apung di lautan. Bahkan ditakutkan, mayat-mayat terapung itu 'masuk' ke Selat Malaka dan lebih ditakutkan lagi terbawa gelombang air hingga ke laut Jawa, untuk kemudian terdampar di pantai utara pulau tersebut. Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi, karena akibat-akibat psikologis yang ditimbulkannya. Kalau meminjam istilah, yang secara lisan digunakan oleh budayawan Emha Ainun Nadjib dalam sebuah siaran radio niaga, itu akan mengakibatkan sebuah rumor, sas-sus dan mistik, dan trauma yang diakibatkannya akan menjadi sangat dahsyat.

Penulis menggunakan istilah pendapat, dan bukanya fatwa fiqh, karena memang penggunaan istilah itu harus ditata dengan baik, karena selama ini masyarakat memakainya secara serampangan. Ambil contoh, sebelum menyampaikan sebuah pengajian secara lisan dimuka umum sering disebutkan oleh pembawa acara, penulis diminta/diharapkan menyampaikan fatwa mengenai hal-hal tertentu.


Seperti halnya fatwa hukum yang hanya dapat dibuat/ dikeluarkan Mahkamah Agung, dalam membuat sebuah keputusan fiqh harus ada kejelasan mengenai siapa yang diperkenankan membuat/ mengeluarkan sebuah fatwa fiqh, diluar itu tidak diperkenankan/ diperbolehkan keluarnya fatwa tersebut. Ini perlu diphami oleh kita semua untuk mencegah kerancuan pemakaian istilah tersebut lebih lanjut guna untuk keperluan kita sendiri. Karena kurang telitinya masyarakat dalam menggunakan istilah tersebut akibatnya dapat menjadi fatal. Sekarang ini kerancauan yang ditimbulkannya itu telah mencapai akibat-akibat terlebih jauh.


Hal pertama yang harus diingat, fatwa fiqh adalah sebuah proses hokum yang merupakan sebagian dari pembentukan pendapat di kalangan mereka yang sadar, bahwa sebuah hukum fiqh tentang sesuatu persoalan diperlukan. Oleh mereka yang sadar, pada saat ini fiqh hanya mempunyai kedudukan tidak formal. Karena hanya hukum nasional yang mempunyai kedudukan formal, maka hukum fiqh atas sesuatu hal hanya berfungsi moral. Tetapi, minimal fungsi moral itu akan mempunyai pengaruh pada
pembentukan sebuah keputusan hukum nasional termasuk di dalamnya (keputusan fatwa hukum) oleh Mahkamah Agung. Karena itulah, penggunaan fatwa fiqh itu sendiri haruslah diatur dengan sebenar-benarnya, kerancuan yang diakibatkan oleh salah penggunaannya, juga akan mengakibatkan 'kesalahan-kesalahan' teknis dalam pembentukan sebuah keputusan hukum nasional, termasuk fatwa hukum.


Hal inilah yang harus dihindari, jika kita menginginkan sebuah proses sehat dalam pembentukan hukum nasional kita, dalam jangka panjang, karena hal itu banyak menyangkut pembentukan pendapat dalam kehidupan kita sebagai bangsa dimasa depan. Hal kedua yang harus diingat, tidak semua orang dapat mengeluarkan/membuat fatwa Fiqh. Orang harus mencapai tingkat tertentu, untuk menjadi pembuat fatwa fiqh. Orang itu adalah ahl al-fatwa, yang dalam bahasa kita dapat saja digunakan istilah 'pembuat fatwa fiqh'. Tidak setiap orang ahli agama dapat membuat fatwa fiqh. Penulis sendiripun tidak, karena saya tidak mempunyai 'keahlian yang diperlukan' untuk itu Dalam hal ini, apa yang penulis sampaikan, hanya merupakan "pendapat fiqh" (ara' al-fiqh). Karena itu, penulis gunakan istilah pendapat sebagai judul tulisan ini, untuk menghindarkan kerancuan penggunaan istilah lebih jauh.


Banyak dokter bertanya kepada penulis, apakah yang harus dilakukan dengan mayat-mayat orang mati yang bergelimpangan lebih dari seratus ribu orang di Propinsi NAD? Kalau dibiarkan menunggu di kuburkan secara masal, atau dalam bahasa medis disebut sebagai evakuasi, maka mayat-mayat tersebut akan membusuk dan menimbulkan wabah/epidemic berukuran massif. Setelah sehari semalam "didiamkan saja" hal itu, barulah pada tanggal 1 Januari 2005 malam hari penulis mengemukakan di hadapan sejumlah orang wartawan (termasuk dari TV7 dan TransTV), bahwa dalam pendapat saya mayat-mayat yang bergelimpangan di propinsi NAD itu, yang diakibatkan oleh gempa bumi dan gelombang tsunami boleh dapat dibakar. Pada hari yang sama, Kyai Ma'ruf Amin Ketua Lajnah Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan pendapat pribadi, sebaiknya mayat-mayat itu dikuburkan secara masal saja. Tentu saja pendapatnya itu juga sempat menimbulkan kebingungan, karena dianggap sebagai fatwa fiqh dari MUI.


Dua pendapat yang saling berbeda, kalau tidak boleh dikatakan saling bertentangan, dianggap sebagai dua fatwa. Padahal, kedua hal itu hanyalah merupakan pendapat saja. Sebagai sebuah pendapat fiqh, kedua-duanya hanya memiliki status non fatwa. Kita tunggu saja hasil pertemuan lajnah (lembaga atau badan) fatwa, baik dari MUI maupun dari berbagai gerakan Islam di Indonesia. Baru setelah itu, jika memang diperlukan, dapat dikeluarkan fatwa hukum oleh Mahkamah Agung. Menurut pandangan penulis, kita tidak memerlukan fatwa hukum dalam hal ini, kecuali jika nantinya ada 'akibat-akibat hukum' tentang harta yang ditinggalkan dan sebagainya.


Ada empat buah 'ketentuan' dari pendapat fiqh itu yang diikuti penulis yaitu satu hadits Nabi Muhammad SAW, dan tiga kaidah dari khazanah fiqh formal yang berjiwa tradisional.


Ucapan Nabi Muhammad SAW itu adalah "Jika persoalan diserahkan kepada orang yang bukan ahli, tunggu saja hari kiamat " (Idza wusida al-amru illaa-ghairi ahlihi fantazhiri al-sha'ah). Di samping itu, dalil yang digunakan adalah ketiga kaidah fiqh berikut: Pertama, "Sebuah kebutuhan dapat saja dianggap sebagai keadaan darurat (al hajatu tanzilu manzila al darurahM), kemudian "Keadaan darurat dapat memperkenankan hal-hal yang terlarang (al-dharurah tubihu al mahdzurah) dan "Mencegah kerusakan diutamakan dari/atas tindakan membawa kebaikan" (dar-ul mafasid muqaddam 'ala jabb al mashalih). Dengan berpedoman kepada berbagai rumusan tersebut, disusunlah argumentasi yang digunakan untuk mendukung pendapat fiqh dalam kasus ini.


Sebuah contoh yang sempurna dapat dikemukakan di sini. Ketika Kyai Abdullah Faqih dari Langitan (Tuban) mem'fatwakan', bahwa seorang wanita tidak seharusnya menjadi Presiden/Bupati/Walikota beberapa bulan yang lalu. Hal itu pernah dikemukakannya kepada penulis ketika Mu'awanah, dikenal dengan sebuatan Ibu Anna, akan dicalonkan PKB menjadi Bupati Bojonegoro, dan ketika Megawati Soekarnoputri dicalonkan menjadi Presiden RI. Penulis kemudian menjawab pertanyaan wartawan di Surabaya, bahwa itu bukanlah kampanye untuk/ terhadap siapapun, melainkan sebuah fatwa fiqh. Memang fatwa fiqh dapat saja diberikan oleh orang-orang yang telah memenuhi persyaratan untuk itu, dan Kyai Faqih adalah salah seorang diantara sedikit manusia Indonesia yang memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut. Penulis sendiri tentu berbeda dalam pendapatnya tentang hal itu. Ketika ditanya apa penulis menjawab nanti saja setelah pemilu, sehingga tidak terlibat dalam pro dan kontra tentang hal itu.


Tentu saja, banyak hal dalam kehidupan ini yang dapat saja difatwakan secara fiqh. Di negeri-negeri yang memiliki kehidupan mapan di bidang hukum agama, tiap negara memiliki seorang pemberi fatwa fiqh yang bergelar Mufti (pemberi fatwa). Ia diangkat oleh pemerintah, dan menetapkan beberapa hal yang menjadi kewenangannya, seperti menetapkan permulaan puasa dan hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Seharusnya di negeri kita juga ada muftinya, dan ia-lah yang menjadi rujukan pemerintah dalam hal-hal tersebut. Namun, karena Indonesia bukanlah negara agama, maka dengan sengaja kedudukan itu tidak diadakan. Sebagai gantinya, ditetapkanlah Menteri Agama, yang antara lain berfungsi sebagai Mufti. Seharusnya, ia menetapkan permulaan puasa, jatuhnya hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, sehingga ada pegangan kita. Tetapi, karena adanya "pertentangan" antara golongan tradisional melawan kaum pembaharu di negeri kita, maka akhirnya masing-masing membuat keputusan sendiri. Akankah kita terus demikian?


Jakarta, 5 Januari 2005

Sumber : pratikno.ananto@gmail.com

Share On Facebook


Selengkapnya....

Jumat, 18 Juni 2010

Balada Gadis Berjilbab Dengan Pakaian Membungkus Ketat


Ini merupakan Note dari Ustadz Vicky Robbieyanto di Facebook. Saya sangat tertarik dengan tulisan Balada Gadis Berjilbab Dengan Pakaian Membungkus Ketat ini. Setelah saya membaca, saya menyadari di sekitar kita memang banyak perempuan yang memakai jilbab tapi pakaian yang dikenakan sangat ketat hingga tampak sexy dan membuat lelaki yang melihatnya (maaf) terangsang atau istilah lainnya (maaf) nafsu.

Berikut adalah isi dari tulisan Balada Gadis Berjilbab Dengan Pakaian Membungkus Ketat :

Bismillahi Nawaitu Lilahi ta'ala......

“Saiki soyo montok e, Joe.”
“Bajigur, bokonge apik tenan!”
“Opo sok dirempon karo bojone sing saiki?”
“Masih dengan style-nya, jilbab dan baju ketat.”
Atau yang baru aja kudengar tadi siang, “Mau aku ketemu *****, tapi kok kethoke saiki cara berpakaiannya rodo medeni, Cah.”

Yo’a, yang di atas itu cuma pembuka. Kalo aku nggak ngobrol sama seorang temenku waktu di lab inovasi siang tadi, mungkin aja tulisan ini nggak bakal pernah ada. Jadi intinya, kalimat di atas itu adalah kalimat yang paling sering kudengar dari anak-anak Ilkomp sejak setahun terakhir ini. Obyeknya apalagi kalo bukan tentang gaya berpakaian seseorang yang dulu pernah akrab sama aku. Biasanya kalo aku nerima komentar semacam di atas, maka aku cuma menjawab, “Wah, mbuh yo. Mbiyen pas karo aku biasa wae, kok. Ra tau nggatekke, Dab” atau dengan nada guyon tapi kepengen aku bakalan ngomong, “Omongi wae, entuk salam seko aku. Bilang, bocahe ta’enteni neng kamar.”

Dan selanjutnya maka komentarku bakal dibalas, “Gayane… Ra kelingan jaman semono,” atau juga, “Rupamu, Joe. Koyo wani-wanio wae.” (Mohon maaf, bagi yang tidak menguasai J2SE, J2ME, JDK, ataupun Javascript, maka tidak bakal mengerti isi dialog di atas.)

