Kyai tidak kalah pentingnya dengan keberadaan santri, di sini Kyai mempunyai peranan yang sangat besar dalam maju mundurnya sebuah pesantren. Seorang Kyai diharapkan mampu menunjukan kepemimpinan dan kemampuannya karena telah mendapat kepercayaan masyarakat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi terutama sekali yang menyangkut bidang keagamaan.
Saat ini PP. Al-Istiqomah diasuh oleh KH. Amien Rosyid bin KH Bajuri Mukti. Beliau dilahirkan di desa Tanjungsari pada tanggal 19 September 1948. Riwayat pendidikan beliau dimulai ketika masih kecil mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat Kewarisan lulus pada tahun 1960, dilanjutkan dengan belajar di MTs 6 tahun (Tsanawiyah lengkap) sejak tahun 1960 sampai 1965 di Pondok Pesantren Salafiyah Wonoyoso. Pada tahun 1965 pula beliau meneruskan studinya di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Fakultas Syari’ah jurusan Qodlo, dan berhasil menyelesaikan sampai pada tingkat doktoral II (Sarjana Muda), lulus tahun 1971.
Sejak kecil, ia telah terbiasa hidup prihatin. Saat umur 2 tahun, ia diasuh dan dididik oleh Ibundanya Siti Bandiyah yang telah cerai dari KH. Bajuri. Bersama ibunya ia kemudian tinggal di Kutowinangun, lalu pada tahun 1952 sang ibu menikah lagi dengan seorang pria yang bernama bapak Kailani. Tahun-tahun berikutnya ia mendapatkan didikan tentang agama dari ayah tirinya tersebut.
Riwayat pendidikan non-formal, beliau mulai pada tahun 1960 hingga 1963, dengan mengaji kepada seorang kyai desa bernama Kyai Qolyubi, seorang alumni dari Pondok Tremas yang tinggal di dusun Wedi Prasutan Ambal Kebumen. Ia juga belajar ilmu tartil al-Qur’an kepada Kyai Abdul Syukur alumni pondok Kaliwungu Kendal. Kemudian pada tahun 1963 sampai 1965 sambil belajar di sekolah formal Tsanawiyah beliau mengaji kepada KH. Fathurrohman, dan Kyai Ahmad Nasoha, pengasuh pondok pesantren Salafiyah Wonoyoso Kebumen. Sampai disini beliau masih merasakan hausnya ilmu pengetahuan, maka saat melanjutkan studi di Yogyakarta beliau juga berguru kepada beberapa kyai yang ada disana. Diantara guru ngaji beliau adalah KH Daldiri Ashari Lempuyangan, KH Ali Maksum Krapyak, dan KH Tolhah Mansur Sleman, kepada kyai Tolhah beliau mengkaji kitab Ibnu Aqil, Bukhori dan Riyadlus Solihin. Mengaji kitab Ihya Ulumuddin kepada K. Mursid Plosokuning Sleman. Dan juga mengaji kitab-kitab hikmah kepada KH. Munajah Muhdi dan KH Mujab Muhdi Krapyaklor.
Pengabdian Kepada Agama dan Masyarakat
Peran KH Amien Rosyid dalam hal pengabdian pada agama dan masyarakat dapat diketahui lewat usahanya mendirikan dan mengepalai Madrasah Diniyah Mekarsari Kutowinangun pada tahun 1960-1963. lalu pada tahun 1963-