Balik ke judul. Ini sebenernya bukan pengen mendiskreditkan seseorang. Sebenernya malah aku sudah prihatin sama hal yang kayak gitu sejak dulu. Tapi ya gimana ya, wajar kan kalo kekritisan seseorang itu baru muncul ketika sesuatu yang (sempat) dimiliki terusik keberadaannya? Alasan lainnya, lama-lama ya aku bosen juga ndengerin komentar-komentar buat seseorang yang sudah nggak ada hubungannya sama aku. Kayaknya memang sudah saatnya aku merilis pendapatku tentang hal ini kepada publik. Alhasil, kalo waktu dulu, ngeliat orang lain yang kayak gitu aku cuma bisa senyum-senyum ngenyek. “Sido ora e?” Begitulah komentarku dalam hati kalo boleh mengutip istilahnya Topik, temen KKN-ku yang kebetulan anaknya Warek UGM.

Jilbab, tapi pakaiannya ketat, celana model hipster (kadang kalo lagi mbungkuk cawetnya sampe keliatan), menonjolkan lekuk-lekuk tubuh yang bisa dibanggakan, kayaknya jadi makin sering aja kuliat di sepanjang keramaian Jogja. Prihatin sekaligus dongkol aja ngeliatnya. Mbak-mbaknya ini sebenernya ngerti esensi dari perintah berjilbab atau enggak, tho?

Aku sering sinis aja kalo ngeliat cewek-cewek yang kayak gitu (dan celakanya aku jadi tambah sering sinis akhir-akhir ini). Dalam pandanganku aku berpikir, “Halah, Mbak… Nek pengen pamer bodi mbok mending ra sah nganggo jilbab, opo sisan wae udo. Mbangane ngisin-ngisini Islam.” Jujur, aku berpendapat kalo hal-hal yang mereka lakukan itu memperkeruh citra agama Islam.

Aku berpendapat lebih baik mereka-mereka yang nggak berjilbab tapi kelakuannya baik. Lebih baik nggak berjilbab daripada berjilbab tapi pamer bodi. Lha piye, menurutku esensi berjilbab itu untuk menjaga pandangan kaum pria, untuk mencegah wanita dilecehkan dan dijadikan obyek seksual kaum pria. Nah, kalo berjilbab tapi pakaiannya tetap ketat dan menonjolkan lekuk-lekuk tubuh yang khusus dipunyai oleh seorang wanita, ya tetap aja jadi obyek seksual!

Aku nggak tau kalo temen-temenku cowok yang lain gimana. Tapi aku sendiri, aku hampir nggak pernah terangsang sama cewek hanya karena masalah rambut (secara kasat mata, jilbab cuma terlihat menutupi rambut dan leher, kan?). Aku jauh lebih sering terangsang kalo ngeliat cewek yang bodinya mbentuk, mencetak bagian-bagian khusus milik wanita sampai menonjol, nggak peduli dia pake jilbab atau enggak, dan aku pikir mungkin aja temen-temen cowokku yang lain juga kayak gitu. Gampangannya, dibanding cewek nggak berjilbab tapi pakaiannya nggak ngepress, aku lebih terangsang sama cewek berjilbab yang pakaiannya ngepress! (Jangan tuduh aku mesum. Aku cuma bicara realita aja.)

Ini permasalahan umat, menurutku. Apa gunanya mereka berjilbab tapi nggak paham tentang esensi dari berjilbab itu sendiri? Bagiku, jauh lebih mulia mereka yang tidak berjilbab dalam masalah ini.

Mungkin ada yang berpendapat cara berpikirku salah. Fine, nggak pa-pa. Aku sendiri pendukung setia kebebasan berpendapat. Karena aku pernah membaca sebuah pendapat tentang Jilbab Hati vs Jilbab Fisik. Di situ ditulis, lebih baik jilbab fisik duluan ketimbang jilbab hati. Penulisnya bilang, jilbab fisik itu lebih mudah, maka dahulukanlah yang mudah, setelah itu baru pikirkan tentang jilbab hati. Karena juga, siapa yang bisa menjamin umur manusia? Takutnya, ketika jilbab hati belum sanggup dipakai dan jilbab fisik juga belum dikenakan, kita terlanjur dipanggil sama Pemilik Nyawa kita. Nah, kalo gitu takutnya dosa kita jadi dobel. Jilbab hati enggak, jilbab fisik juga belum.

Yup, betul! Tapi entar dulu, kita nggak bisa menggeneralisir semua masalah. Bahkan dalam hal apapun kita tetap perlu melihat dari banyak sudut pandang. Masih banyak yang perlu dikaji lebih dalam dari masalah ini. Bukan sekedar mana yang lebih gampang.

Liat dulu apa motivasi seseorang dalam memakai jilbab. Kalo memang motivasinya bener-bener buat memperbaiki diri, bolehlah pake jilbabnya bertahap: fisik dulu, terus lama-lama levelnya makin meningkat sampe ke jilbab hati.

Tapi kalo motivasinya lain, ya nanti dulu. Sedikit cerita aja dalam kasusku ^_^, dulu si ***** jilbabannya juga bisa dibilang biasa-biasa aja. Pakaiannya nggak ngepress. Normal. Bukan gara-gara dia dulu pernah deket sama aku kalo aku bilang dulu caranya dia berjilbab sangat serasi. Tapi lama kelamaan, lhadalhah…, kok bukannya makin baik, malah sekarang jadi suka menonjolkan lekuk-lekuk tubuhnya (dan jujur ta’akui kalo dia dulu kurus, nggak semontok sekarang).

Mungkin normal kalo dia pengen jadi pusat perhatian cowok-cowok sekarang. Aku pun juga gitu, kok. Masih seneng kalo jadi pusat perhatian cewek-cewek. Cuma ya, akhirnya aku mendefinisikan kalo dia nggak paham atas esensi berjilbab itu sendiri. Atau malah aku jadi meragukan motivasinya berjilbab dulu. Lha gimana, lha wong bukannya makin baik malah makin “binal”! Gimana mau menjaga pandangannya cowok-cowok kalo gitu? Yang ada ya dia malah dapet komentar-komentar kayak di atas tadi. Dan aku nggak tau, apakah dia justru bangga dapet komentar-komentar kayak di atas itu?

Nah, inilah dia. Ini Jogja, Dab! Kota pelajar. Karena sebutan kota pelajar itu akhirnya banyak orangtua yang merelakan anaknya merantau ke Jogja buat nuntut ilmu. Di lain pihak, selain menuntut ilmu, si anak kadang-kadang jadi ngerasa lepas dari pengawasan. Berbuat seenaknya. Toh nggak ada yang ngawasin ini. Nggak ada yang cerewet dan nggak ada yang tau kalo dia mau ngapain.

Buat yang dasar agamanya kurang bagus, jadinya sulit membedakan mana yang sebenernya boleh mana yang nggak. Atau boleh jadi malah keenakan terus ketagihan ngelakuin hal yang sebenernya nggak boleh dilakuin. Lha iya, mana ada dosa yang nggak enak?

Sekali lagi ini Jogja, Dab. Aku akuin, kadang-kadang aku masih terlibat dengan dunia malam. Lebih jujur lagi, aku ngelakuin itu pada dasarnya cuma penasaran sama apa yang membuat mereka ketagihan dengan dunia malam, selain nggak pengen dibilang ndesit ^_^

Dan ternyata aku memang bertemu dengan bermacam-macam karakter setelah kenalan dengan mereka-mereka yang lebih dulu terlibat di situ. Yang aku tau, ada yang kalo siang kita bakal nemuin dia berjilbab dan bertatus sebagai mahasiswi tukang nyembuhin orang sealmamater dengan aku, tapi ketika malam jangan heran kalo kita nemuin dia pake rok mini banget dan tanktop di Hugo’s atau TJ’s. Jangan bertambah heran juga kalo dia pernah ngadain private party di rumahnya dengan tamu yang semuanya cowok sedangkan dia cewek satu-satunya. Lagi-lagi jangan heran kalo dia bilang alasannya berjilbab sekedar, “Ya, biar aku nggak dinilai anak nakal aja di kampus.” Atau oknum lain yang pernah hampir berhasil menjebak aku di kamar kosnya (Astaghfirullah!) dengan entengnya bilang sambil senyum-senyum nakal, “(Jilbab) Ini cuma buat nutupin cupang, kok.”

Masih banyak contoh yang lainnya lagi. Dan inilah realita lain dari motivasi seorang cewek untuk berjilbab! Tentang pendapat Jilbab Hati vs Jilbab Fisik tadi, aku nggak tau mana yang harusnya lebih dulu dilakukan dan mana yang lebih mulia. Aku nggak berhak nge-judge seseorang bener atau salah. Biar Tuhanku yang nentuin. Dia lebih tau. Maka kalo aku pribadi disuruh milih mana yang lebih baik, sebagai seorang manusia yang sudah diberi hak prerogatif oleh Tuhan untuk memilih, aku bakal lebih milih cewek nggak berjilbab tapi kelakuannya nggak minus daripada cewek berjilbab tapi dengan entengnya ngajak aku tidur dalam keadaan setengah mabuk.

Yang jelas, sekarang aku sudah cukup tenang dengan seorang gadis berjilbab di dekatku. Dan, Insya Allah, dia benar-benar berjilbab.....


Tubuh Di Jilbab, Hati Telanjang......

Beberapa waktu lalu, dalam suatu pengajian saya dan rekan-rekan pengajian melakukan perdebatan panjang tentang Jilbab, dan prilaku pemakainya, yang saya sebut dalam hal ini adalah "Tubuh berjilbab Hati Telanjang" Kenapa saya menulis seperti itu, karena kita bisa lihat pada kenyataan sehari-hari, banyak Wanita Muslim yang memakai jilbab masih berkelakuan layaknya masyarakat umum. hal itu dapat kita lihat dari Pemakaian jilbab, tetapi busana yang dikenakan membentuk lekuk tubuhnya, atau yang berjilbab tapi masih pegangan tangan dengan pria yang bukah muhrimnya atau Bahkan ada fenomena yang menurut saya sangat menghina Agama Islam, yaitu banyaknya Wanita berjilbab yang terjerembab dalam Sebuah Zina.(EA)

Menurut wikipedia Kata jilbab (bahasa arab: جلباب ) di Indonesia merujuk pada jenis pakaian berupa penutup kepala dari helaian kain, atau sering juga disebut dengan kerudung atau tudung . Pengertian ini sebenarnya salah kaprah dan hanya berlaku di Indonesia. Di negeri Islam lainnya , jilbab lebih merujuk pada pakaian terusan panjang menutupi seluruh badan kecuali tangan, kaki dan wajah yang biasa dikenakan oleh para wanita muslim. Penggunaan jenis pakaian ini terkait dengan tuntunan ajaran Islam untuk menggunakan pakaian yang menutup aurat atau dikenal dengan istilah hijab. Sementara kerudung sendiri di dalam Al Qur'an disebut dengan istilah khumur, sebagaimana terdapat pada surat An Nuur ayat 31 : "Hendaklah mereka menutupkan khumur (kerudung-nya) ke dadanya."

Menurut Muhammad Nashiruddin Al-Albany kriteria jilbab yang benar harus menutup seluruh badan, kecuali wajah dan dua telapak , jilbab bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum, tidak menyerupai pakaian kaum pria atau pakaian wanita-wanita kafir dan bukan merupakan pakaian untuk mencari popularitas.

Pendapat yang sama sebagaimana dituturkan Ikrimah, jilbab itu menutup bagian leher dan mengulur ke bawah menutupi tubuhnya,sementara bagian di atasnya ditutup dengan khimâr (kerudung) yang juga diwajibkan (QS an-Nur [24]: 31).

Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian. (HR Muslim)

Ketika jilbab hanya menjadi tren busana. inilah yang disebut berpakaian tapi telanjang. hijab yang benar adalah menutupi semua aurat tubuh (baik kulit maupun lekuk tubuh) kecuali wajah dan telapak tangan. Kalau anda mengenakan jilbab itu berarti menutup segalanya tidak cuma menutup aurat aja, tapi juga tingkah laku harus direm. Rasanya ngga pantas wanita yang memakai jilbab tapi masih suka tertawa terbahak-bahak, masih suka berpelukan di muka umum, masih suka berpakaian yang super ketat entah itu baju atau celana panjangnya....kamu juga lihat sendiri kan salah kaprah pemakaian jilbab dikalangan wanita muda.(EA)

Saat ini wanita muslim kadang Enggan menggunkan jilbab dengan alasan sebagai berikut:

  • Kesiapan mental untuk meninggalkan pola hidup saat ini
    Banyak yang merasa belum siap secara mental & hati nuraninya untuk memakai jilbab. Kita tahu sendiri gimana era globalisasi begitu kuat mempengaruhi pola pikir, tingkah laku, dan busana apalagi kaum wanita begitu banyak godaannya, baju yang stretch, rok mini, celana seksi, model rambut yang ada-ada aja. Keinginan untuk ikut mengenakan semua itu sangat kuat, sebagian besar ya pengaruh lingkungan & teman-teman kalau tidak mengikuti dibilang ketinggalan jaman. bukan berarti mereka itu ngga ngerti agama loh,malah banyak juga yang agamanya lumayan bagus tapimasih merasa belum siap...masih berupa niat aja.
  • Takut dengan respons lingkungan
    Ini juga banyak yang jadi kendala, seringkali lingkungan menganggap wanita berjilbab itu ngga oke diajak ngobrol soal segala macam, ngga bisa bergaul. Padahal belum tentu yach. Trus kalo berbuat salah sedikit langsung jadi pusat perhatian, Nah ini dia banyak yang belum siap untuk selalu bersikap sempurna...tuntutan ini dari lingkungan terasa besarnya.
  • Masalah kepraktisan
    Sudah jadi rahasia umum baju muslim berjilbab itu harganya lumayan mahal. Namanya wanita apalagi yang modern tetap ingin tampil cantik walaupun berjilbab...tapi banyak juga yang merasa ngga praktis untuk selalu pakai lengan panjang atau rok panjang. Tapi belakangan ini alhamdulillah sebenarnya mulai banyak mode pakaian yang sederhana tapi tetap bisa dipadupadankan dengan jilbab. Untuk ke kantorpun sebenarnya sudah banyak kelonggaran sekarang ini.

Sebagian wanita yang menggunakan jilbab hanya karena sekedar disuruh atau diwajibkan oleh orang tua, tempat belajar atau tempatnya bekerja. Jika telah keluar dari 'aturan' itu, maka lepas pula jilbab yang menutupi kepalanya. Mungkin karena itulah kain-kain itu tidak menutup secara benar kepala dan dada mereka. Sebagian lagi, memakai jilbab karena pada saat itu, jilbab terasa pas untuk dipakai dan lebih menimbulkan kesan 'gaya' dan kereligiusan agama. Apalagi jika diberi pernak-pernik di sana-sini. Jilbab yang seharusnya menutup keindahan wanita tersebut malah justru menambah keindahan itu sendiri. Ditambah lagi kesan agamis yang terasa nyaman di hati. "Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu serta para wanita kaum beriman agar mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka mudah dikenal dan tidak diganggu orang. AllAh Maha pengampun lagi Maha penyayang." (Al Ahzab: 59)

Saya hanya berharap bahwa Wanita muslim dapat segera mengaplikasikan pemakaian jilbab sebab jilbab menjadi identitas utama bagi muslimah. Di mana pun anda berada bila anda mengenakan jilbab, kita dikenali sebagai muslimah. Dan setelah anda menjilbabkan Tubuh Anda, Kaum muslimah juga wajib menjilbabkan Hatinya dengan tidak lagi Berpeganagn atau tidak lagi berpelukan Dengan yang bukan Mahramnya., bahkan marak beredar rekaman Video Orang berjilbab melakukan Hubunga Seks(EA).

Helvy Tiana Rosa mengatakan: "jilbab bukan menjadi satu-satunya indikator ketakwaan Seseorang. Tetapi jilbab menjadi salah satu realisasi amaliyah dari keimanan kita" kerudung = penutup kepala, jilbab = penutup aurat. Semoga semua wanita muslim yang berjilbab dapat menjaga hati dan perbuatan. Karena anda selain membalutkan jilbab ke tubuh anda, anda juga harus membalutkan jilbab ke hati anda. (EA)

Karya Erwin Arianto

Semoga Bermanfaat...

vicky
Halaqah Sirrul Barokah

Sumber : SatchDesign, Erwin, Ustadz Vicky Robbieyanto


Share On Facebook

Selengkapnya....

Cara Cepat Mengetik 10 Jari


Setiap hari kita selalu berhadapan dengan yang nama nya komputer untuk mengetik ataupun untuk bermain.. dan sering kali kita menggunakan keyboard untuk berbagai hal. Misalnya untuk menulis surat, menulis nama, chatingan.. ataupun yang laen.. tapi sadarkah bahwa jari yang di pakai untuk mengetik itu selalu sama dan biasanya orang hanya menggunakan 7 jari saja untuk mengetik cepat.. Sebagai bukti aku yakin teman2 pasti jarang bahkan tidak pernah menggunakan jempol untuk mengetik padahal jempol akan sangat berguna jika di fungsikan dengan tepat dan sepuluh jari kita mempunyai tugas nya masing2 untuk mengetik.

Pertama untuk mahir mengetik 10 jari, terlebih dahulu kita harus tahu posisi jari yang tepat. Lihat gambar dibawah ini :

Tangan Kiri

Jari Kelingking :
Baris Pertama = ‘ dan 1
Baris Kedua = Tab dan Q
Baris Ketiga = Capslock dan A
Baris Keempat = Shift kiri dan Z
Baris Kelima = Ctrl dan Windows

Jari Manis :
Baris Pertama = 2
Baris Kedua = W
Baris Ketiga = S
Baris Keempat = X

Jari Tengah :
Baris Pertama = 3
Baris Kedua = E
Baris Ketiga = D
Baris Keempat = C

Jari Telunjuk :
Baris Pertama = 4 dan 5
Baris Kedua = R dan T
Baris Ketiga = F dan G
Baris Keempat = V dan B

Ibu Jari :
Baris Kelima = Alt kiri dan Spasi

Tangan kanan

Ibu Jari :
Baris Kelima = Alt kanan dan Spasi

Jari Telunjuk :
Baris Pertama = 6 dan 7
Baris Kedua = Y dan U
Baris Ketiga = H dan J
Baris Keempat = N dan M

Jari Tengah :
Baris Pertama = 8
Baris Kedua = I
Baris Ketiga = K
Baris Keempat = ,

Jari Manis :
Baris Pertama = 9
Baris Kedua = O
Baris Ketiga = L
Baris Keempat = .
Jari Kelingking :
Baris Pertama = 0, -, = dan BackSpace
Baris Kedua = P, [ dan ]
Baris Ketiga = , ;, ‘ dan Enter
Baris Keempat = / dan shift kanan.

Coba saja mengetik asal-asalan untuk membiasakan diri dengan posisi jari tersebut. Jika sudah terbiasa dengan posisi jari tersebut, anda dapat meningkatkan skill anda dengan mengecek speed mengetik pada situs mengetik cepat.

Sumber : Huteri, WAHW33D


Share On Facebook

Selengkapnya....

Perbedaan Gendam Dan Hipnotis


Terminologi ilmu gendam di dalam cerita pewayangan ada dalam kisah Dewi Kunthi. Disebutkan bahwa oleh gurunya Dewi Kunthi diberi ajian gendam. Jika manteranya dirapal, siapapun yang dikehendaki bahkan dewa sekali pun dapat dipanggil ke hadapan si pemilik gendam dan menuruti kehendaknya.

Dengan berbekal ajian ini, Dewi Kunthi akhirnya dapat memanggil dewa-dewa yang kemudian memberikan ia putera yang diberi nama Pandawa Lima . Tetapi ilmu gendam bukan hanya ada dalam cerita pewayangan saja. Ilmu ini ada dan bisa dipelajari. Pada dasarnya, ilmu gendam adalah ilmu olah kebatinan yang digunakan untuk memanipulasi kehendak orang lain.


Berbeda dengan hypnotis yang mengandalkan kekuatan konsentrasi dan kerjasama dari yang ingin di hypnotis, gendam mendayagunakan kekuatan batin spiritual seseorang melalui rapalan mantera yang sebenarnya hanya untuk memperkuat niat yang dimilikinya.


Kekuatan sebenarnya ada pada olah kebatinannya disertai keyakinan yang kuat sehingga tercipta energi dahsyat yang dapat memanipulasi kehendak orang yang menjadi sasaran gendamnya.

Dalam kasus kejahatan, gendam digunakan untuk memanipulasi kehendak korban sehingga ia tidak melawan dan menuruti kemauan penggendam dalam waktu seketika. Ada pemaksaan kehendak, beda dengan hypnotis yang didahului dengan jalinan komunikasi dua arah dan membutuhkan proses yang tidak seketika.

Untuk menguasai ilmu gendam dibutuhkan laku atau persyaratan yang harus dilalui, yakni melalui tahapan puasa, melakukan napak tilas disebuah petilasan untuk mendapatkan energy kekuatan dan akhirnya mendapatkan rapalan dari orang yang mengajarkan ilmu gendam itu.


Ilmu gendam bukanlah ilmu hitam. Ia akan menjadi ilmu kejahatan jika digunakan untuk tindakan yang dilarang agama. Pada pengobatan alternatif, gendam bisa digunakan pada situasi dimana pasien mustahil untuk diobati dalam keadaan sadar, misalnya pasien depresi berat yang selalu mengamuk. Setelah digendam, syaraf kesadarannya menjadi lemah. Dalam kondisi tersebut pasien seperti ini mulai dapat diterapi.

Positip atau negatifnya suatu ilmu semua kembali berpulang kepada moral dan akhlak dari orang yang memiliki kempampuan ilmu gendam atau ilmu hypnotis.

Apabila ilmu ini digunakan untuk melakukan kebaikan terhadap orang lain maka ilmu ini menjadi positip dan bila ilmu ini digunakan untuk merugikan orang lain maka ilmu ini akan menjadi negatif.


Sumber :
Rakyat Merdeka
WAHW33D

Share On Facebook

Selengkapnya....

Kloning Harddisk di Ubuntu 10


Beberapa waktu yang lalu aku mau kloning harddisk yang berisi Server Repo Ubuntu 10.04. Awalnya coba googling dan cari software-software kloning. Berhasil menemukan HDClone dan DiskCopy, namun setelah dicoba ternyata GAGAL TOTAL. Padahal aku udah nunggu lama proses pengkloningan menggunakan HDClone. Setelah ditunggu 5 Jam......yaaaa....ternyata tidak berhasil....padahal proses kloningnya meyakinkan lho, tidak ada warning error apapun.

Beberapa hari berikutnya aku mencoba menggunakan Norton Ghost, ternyata gagal juga. Ada warning bahwa drive tidak unomunt secara sempurna. Aku coba unoumnt di ubuntu-nya masih tetap sama. Pikirku walah ini paling2 alasan Norton Ghost yang tidak mampu mengkloning Server Repo Ubuntu 10.04.


Setelah mencoba berbagai macam cara dengan berbagai macam software seperti Norton Ghost, HDClone, DiskCopy, yang semuanya gagal, aku googling lagi dan menemukan sebuah postingan berbahasa Inggris di situs www.linux.com yang berjudul Clone your Ubuntu installation onto a new hard disk yang ditulis oleh Keir Thomas, aku coba......dan.....BERHASIIILLLL.....ALHAMDULILLAH...ucapan terima kasih untuk Mr. Keir Thomas.

Pengkloningan ini menggunakan software ddrescue yang berjalan di ubuntu. Berikut adalah langkah-langkahnya :
  • Awalnya aku hapus semua partisi di harddisk tujuan
  • Install dulu ddrescue dengan mengetikkan perintah sudo apt-get install gddrescue
  • Kemudian check harddisk dengan mengetikkan perintah di terminal sudo fdisk -l
  • Hasil dari perintah di atas akan tampil ada dua harddisk yaitu /dev/sda (harddisk pertama yang jadi sumber atau source) dan /dev/sdb (harddisk kedua yang jadi tujuan atau destination dalam hal ini harddisk kedua ini masih kosong)
  • Mulai proses pengkloningan dengan mengetikkan perintah sudo ddrescue -v /dev/sda /dev/sdb
  • Terlihat progress pengkloningan....tunggu sampai selesai...membutuhkan waktu satu jam atau lebih tergantung isi harddisk yang dikloning dan juga prosesor yang digunakan
  • Jika sudah selesai...shutdown komputer, lepas harddisk sumber dan booting dari harddisk hasil kloningan untuk memastikan bahwa proses mengklong domba dolly harddisk sudah berhasil...hehehe...jadi ingat waktu ada kloning domba neehh....prikitiew.....sleketheb....


Jika sudah selesai dan berhasil mendapatkan harddisk yang isinya sama, matikan komputer untuk menghemat listrik, nyalakan TV dan lihat pertandingan sepakbola piala dunia antara Jerman melawan Serbia...pastikan Jerman menang 5-0....Kalau punya uang receh bisa dikasihkan ke Prancis buat uang saku yang mungkin sudah berkemas-kemas meninggalkan Afsel.....wkwkwkwk.....Piss....


Selain berterima kasih kepada Mr. Keir Thomas, saya juga berterima kasih kepada Pak Agus, Cece Maureen dan juga Arie yang telah banyak membantu selama ini. Semoga kalian semua tercapai apa yang dicita-citakan. Amien.


Buat Pak Agus, semoga Indonesia bisa masuk piala dunia entah tahun 2014, 2018, 2022, 2026, 2030, atau kapan pun lah yang penting bisa masuk tipi...hehehe....


Share On Facebook

Selengkapnya....

Rabu, 16 Juni 2010

5 Tahun Sejarah Perjalanan YouTube


Situs video online populer YouTube memasuki tahun kelima pekan ini. Dalam sejarahnya perjalanan YouTube tidak selalu mulus.
Berikut tonggak terpenting pencapaian YouTube selama lima tahun.

  • Februari 2005 : Pendiri YouTube, Chad Hurley, Steve Chen dan Jawed Karim memulai mengerjakan sebuah situs berbagi video. Mereka bertiga bertemu di PayPal.
  • April 2005 : Pertama upload ke YouTube, video dari Jawed di Kebun Binatang San Diego.
  • Desember 2005 : Peluncuran Resmi 8 juta video disaksikan tiap hari
  • Februari 2006 : 15 juta orang menonton video tiap hari; 20.000 upload tiap hari
  • Mei 2006 : Upload video mobile dirilis
  • Juli 2006 : Sebanyak 65.000 video baru diupload setiap hari, situs video itu dilihat lebih dari 100 juta per hari
  • Agustus 2006 : YouTube meluncurkan konsep iklan pertama, Iklan Video Partisipatif (PVA) dan Saluran Merek
  • Musim gugur 2006 : YouTube berurusan dengan tiga label musik utama (Sony BMG, Warner, Universal)
  • Oktober 2006 : YouTube bermitra dengan jaringan utama CBS mulai menguji Id Konten untuk melindungi materi yang memiliki hak cipta
  • Oktober 2006 : YouTube bermitra dengan Audible Magic menciptakan teknologi identifikasi audio
  • Oktober 2006 : Google mengakuisisi YouTube US$ 1.65 miliar dengan mengatakan pendapatan perusahaan bukan pertimbangan
  • November 2006 : YouTube menanda-tangani kerjasama pertama dengan event olahraga utama NHL
  • Januari 2007 : YouTube diperkirakan mengkonsumsi semua bandwidth internet pada tahun 2000
  • Maret 2007 : Viacom, pemilik MTV dan Nickelodeon, meluncurkan gugatan hukum US$ 1 miliar terhadap Google dan YouTube yang “menunjukkan secara ilegal” acara mereka yang hit. YouTube menegaskan telah mengikuti aturan yang terdapat dalam Digital Millennium Copyright Act
  • Mei 2007 : Premier League mengancam akan mengambil tindakan hukum terhadap YouTube untuk dugaan pelanggaran hak cipta. Lagi-lagi YouTube mengatakan mereka beroperasi dengan menghormati hukum hak cipta.
  • Mei 2007 : YouTube dan EMI bentuk kemitraan
  • May 2008 : Setiap menit ada 13 jam video yang diupload. Majalah Forbes memperkirakan pendapatan YouTube pada US$ 200 juta per tahun
  • Juni 2008 : Integrasi YouTube ke TV Sony Bravia
  • Januari 2009 : Presiden Obama meluncurkan saluran di YouTube
  • Februari 2009 : Paus meluncurkan saluran
  • Mei 2009 : 20 jam video di-upload setiap menit
  • Juli 2009 : Peluncuran 3D
  • Oktober 2009 : Live streaming konser U2
  • Oktober 2009 : Chad Hurley mengungkapkan dalam sebuah blog YouTube telah dilihat lebih dari 1 miliar per hari
  • Maret 2010 : 24 jam video di-upload setiap menit
  • Maret 2010 : YouTube meluncurkan desain baru, desain yang bersih untuk mendorong pemirsa tinggal di situs lebih lama lagi. [inilah]

Selengkapnya....

Kamis, 10 Juni 2010

Mengenang Hadhrotus Syaikh Ahmad Asrori Al-Ishaqy RA

Mursyid Thoriqoh Qodiriyah wan Naqsabandiyah


KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi merupakan putera dari Kyai Utsman Al-Ishaqi. Beliau mengasuh Pondok Pesantren Al-Fithrah Kedinding Surabaya. Kelurahan Kedinding Lor terletak di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. Di atas tanah kurang lebih 3 hektar berdiri Pondok Pesantren Al-Fithrah yang diasuh Kiai Ahmad Asrori, putra Kiai Utsman Al-Ishaqy. Nama Al-Ishaqy dinisbatkan kepada Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri.

KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi merupakan putera dari Kyai Utsman Al-Ishaqi. Beliau mengasuh Pondok Pesantren Al-Fithrah Kedinding Surabaya. Kelurahan Kedinding Lor terletak di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. Di atas tanah kurang lebih 3 hektar berdiri Pondok Pesantren Al-Fithrah yang diasuh Kiai Ahmad Asrori, putra Kiai Utsman Al-Ishaqy. Nama Al-Ishaqy dinisbatkan kepada Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri.

Jika dirunut, Kiai Ahmad Asrori memiliki darah keturunan hingga Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yang ke 38, yakni Ahmad Asrori putra Kiai Utsman Al Ishaqi. Namanya dinisbatkan pada Maulana Ishaq ayah Sunan Giri. Karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri. Kiai Utsman berputra 13 orang.

Berikut silsilahnya :

Ahmad Asrori Al Ishaqi – Muhammad Utsman – Surati – Abdullah – Mbah Deso – Mbah Jarangan – Ki Ageng Mas – Ki Panembahan Bagus – Ki Ageng Pangeran Sedeng Rana – Panembahan Agung Sido Mergi – Pangeran Kawis Guo – Fadlullah Sido Sunan Prapen – Ali Sumodiro – Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri – Maulana Ishaq – Ibrahim Al Akbar – Ali Nurul Alam – Barokat Zainul Alam – Jamaluddin Al Akbar Al Husain – Ahmad Syah Jalalul Amri – Abdullah Khan – Abdul Malik – Alawi – Muhammad Shohib Mirbath – Ali Kholi’ Qasam – Alawi – Muhammad – Alawi – Ubaidillah – Ahmad Al Muhajir – Isa An Naqib Ar Rumi – Muhammad An Naqib – Ali Al Uraidli – Ja’far As Shodiq – Muhammad Al Baqir – Ali Zainal Abidin – Hussain Bin Ali – Ali Bin Abi Thalib / Fathimah Binti Rasulullah SAW.

Semasa hidup, Kiai Utsman adalah mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Dalam dunia Islam, tarekat Naqsyabandiyah dikenal sebagai tarekat yang penting dan memiliki penyebaran paling luas; cabang-cabangnya bisa ditemukan di banyak negeri antara Yugoslavia dan Mesir di belahan barat serta Indonesia dan Cina di belahan timur. Sepeninggal Kiai Utsman tahun 1984, atas penunjukan langsung Kiai Utsman, Kiai Ahmad Asrori meneruskan kedudukan mursyid ayahnya. Ketokohan Kiai Asrori berawal dari sini.

Konon, almarhum KH. Utsman adalah salah satu murid kesayangan KH. Romli Tamim (ayah KH. Musta’in) Rejoso, Jombang, Jawa Timur. Beliau dibaiat sebagai mursyid bersama Kiyai Makki Karangkates Kediri dan Kiai Bahri asal Mojokerto. Kemudian sepeninggal Kiai Musta’in (sekitar tahun 1977), beliau mengadakan kegiatan sendiri di kediamannya Sawah Pulo Surabaya.

Maka, jadilah Sawah Pulo sebagai sentra aktifitas thariqah di kota metropolis di samping Rejoso sendiri dan Cukir Jombang. Sepeninggal Kiai Utsman, tongkat estafet kemursyidan kemudian diberikan kepada putranya, Kiai Minan, sebelum akhirnya ke Kiai Asrori (konon pengalihan tugas ini berdasarkan wasiat Kiai Utsman menjelang wafatnya). Di tangan Kiai Asrori inilah jama’ah yang hadir semakin membludak. Uniknya, sebelum memegang amanah itu, Kiai Asrori memilih membuka lahan baru, yakni di kawasan Kedinding Lor yang masih berupa tambak pada waktu itu.

Dakwahnya dimulai dengan membangun masjid, secara perlahan dari uang yang berhasil dikumpulkan, sedikit demi sedikit tanah milik warga di sekitarnya ia beli, sehingga kini luasnya mencapai 2,5 hektar lebih. Dikisahkan, ada seorang tamu asal Jakarta yang cukup ternama dan kaya raya bersedia membantu pembangunan masjid dan pembebasan lahan sekaligus, tapi Kiai Asrori mencegahnya. “Terima kasih, kasihan orang lain yang mau ikutan menyumbang, pahala itu jangan diambil sendiri, lebih baik dibagi-bagi”, ujarnya.

Kini, di atas lahan seluas 2,5 hektar itu Kiai Asrori mendirikan Pondok Pesantren Al Fithrah dengan ratusan santri putra putri dari berbagai pelosok tanah air. Untuk menampungnya, pihak pesantren mendirikan beberapa bangunan lantai dua untuk asrama putra, ruang belajar mengajar, penginapan tamu, rumah induk dan asrama putri (dalam proses pembangunan) serta bangunan masjid yang cukup besar.

Itulah Kiai Asrori, keberhasilannya boleh jadi karena kepribadiannya yang moderat namun ramah, di samping kapasitas keilmuan tentunya. Murid-muridnya yang telah menyatakan baiat ke Kiai Asrori tidak lagi terbatas kepada masyarakat awam yang telah berusia lanjut saja, akan tetapi telah menembus ke kalangan remaja, eksekutif, birokrat hingga para selebritis ternama. Jama’ahnya tidak lagi terbatas kepada para pecinta thariqah sejak awal, melainkan telah melebar ke komunitas yang pada mulanya justru asing dengan thariqah.

Walaupun tak banyak diliput media massa, namanya tak asing lagi bagi masyarakat thariqah. Namun demikian, sekalipun namanya selalu dielu-elukan banyak orang, dakwahnya sangat menyejukkan hati dan selalu dinanti, Kiai Asrori tetap bersahaja dan ramah, termasuk saat menerima tamu. Beliau adalah sosok yang tidak banyak menuntut pelayanan layaknya orang besar, bahkan terkadang ia sendiri yang menyajikan suguhan untuk tamu.

Tanda tanda menjadi panutan sudah nampak sejak masa mudanya. Masa mudanya dihabiskan untuk menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kala itu Kiai Asrori muda yang badannya kurus karena banyak tirakat dan berambut panjang memiliki geng bernama “orong-orong”, bermakna binatang yang keluarnya malam hari. Jama’ahnya rata-rata anak jalanan alias berandalan yang kemudian diajak mendekatkan diri kepada Allah lewat ibadah pada malam hari. Meski masih muda, Kiai Asrori adalah tokoh yang kharismatik dan disegani berbagai pihak, termasuk para pejabat dari kalangan sipil maupun militer.

Tugas sebagai mursyid dalam usia yang masih muda ternyata bukan perkara mudah. Banyak pengikut Kiai Utsman yang menolak mengakui Kiai Asrori sebagai pengganti yang sah. Sebuah riwayat menceritakan bahwa para penolak itu, pada tanggal 16 Maret 1988 berangkat meninggalkan Surabaya menuju Kebumen untuk melakukan baiat kepada Kiai Sonhaji. Tidak diketahui dengan pasti bagaimana sikap Kiai Asrori terhadap aksi tersebut namun sejarah mencatat bahwa Kiai Arori tak surut. Ia mendirikan pesantren Al-Fithrah di Kedinding Lor, sebuah pesantren dengan sistem klasikal, yang kurikulum pendidikannya menggabungkan pengetahuan umum dan pengajian kitab kuning. Ia juga menggagas Al-Khidmah, sebuah jamaah yang sebagian anggotanya adalah pengamal tarekat Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Jamaah ini menarik karena sifatnya yang inklusif, ia tidak memihak salah satu organisasi sosial manapun.

Meski dihadiri tokoh-tokoh ormas politik dan pejabat negara, majelis-majelis yang diselenggarakan Al-Khidmah berlangsung dalam suasana murni keagamaan tanpa muatan-muatan politis yang membebani. Kiai Asrori seolah menyediakan Al-Khidmah sebagai ruang yang terbuka bagi siapa saja yang ingin menempuh perjalanan mendekat kepada Tuhan tanpa membedakan baju dan kulit luarnya. Pelan tapi pasti organisasi ini mendapatkan banyak pengikut. Saat ini diperkirakan jumlah mereka jutaan orang, tersebar luas di banyak provinsi di Indonesia, hingga Singapura dan Filipina. Dengan kesabaran dan perjuangannya yang luar biasa, Kiai Asrori terbukti mampu meneruskan kemursyidan yang ia dapat dari ayahnya. Bahkan lebih dari itu, ia berhasil mengembangkan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ke suatu posisi yang mungkin tak pernah ia bayangkan.

Kiai Asrori adalah pribadi yang istimewa. Pengetahuan agamanya dalam dan kharisma memancar dari sosoknya yang sederhana. Tutur katanya lembut namun seperti menerobos relung-relung di kedalaman hati pendengarnya. Menurut keluarga dekatnya, sewaktu muda Kiai Asrori telah menunjukkan keistimewaan-keistimewaan.

Mondhoknya tak teratur. Ia belajar di Rejoso satu tahun, di Pare satu tahun, dan di Bendo satu tahun. Di Rejoso ia malah tidak aktif mengikuti kegiatan ngaji. Ketika hal itu dilaporkan kepada pimpinan pondok, Kiai Mustain Romli, ia seperti memaklumi, “biarkan saja, anak macan akhirnya jadi macan juga.” Meskipun belajarnya tidak tertib, yang sangat mengherankan, Kiai Asrori mampu membaca dan mengajarkan kitab Ihya’ Ulum al-Din karya Al-Ghazali dengan baik. Di kalangan pesantren, kepandaian luar biasa yang diperoleh seseorang tanpa melalui proses belajar yang wajar semacam itu sering disebut ilmu ladunni (ilmu yang diperoleh langsung dari Allah SWT). Adakah Kiai Asrori mendapatkan ilmu laduni sepenuhnya adalah rahasia Tuhan, wallahu a’lam. Ayahnya sendiri juga kagum atas kepintaran anaknya. Suatu ketika Kiai Utsman pernah berkata “seandainya saya bukan ayahnya, saya mau kok ngaji kepadanya.” Barangkali itulah yang mendasari Kiai Utsman untuk menunjuk Kiai Asrori (bukan kepada anak-anaknya yang lain yang lebih tua) sebagai penerus kemursyidan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah padahal saat itu Kiai Asrori masih relatif muda, 30 tahun.

Sumber : http://blog.its.ac.id/syafii/2009/08/30/mengenang-kh-ahmad-asrori-ustman-al-ishaqy-sang-mursyid-thoriqoh-qodiriyah-naqsabandiyyah

Hadhrotus Syaikh Ahmad Asrori Al-Ishaqy RA Wafat

Hadhrotus Syaikh Ahmad Asrori Al-Ishaqy RA wafat pada hari Selasa, 26 Sya’ban 1430 H./18 Agustus 2009 pukul 02:20 WIB.

Berita Wafatnya Beliau Dari suaramerdeka.com 19 Agustus 2009 :

Perginya Ulama Apolitis

Pentakziah mengantarkan jenazah KH Asrori ke peristirahatan terakhir

Keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) berduka. Salah satu ulamanya yang bergiat di bidang thoriqoh, KH Asrori Al Ishaqi, Selasa (18/8) dinihari meninggal dunia. Dia dikenal sebagai pemimpin Pondok Assalafi Al Fithrah, di Jalan Kedinding Surabaya Utara.

”Beliau kiai karismatik dan istikamah menjaga amalan warga NU di bidang tasawwuf dengan bergiat di thoriqoh,” kata Rois Syuriah PWNU Jatim, KH Miftakhul Akhyar di Surabaya, kemarin.

Meninggalnya Kiai Asrori sungguh mengagetkan,mengingat usia kiai thoriqoh ini belumlah terlalu tua. Yang bersangkutan dipanggil Yang Maha Kuasa di usia 58 tahun. Kepergiaannya untuk menghadap Sang Khalik membuat ribuan jamaahnya merasakan duka mendalam dan meneteskan air mata. Saat dilangsungkan prosesi pemakaman di komplek pondoknya, umat Islam menyemut dan melantunkan kalimah thoyyibah.

Tak ketinggalan karangan duka cita dari banyak tokoh nasional, Jatim, dan Surabaya dikirimkan ke rumah duka. Di antaranya karangan bunga dari Presiden SBY, Menteri Agama Maftuh Basyuni, Gubernur Jatim Soekarwo, Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Bahrul Alam, Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono, Wakil Wali Kota Surabaya Arief Afandi, dan pejabat lainnya. Gubernur Soekarwo juga bertakziah ke rumah duka di kawasan Kedinding Surabaya.

Siapa KH Asrori Al Ishaqi? Yang bersangkutan dikenal sebagai kiai NU yang istikomah bergerak di bidang sosial kemasyarakatan terkait peran kiai melalui kanal thoriqoh. Kiai Asrori tak tergerus dalam gerakan kemasyarakatan di ranah politik praktis sebelum maupun pascareformasi.

Jamaah thoriqoh terus dibina dan digerakkan ke tataran umat dalam konteks memberikan bekal moral spiritual kepada umat Muhammad SAW. ”Fatwa dan pandangannya sangat dihormati serta dipatuhi umat. NU sangat kehilangan sepeninggal beliau. Dunia thoriqoh terus digeluti dan dijalankan dengan istikomah. Itu salah satu amalan penting NU dan menjadi pembeda NU dengan ormas Islam lainnya,” tambah Kiai Miftakhul.


Anak KH Utsman

Kiai Asrori adalah anak KH Utsman. Aktivitas thoriqoh dijalaninya sepeninggal ayahnya yang juga dikenal sebagai mursyid thoriqoh. Thoriqoh yang dipimpin Kiai Asrori tak terkait dengan kekuatan politik mana pun.


Seperti ditulis dalam disertasi (S3) Machmud Sujuthi (mantan Kepala Kanwil Depag Jatim) yang diterbitkan tahun 2001, pada buku berjudul ”Politik Tharekat”, disebutkan bahwa thoriqoh yang berpusat di Kedinding Surabaya di bawah pimpinan KH Utsman tak berafiliasi dengan kekuatan politik mana pun.

Dalam buku Machmud Sujuthi itu dikatakan bahwa setelah KH Mustain Romli menyatakan merapat dan mendukung Golkar pascapemilu 1971, terjadi pembelahan dunia thoriqoh di lingkungan NU. Ada jamaah thoriqoh Rejoso yang berpusat di Pondok Darul Ulum Rejoso Jombang, dengan tokoh utama KH Mustain Romli dan dekat dengan Golkar.

Di sisi lain, ada thoriqoh Cukir yang berpusat di Pondok Tebuireng Jombang di bawah pimpinan KH Adlan Ali yang lebih dekat kepada Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Thoriqoh Kedinding—istilah di mana pondok KH Utsman dan KH Asrori berlokasi—berada di antara 2 titik thoriqoh yang berbau politik itu. Jamaah Kiai Asrori itu netral secara politik. Tak ada hubungan kultural dan struktural dengan partai mana pun.

”Amalan thoriqoh Kiai Asrori itu sanad-nya sampai Syech Abdul Qodir Jaelani,” jelas Kiai Miftakhul.
Meninggalnya Kiai Asrori merupakan kehilangan besar bagi jamaah thoriqoh di Indonesia dan mancanegara. Selain 1.800 santri yang menetap di Pondok Al Fithrah di Kedinding, hakikatnya Kiai Asrori memiliki jutaan umat dan jamaah setia di Indonesia dan banyak negara lain. Jamaah yang dipimpin Kiai Asrori tersebar hingga ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Hong Kong, Australia, dan banyak negara lain.

Pada acara pemakaman kemarin, banyak di antara jamaah hanyut dalam suasana duka. Mereka melantunkan doa, tahlil, surat yasin, dan bacaan thoyyibah di masjid areal ponpes. Maklum, Kiai Asrori dikenal sebagai pimpinan Thoriqoh Qodiriyyah Wannaqsabandiyah Al Utsmaniyah.

Direktur Pendidikan Pondok Al Fithrah, Wisnubroto menyatakan, Kiai Asrori meninggalkan seorang istri, Hj Sulistyowati, dan 5 anak, yakni Siera Annadia, Sefira Assalafi, Ainul Yaqien, Nurul Yaqien, dan Siela Assabarina.

Kiai Asrori meninggal sekitar pukul 02.00. Sebelumnya, sejak 29 Juli sampai 16 Agustus 2009, sempat menjalani perawatan medis di Graha Amerta RSU dr Soetomo Surabaya. Kiai Asrori mengidap kanker dan komplikasi penyakit lainnya.
Di usia berapa Kiai Asrori meninggal dunia? Berdasar pengakuan salah seorang kerabat yang biasa mengurus paspor, Kiai Asrori memiliki 3 paspor dengan tanggal lahir berbeda. Tapi, diperkirakan yang bersangkutan lahir pada 17 Agustus 1951.(G14-62)


Berita Wafatnya Beliau Dari suarasurabaya.net 18 Agustus 2009, 09:24:55 :

KH. ASRORI Pengasuh Ponpes Al-Fitrah Wafat

KH AHMAD ASRORI AL ISHAQI Pengasuh Ponpes AlFitrah bersama SUSILO BAMBANG YUDHOYONO saat berkunjung ke pesantrennya pada 28 Januari 2009 lalu

KH AHMAD ASRORI AL ISHAQI Pengasuh Ponpes Al Fitrah di Jl. Kedinding Lor, Selasa (18/08) sekitar pukul 02.00 WIB wafat karena sakit. Sejak pagi tadi ribuan warga dari dalam dan luar Surabaya datang melayat, Mereka sudah mulai berdatangan di kawasan pondok pesantren Al-Fitrah.

Jenazah Kyai ASRORI dimakamkan sebelum waktu sholat Dhuhur di lingkungan Pondok Pesantren Kedinding Lor. Pemakaman Kyai Asrori dihadiri Muspida, KH ABDUR RASYID pemimpin pesantren, WISNU BROTO Direktur Pendidikan Pondok Pesantren dan Kombespol RONNIE F SOMPIE Kapolwiltabes Surabaya.

Kompol RAKIDI Kabag Bina Mitra Polres Surabaya Timur waktu dikonfirmasi Suara Surabaya menyatakan siap mengamankan pemakaman Kyai ASRORI dengan menurunkan 1 kompi pasukan. Lalu lintas di sekitar Jl. Kedinding Lor, Pogot, dan Tanah Merah juga akan diamankan untuk proses pemakaman serta lokasi parkir tamu undangan.(gk/edy)

Berita Wafatnya Beliau Dari detik.com Selasa, 18/08/2009 08:28 WIB :

Pengasuh Ponpes Al Fithrah Berpulang


Pengasuh Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah di Kedinding Lor KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi meninggal dunia pukul 02.20 WIB, Selasa (18/8/2009) dini hari tadi.

KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi meninggal dunia karena sakit komplikasi yang dideritanya selama ini. Sebelum meninggal, dia sempat menjalani operasi dan menjalani check up di Singapura.

"Almarhum meninggal kemungkinan besar karena faktor usia dan kelelahan maupun penyakit ginjal yang dideritanya meski sempat menjalani operasi di RS Lafayat Malang," kata salah satu kerabat Djudjuk M Usdek Kariono kepada wartawan di lokasi.

Mendengar kabar jika KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi meninggal dunia, ribuan pelayat langsung mendatangi ponpes yang tidak jauh dari Jembatan Suramadu. Sejak pagi kawasan itu dipenuhi oleh pelayat. Ini berpengaruh pada akses masuk ke jalan itu. Kemacetan pun terasa di Jalan Kenjeran, Rangkah hingga ke Jalan Kedung Cowek. Polisi lalu lintas Surabaya Timur terlihat sibuk mengatur arus lalu lintas.(wln/fat)

Berita Wafatnya Beliau Dari detik.com Selasa, 18/08/2009 11:11 WIB :

Pemakaman KH Asrori Diwarnai Perebutan Keranda

Petakziyah berebut keranda KH Asrori

Prosesi pemakaman Pengasuh Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah di Kedinding Lor KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi diwarnai adu dorong santri dan petakziyah. Mereka berebut agar bisa menyentuh keranda jenazah kiai kharimastik itu.

Para panitia prosesi pemakaman kewalahan menahan aksi saling dorong antara santri dan para pelayat. Panitia meminta kepada santri dan petakziyah untuk kembali duduk sambil membacakan zikir dan tahlil.

Usai disalati, jenazah KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Al Fithrah pada pukul 10.30 WIB, Selasa (18/8/2009).

Ahmad Asrori Al-Ishaqi meninggal dunia pada pukul 02.20 WIB karena sakit komplikasi yang dideritanya selama ini. Dia sempat dioperasi dan menjalani check up di Singapura sebelum meninggal dunia.

"Almarhum meninggal kemungkinan besar karena faktor usia dan kelelahan maupun penyakit ginjal yang dideritanya meski sempat menjalani operasi di RS Lafayat Malang," kata salah satu kerabat Djudjuk M Usdek Kariono kepada wartawan.

Bagi para santri dan petakziyah yang tidak bisa melihat dari dekat proses pemakaman KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi, pihak ponpes menyiapkan beberapa televisi yang ditempatkan di beberapa titik di kompleks ponpes itu.

Sementara Jalan Kedinding Lor ditutup total. Pasalnya jalan itu dipadati oleh para pelayat maupun kendaraan baik roda dua dan roda empat. Bahkan di Jalan Kedung Cowek atau jalan akses menuju Jembatan Suramadu digunakan sebagai parkir kendaraan pelayat.(wln/fat)


Foto-foto pemakaman Beliau dari detik.com :

Mendengar kabar jika KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi meninggal dunia, ribuan pelayat langsung mendatangi ponpes yang tidak jauh dari Jembatan Suramadu, Surabaya.


Presiden SBY tampak mengirimkan karangan bungan tanda duka cita untuk almarhum KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi.


Beberapa karangan bunga lainnya berasal dari Gubernur Jawa Timur, Sekretaris Pemkot Surabaya dan para pengasuh pondok pesantren se Jawa Timur.


Semoga Allah senantiasa mengampuni semua dosanya dan memberikan tempat kepada beliau bersama-sama dengan Rasulullah SAW, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailany, dan para kekasih Allah lainnya. Dan bagi para murid dan penderek beliau semoga kelak juga berkumpul bersama beliau (Yauma Nad'uu kullu unaasin bi imaamihi)....(Amin Amin Amin Ya Rabbal 'Alamin.
Untuk Hadhrotus Syaikh Ahmad Asrori Al-Ishaqy RA, Al-Faatihah....


Share On Facebook

Selengkapnya....

Sayyid Sulaiman, Sidogiri - Pasuruan


Sekitar pertengahan abad ke-16 Masehi tersebutlah seorang pemuda gagah berdarah Arab di tepi barat pulau Jawa, Cirebon. Selama beberapa bulan ia berlayar dari kampung halamannya di negara Yaman.

Saat itu memang sedang gencar-­gencarnya orang-orang Arab berimigrasi ke tanah Jawa. Dan salah satunya adalah kakek Mbah Sayid Sulaiman, pemuda yang disebut di awal tulisan ini. Orang-­orang Arab ini datang dengan maksud bermacam-macam. Ada yang berdakwah untuk menyebarkan agama Islam, ada pula yang berniaga seraya berdakwah.

Pemuda itu bernama Abdurrahman. Ia adalah Sayid keturunan Rasulullah r, bergelar Basyaiban. Basyaiban adalah gelar warga habib keturunan Sayid Abu Bakar Syaiban, seorang ulama terkemuka di Tarim, Hadramaut, yang terkenal alim dan sakti. Sayid Abu Bakar mendapat julukan Syaiban (yang beruban) karena ada kisah unik dibalik julukannya itu. Suatu ketika, Sayid Abu Bakar yang saat itu masih tergolong muda menghilang. Sejak itu ia tidak muncul-muncul. Konon, ia uzlah untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Baru setelah sekitar tiga puluh tahun, Sayid Abu Bakar muncul di Tarim. Ia tetap muda. Tapi aneh, rambutnya putih, tak selembarpun yang hitam. Ia seperti berambut salju. Sejak itulah orang-orang menjulukinya Syaiban (yang beruban).



Abdurrahman masih tergolong cicit dari Sayid Abu Bakar Basyaiban. Ia putra sulung Sayid Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Basyaiban. Lahir pada abad 16 Masehi di Tarim Yaman bagian selatan, perkampungan sejuk di Hadramaut yang masyhur sebagai gudang para wali.



Dalam masa perantauannya ke Nusantara, tepatnya di Pulau Jawa, Sayid Abdurrahman memilih bertempat tinggal di Cirebon, Jawa Barat. Beberapa waktu kemudian, ia mempersunting putri Maulana Sultan Hasanuddin (1570 M). Putri bangsawan itu juga masih keturunan Rasulullah. Ia bernama Syarifah Khadijah, cucu Raden Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.



Dari pasangan dua keturunan Rasulullah ini, lahir tiga orang putra: Sayid Sulaiman, Sayid Abdurrahim (terkenal dengan sebutan Mbah Arif Segoropuro, Segoropuro Pasuruan), dan Sayid Abdul Karim.



Mewarisi ketekunan leluhurnya dalam berdakwah, keluarga ini berjuang keras menyebarkan Islam di Jawa, tak jauh dengan apa yang telah dilakukan oleh Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati, di Cirebon.



Pengaruh dan ketekunan mereka dalam berdakwah membuat penjajah Belanda khawatir. Maka ketika menginjak dewasa, Sayid Sulaiman dibuang oleh mereka. Putra sulung Sayid Abdurrahman ini, kemudian tinggal di Krapyak, Pekalongan, Jawa Tengah. Di Pekalongan, beliau menikah dan mempunyai beberapa orang putra. Empat di antaranya laki-laki, yaitu Hasan, Abdul Wahhab, Muhammad Baqir, dan Ali Akbar.



Dari Pekalongan Sayid Sulaiman berkelana lagi. Kali ini, Solo (Surakarta) menjadi tempat tujuan. Selama tinggal di Solo beliau terkenal sakti. Kesaktiannya yang sudah masyhur itu mengundang rasa iri seorang Raja dari Mataram. Sang Raja ingin membuktikan kesaktian Sayid. Maka diundanglah Sayid ke keraton.



Saat itu di istana sedang berlangsung pesta pernikahan putri bungsu sang Raja. Sayid Sulaiman dipanggil menghadap. Untuk memeriahkan pesta pernikahan putri bungsunya ini, Raja meminta agar Sayid memperagakan pertunjukan yang tak pernah diperagakan oleh siapapun.



“Sulaiman, panjenengan tiyang sakti. Le’ bener-bener sakti, kulo nyuwun tulung gawe’no tanggapan sing ora umum, ora tau ditanggap wong,” pinta Raja Mataram kepada Sayid dengan nada menghina.



Mendengar permintaan Raja yang sinis itu, Sayid meminta pada Raja untuk meletakkan bambu di alas meja, sembari berpesan untuk ditunggu. Sayid Sulaiman lalu pergi ke arah timur. Masyarakat sekitar keraton menunggu kedatangan Sayid demikian lama, namun Sayid belum juga datang. Raja Mataram hilang kesabaran. la marah. la membanting bambu di alas meja itu hingga hancur berkeping-keping. Sesuatu yang ajaib terjadi, kepingan bambu-bambu itu menjelma menjadi hewan bermacam-macam. Raja Mataram tersentak melihat keajaiban ini, barulah ia mengakui kesaktian Sayid Sulaiman.



Raja Mataram kemudian menitahkan beberapa prajuritnya untuk mencari Sayid Sulaiman. Sedang hewan-hewan jelmaan bambu itu terus dipelihara. Hewan-hewan itu ditampung dalam sebuah kebun binatang yang kemudian diberi nama “Sriwedari”. Artinya, “Sri” adalah tempat, sedangkan “Wedari” adalah “wedar sabdane Sayid Sulaiman”. Kebun binatang itu tetap terpelihara. Tak lama berselang, Sriwedari menjadi sebuah taman dan obyek wisata terkenal peninggalan Mataram.



Namun pada tahun 1978, binatang-binatang di Sriwedari dipindah ke kebun binatang Satwataru.



Nyantri di Ampel



Setelah meninggalkan Solo, Mbah Sayid Sulaiman pergi dari Solo ke Surabaya. Untuk sampai ke Surabaya, beliau harus melalui hutan belantara. Tujuan beliau menuju ke Ampel, Surabaya, adalah untuk nyantri (berguru agama) kepada Raden Rahmat atau Sunan Ampel.



Kabar keberadaan Sayid Sulaiman akhirnya sampai ke telinga Raja Mataram. Ia mengirim utusan ke Surabaya untuk memanggilnya. Di antara utusan itu ada Sayid Abdurrahim, adik kandung Sayid Sulaiman sendiri. Sesampainya di Ampel, ia sangat terharu bertemu kembali dengan kakaknya tercinta. Dan akhirnya, ia memutuskan untuk tidak kembali lagi ke Mataram. Ia ingin belajar kepada Sunan Ampel bersama sang kakak.



Pada suatu malam, saat murid-murid Sunan Ampel sudah tertidur pulas, tiba-tiba terdapat dua kilatan sinar menerpa dua orang murid Sunan Ampel yang sedang tidur. Sinar itu berwarna kuning keemasan. Sunan Ampel yang saat itu sedang tidak tidur, menghampiri tempat jatuhnya sinar tadi. Karena keadaan yang gelap, beliau tidak dapat melihat dengan jelas wajah kedua santrinya yang diterpa sinar keemasan ini. Beliau memutuskan untuk mengikat sarung kedua santrinya itu.



Usai salat Subuh, Sunan Ampel bertanya kepada para santrinya, “Siapa yang sarungnya tadi malam terikat?” Mbah Sayid Sulaiman dan Mbah Abdurrahim mengacungkan tangan, Lalu, Sunan Ampel berkata, “Mulai saiki, santriku ojok nyeluk Sulaiman, ojok nyeluk Abdurrahim tok, tapi nyelu’o Mas Sulaiman den Mas Abdurrahim! (Mulai sekarang santriku jangan memanggil Sulaiman dan Abdurrahim saja, tapi panggillah Mas Sulaiman dan Mas Abdurrahim!)”. Panggilan ini menjadi cikal-bakal sebutan “Mas” (semacam “Gus”) oleh santri untuk memanggil keturunan para Masyayikh Sidogiri.



Riwayat belajarnya Sayid Sulaiman ini masih sangat disangsikan. Soalnya, terdapat selisih tahun yang terlalu jauh antara masa hidup Sayid Sulaiman dan Sunan Ampel. Sunan Ampel hidup pada 1401-1481 M (abad 14 M), sedangkan Sayid Sulaiman diperkirakan hidup pada abad 17 M, jadi selisih tiga abad (300 tahun) dengan Sunan Ampel.



Kemungkinan besar, Sayid Sulaiman belajar di Ampel ini tidak pada Sunan Ampel sendiri, tetapi pada generasi-generasi penerus beliau.



Keramat di Pasuruan



Setelah nyantri di Ampel, kakak beradik ini pergi ke Pasuruan untuk nyantri pada Mbah Sholeh Semendi di Segoropuro. Setibanya di Pasuruan, setelah mengungkapkan keinginan untuk menuntut ilmu, mereka diajak mandi di sungai Winongan oleh Mbah Sholeh Semendi. Ketika mereka sedang asyik mandi bersama, tiba-tiba Mbah Semendi hilang, tak lama kemudian, muncul lagi. Kejadian ini terulang sampai dua kali.



Mbah Sulaiman berfirasat bahwa Mbah Sholeh Semendi bermaksud mencoba kesaktiannya bersama adiknya berdua. Mereka berunding, jika nanti Mbah Sholeh sedang mandi, teklek (bakiak zaman dahulu) miliknya dipegang bersama-sama agar Mbah Sholeh tidak bisa menghilang. Maka mereka memegang teklek Mbah Sholeh itu dengan mengerahkan segala kemampuan. Demikian pula Mbah Sholeh. Tapi Mbah Sholeh Semendi tidak bisa menghilang. Akhirnya ia tahu bahwa ia tidak bisa menghilang sebab tekleknya dipegang oleh Sayid Sulaiman dan Sayid Abdurrahim, “Eh, eh, jangan begitu. Lepaskan sandal saya!” pinta Mbah Sholeh. Setelah kejadian itu, Mbah Sholeh mengakui akan kesaktian dua bersaudara itu.



Banyak kisah-kisah luar biasa yang terjadi antara Sayid Sulaiman dan Mbah Sholeh. Di antaranya, pada suatu hari, Mbah Sholeh hendak bepergian. Sebelum pergi, beliau berpesan kepada semua santrinya agar halaman dibersihkan selama kepergiannya. Maka saat beliau berangkat pergi, semua santri Mbah Sholeh melaksanakan kerja bakti, Sayid Sulaiman dan Sayid Abdurrahim turut serta bersama mereka. Lagi-lagi Sayid Sulaiman membuat keajaiban. Ia mencabuti pohon-pohon besar hingga bersih total.



Setiba dari bepergiannya, Mbah Sholeh kaget melihat pohon-pohon besar yang dicabuti sampai bersih. Setelah tahu bahwa yang mencabuti adalah Sayid Sulaiman, Mbah Sholeh memerintahkan agar pohon-pohon itu dikembalikan seperti semula. Subhanallah, dengan izin Allah, pohon-pohon tersebut dapat dikembalikan lagi oleh Mbah Sayid. Sejak kejadian itu, berita tentang kesaktian Mbah Sayid Sulaiman tersiar dari mulut ke mulut di seluruh penjuru Pasuruan.



Setelah ‘mondok di Mbah Sholeh, Sayid Sulaiman tinggal di Kanigoro, Pasuruan. Sehingga beliau mendapat julukan Pangeran Kanigoro. Saat itu, beliau sempat menjadi penasehat Untung Surapati. Untung Surapati adalah tokoh terkemuka Pasuruan. Ia tercatat sebagai pahlawan yang berjasa mengusir penjajah Belanda dari Nusantara di Pasuruan.



Berita tentang kesaktian Sayid Sulaiman juga terdengar oleh Raja Keraton Pasuruan. Raja Pasuruan ini tidak percaya tentang kesaktiannya. Ia sering kali melecehkan kesaktian Mbah Sayid. Sampai suatu ketika Putri Keraton yang sedang berjalan-jalan keliling kota hilang. Kusir dan kereta kuda yang dipakai oleh sang Putri juga ikut raib. Sang Raja menjadi sedih bermuram durja.



Diadakanlah sayembara: Bagi yang menemukan sang Putri, akan mendapat hadiah yang amat besar. Tapi malang, tidak ada satu orang pun yang berhasil menemukan sang Putri. Sang Putri seperti lenyap ditelan bumi. Hati Raja semakin bersedih dan putus asa.



Akhirnya, ia meminta bantuan kepada Sayid Sulaiman yang sebelumnya sering ia hina. Di hadapan Sang Raja, Mbah Sulaiman memasukkan tangannya ke dalam saku. Tak berapa lama kemudian, beliau melemparkan sesuatu dari dalam sakunya ke halaman. Luar biasa! Dengan izin Allah, sang Putri muncul bersama kereta dan kusirnya di halaman Keraton. Konon, ia dibawa lari jin ke alam gaib.



Melihat putrinya kembali, hati Raja berbunga-bunga. Ia gembira alang-kepalang dan meminta agar Sayid Sulaiman menikahi putrinya itu sebagai tanda ucapan terima kasih atas jasanya. Namun Mbah Sayid menolak. Beliau memilih kembali ke Kanigoro.



Tak lama kemudian, Sayid Sulaiman diambil menantu oleh gurunya, Mbah Sholeh Semendi. Semula, beliau menolak, tetapi akhirnya menerima permintaan gurunya itu. Beliau menikahi putri Mbah Sholeh yang kedua. Sedangkan adiknya, Mbah Abdurrahim, mempersunting putri Mbah Sholeh yang pertama, kakaknya istri Mbah Sulaiman.



Mbah Abdurrahim tinggal di Segoropuro, Pasuruan, sampai meninggal dunia. Orang-orang mengenalnya dengan panggilan Mbah Arif Segoropuro. Sedangkan Mbah Abdul Karim, adik Sayid Sulaiman yang kedua, wafat di Surabaya dan dimakamkan di komplek pemakaman Sunan Ampel.



Selain beristri putri Mbah Sholeh, Sayid Sulaiman juga mempunyai istri dari Malang. Dari istrinya dari Malang ini beliau mempunyai putra bernama Hazam.



Kembali ke Cirebon



Setelah hari pernikahan, Mbah Sulaiman kembali ke Cirebon, Jawa Barat, tempat di mana ia lahir dan menghabiskan masa kanak-kanaknya bersama ayah dan ibu tercinta. Tapi pada saat itu, suasana di Banten dan Cirebon sedang ricuh disebabkan terjadinya pertikaian antara Sultan Agung Tirtayasa dengan putranya sendiri, Sultan Haji, yang terjadi berkisar pada tahun 1681-1683. Maka sejak tahun 1681, Sultan Agung Tirtayasa aktif melakukan penyerangan terhadap putranya ini. Pemicu pertikaian yang berlangsung sampai tiga tahun ini adalah pemihakan Sultan Haji pada Belanda.



Melihat hal ini, Mbah Sulaiman memutuskan untuk kembali lagi ke Pasuruan. Beliau kembali menetap di Kanigoro, sebuah dusun di desa Gambir Kuning.



Di Gambir Kuning beliau mendirikan dua buah masjid unik. Bahan bangunannya seperti kayu usuk, Belandar, ring, dan lain-lain hanya diambilkan dari kayu satu pohon terbesar di hutan Kejayan. Pohon besar itu adalah pemberian dari kepala hutan Kerajaan Untung Surapati Pasuruan. Karena ukuran pohon itu sangat besar, disediakanlah 40 ekor sapi untuk menariknya ke lokasi pembangunan masjid, tapi sapi-sapi itu tidak kuat membawanya. Tapi aneh, keesokan harinya kayu-kayu itu sudah ada di lokasi pembangunan. Konon, yang mengangkat kayu itu adalah Sayid Sulaiman sendiri.



Sampai sekarang masjid ini masih tetap ada. Namun, karena lokasinya yang sempit, masjid itu dipindah agak ke selatan oleh Syekh Rafi’i, cicit Mbah Sulaiman dari cucunya, Ummi Kultsum bin Hazam bin Sulaiman, pada bulan Rabiul Awal 1243 H, hampir dua abad yang lalu.



Masjid dengan gaya arsitektur kuno itu, kini telah berusia lebih dari 400 tahun. Sampai kini, bahan-bahan masjid peninggalan Mbah Sulaiman itu masih asli, kecuali lantai dan tiang bagian dalam.



Pergi ke Keraton Mataram



Kabar kekeramatan Mbah Sayid di Pasuruan terdengar kembali ke Keraton Mataram (Solo). Raja Mataram mengutus salah seorang adipatinya untuk memanggil Mbah Sayid di Pasuruan. Setibanya di Pasuruan, adipati tersebut mengajak Mbah Sayid untuk memenuhi panggilan Raja. Mbah Sayid bermaksud memenuhi panggilan ini.



Bersama tiga orang santrinya, Mbah Djailani (Tulangan Sidoarjo), Ahmad Surahim bin Untung Surapati, dan Sayid Hazam, putranya sendiri, beliau berangkat ke Solo. Di Keraton, Raja Mataram mengumpulkan pembesar-pembesar kerajaan. Ia menyiapkan jamuan besar-besaran yang betul-betul mewah. Namun ada yang terasa janggal di hati Mbah Sayid. Ada tiga keris pusaka yang diletakkan di alas cowek yang ada sambalnya ketika mereka sedang makan bersama-sama.



Mbah Sulaiman heran melihat keris di depannya itu. Beliau berbisik kepada santrinya, “Le, awakmu lali nggak mangan jangan kacang iki, ayo panganen situk edang! (Nak, kamu lupa tidak memakan sayur kacang ini. Ayo makan, masing-masing satu!),” perintah Mbah Sulaiman.



“Oh, enggih Mbah (Oh, iya Mbah),” jawab mereka serempak.



Tiga buah keris itupun habis dimakan seperti halnya makan sayur kacang-kacangan. Semua yang hadir terhenyak. “Kalau muridnya seperti ini, apalagi gurunya,” gumam mereka kagum.



Setelah acara makan-makan selesai, Raja Mataram Solo berembuk dengan pembesar-pembesarnya untuk mengangkat Mbah Sulaiman menjadi hakim. Namun saat kesepakatan ini disampaikan pada Sayid, beliau menolak, dengan alasan akan meminta pertimbangan dan restu kepada istri dan masyarakatnya yang ada di Pasuruan. Tentu saja, mereka yang di Pasuruan tidak menyetujui. Mereka tidak mau kehilangan tokoh yang disegani ini.



Wafatnya Sayid Sulaiman



Setiba di Pasuruan, setelah dari Solo untuk mengabarkan penolakan rakyat Pasuruan pada sang Raja, Sayid Sulaiman pamit kepada istrinya yang sedang hamil tua untuk pergi ke Ampel, Surabaya. Lalu meneruskan perjalanannya ke Jombang. Namun di tengah perjalanan, tepatnya di kampung Batek, Mojoagung, Jombang, beliau jatuh sakit, kemudian wafat dan dimakamkan di sana. Tidak diketahui dengan pasti tahun kewafatannya.



Istri Mbah Sulaiman yang sedang hamil tua itu terus menunggu kedatangan sang suami. Yang ditunggu-tunggu ternyata tidak kunjung datang. la memutuskan untuk mencari Mbah Sulaiman. Dari Pasuruan ke Sidoarjo, Surabaya, lalu ke Malang. Akhirnya ia melahirkan di Desa Mendit, dekat pemandian. Namun bayinya langsung meninggal dunia dan dimakamkan di Kampung Woksuru.



Istri Mbah Sulaiman ini tetap tidak putus asa. la terus mencari Sayid ke arah selatan, menuju Desa Sawojajar, Malang bagian timur. Tapi malang tak dapat ditolak, ia meninggal dunia sesampainya di desa Grebek.



Menurut versi lain, ketika pergi ke Solo untuk memenuhi panggilan Raja, Mbah Sulaiman tidak sampai ke Solo. Beliau jatuh sakit di tengah perjalanan, tepatnya di kampung Batek Mojoagung. Selama masa sakitnya, beliau dirawat oleh seorang kiai bernama Mbah Alif, sampai beliau memenuhi panggilan Tuhan. Selama berada di Mojoagung dalam rawatan Mbah Alif, Mbah Sayid Sulaiman berdoa kepada Tuhan, Kalau pertemuannya dengan Raja Solo dianggap baik dan bermanfaat, maka beliau memohon agar dipertemukan. Tetapi jika tidak, maka beliau minta lebih baik wafat di tempat itu. Akhirnya, permintaan yang kedua dikabulkan oleh Allah I. Beliau tidak sampai bertemu dengan Raja Mataram, dan wafat di Mojoagung.



Adipati yang disuruh menjemput Mbah Sayid, mengirim surat kepada Raja Solo, bahwa dirinya tidak akan kembali ke Solo dan memilih menetap di Mojoagung untuk menjaga makam Mbah Sayid. Sang adipati tetap tinggal di Mojoagung hingga meninggal dunia dan dimakamkan di sana pula.



Turunkan Pewaris Perjuangannya



Hasil jerih payah Mbah Sayid dalam segala usahanya membawa berkah amat besar bagi kehidupan beragama kaum Muslimin sampai sekarang. Perjuangannya mendirikan pesantren, melawan dan bergelut dengan tantangan, telah menorehkan napak tilas terciptanya apa yang kini kerap disebut dengan kentalnya moralitas agamis dan budaya pesantren. Beliau berjasa mendirikan Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, juga menurunkan pewaris-pewaris perjuangannya. Para pewaris perjuangannya termasuk para ulama pemangku pesantren­-pesantren besar, mulai dari Pondok Pesantren Sidogiri, Pondok Pesantren Sidoresmo dan Pondok Pesantren Al-Muhibbain Surabaya, sampai Pondok Pesantren Syaikhona Cholil Bangkalan.



Dari istri pertamanya di Krapyak Pekalongan, Sayid Sulaiman dikaruniai empat orang putra. Yaitu Hasan, Abdul Wahhab, Muhammad Baqir (makamnya ada di Geluran Sepanjang Sidoarjo), dan Ali Akbar. Keturunan Sayid Sulaiman dari jalur Abdul Wahhab, banyak yang tinggal di Magelang dan Pekalongan. Sedangkan keturunan beliau dari jalur Muhammad Baqir berada di Krapyak Pekalongan.



Abdul Wahhab dikenal sebagai pejuang yang gigih melawan penjajah Portugis dan Belanda. Begitu pula Hasan. Sayid yang masyhur dengan sebutan “Pangeran Agung” ini juga sosok pejuang pembebasan tanah Jawa dari cengkeraman Kompeni Belanda.



Melalui jalur Sayid Ali Akbar, banyak terlahir ulama-ulama pemangku pesantren di Jawa Timur. Sebut saja, Sidogiri, Demangan Bangkalan, dan Sidoresmo Surabaya.



Sampai kini, makam Sayid Ali Akbar tidak diketahui. Konon, karena kegigihannya menentang penjajah, ia selalu diburu oleh Kompeni Belanda. Suatu ketika, Belanda berhasil menangkap Ali Akbar dan akan dibuang ke Belanda dengan menggunakan kapal. Tapi di tengah pelayaran Sayid Ali Akbar hilang. Anehnya, ia muncul lagi di Sidoresmo.



Untuk kedua kalinya beliau ditangkap tentara Kompeni dan dibawa ke Belanda. Tapi seperti semula, beliau menghilang di tengah pelayaran dan kembali ke Sidoresmo. Kemudian, untuk ketiga kalinya beliau ditangkap dan dibawa ke Belanda. Tidak seperti penangkapan sebelumnya, Ali Akbar tidak kembali ke Sidoresmo. Ia terus menghilang. Konon, beliau lari ke Tarim di Hadramaut, kampung para wali di mana kakeknya, Abdurrahman Basyaiban, dilahirkan.



Sayid Ali Akbar meninggalkan enam putra yang kelak menjadi penerus jejak kakeknya, Mbah Sayid Sulaiman. Mereka adalah Sayid Imam Ghazali (makamnya di Tawunan Pasuruan), Sayid Ibrahim (makamnya di Kota Pasuruan), Sayid Badruddin (makamnya di sebelah Tugu Pahlawan Surabaya), Sayid Iskandar (makamnya di Bungkul Surabaya), Sayid Abdullah (makamnya di Bangkalan Madura), dan Sayid Ali Ashghar (makamnya di Sidoresmo).



Dari Sayid Abdullah, terlahir pewaris-pewaris perjuangan Sayid Sulaiman yang memangku pesantren seperti Sidogiri dan Demangan Bangkalan, yang masing-masing telah memiliki ribuan santri. Sedangkan keturunan Mbah Sayid Sulaiman dari Ali Ashghar di Surabaya telah ‘menguasai’ dua desa, Sidoresmo dan Sidosermo. Sekarang, di dua desa ini terdapat sekitar 28 pondok pesantren. Semuanya diasuh oleh keturunan Sayid Sulaiman. Sayid Ali Ashghar juga menurunkan ulama-ulama pemangku pesantren di Tambak Yosowilangon.



Sedangkan dari istrinya yang kedua, putri Mbah Sholeh Semendi, Sayid Sulaiman mempunyai beberapa putra. Di antaranya kiai Ahmad, Lebak Pasuruan. Dari istrinya yang ketiga di Malang, beliau mempunyai putra Sayid Hazam. Tetapi menurut riwayat lain, Hazam adalah putra Mbah Sulaiman dari istri yang kedua, putri Mbah Sholeh Semendi.



Pembabat Sidogiri



Konon, Mbah Sayid Sulaiman membabat Sidogiri atas titah dari Sunan Giri. Beliau harus berjuang habis-habisan untuk membabat Sidogiri. Tidak sekadar bekerja keras menebang pohon-pohon Sidogiri yang masih berwujud rimba, tapi juga harus bertarung melawan bangsa Jin, sebab Sidogiri yang saat itu masih sangat angker dan menyeramkan, menjadi sarang makhluk halus dan markas para dedemit (jin). Sayang, beliau keburu mangkat saat melakukan perjalanan ke Jombang, sebelum perjuangannya yang penuh pengorbanan ini berhasil dengan sempurna. Setelah wafatnya Sayid Sulaiman, tidak ditemukan data yang kuat mengenai pelanjut perjuangan beliau dalam mambabat Sidogiri. Jejak sejarahnya hilang dan baru tercatat sejak periode Kiai Aminullah.



Ada dua versi mengenai tahun berdirinya Pondok Pesantren Sidogiri. Dalam satu versi, Sidogiri didirikan pada tahun 1745. Dalam catatan lain Pondok Pesantren Sidogiri berdiri pada tahun 1712.



Tahun 1712 adalah tahun paling dekat dengan masa hidup Sayid Sulaiman. Sebab seperti disebutkan di muka, beliau membabat Sidogiri pada usia senjanya. Belum sempurna pembabatan Sidogiri, Sayid Sulaiman keburu meninggal. Sedang beliau hidup pada masa Untung Surapati yang meninggal tahun 1705. Sedangkan tahun ­1745 diperkirakan masa hidup Kiai Aminullah. Jadi, kemungkinan besar, usia Pondok Pesantren Sidogiri 255 tahun pada tahun 2000 adalah terhitung sejak periode Kiai Aminullah ini.



Kiai Aminullah adalah seorang santri yang berasal dari Bawean. Menurut satu riwayat, beliau menikah dengan Nyai Masturah binti Rofi’i bin Umi Kultsum binti Hazam bin Sayid Sulaiman. Bersama Nyai Masturah, Kiai Aminullah menetap di Sidogiri. Namun menurut riwayat yang masyhur di kalangan keluarga Sidogiri berdasarkan catatan silsilah, Kiai Aminullah menikah dengan Nyai Indah binti Sayid Sulaiman. Menurut riwayat ini, Kiai Aminullah adalah menantu langsung Sayid Sulaiman.



Kiai Aminullah sendiri adalah figur abid (ahli ibadah) yang senang berkhidmah. Bahkan, sehabis salat Tahajud, beliau istikamah mengisi jeding masjid-masjid di sekitar Sidogiri. Hal ini terus beliau lakukan sampai empat tahun. Diketahui kemudian, bahwa menurut catatan nasab keluarga Sidogiri dan Bangkalan, Sayid Abdullah adalah putra Sayid Sulaiman, bukan cucu Sayid Sulaiman dari Sayid Ali Akbar. Dalam Buku Saku Santri Pondok Pesantren Sidogiri, tahun lahirnya Pondok Pesantren Sidogiri ada dua versi: 1718 dan 1745.

Sumber : http://sidogiri.net/index.php/profil/index/2

Sumber : pratikno.ananto@gmail.com

Share On Facebook

Selengkapnya....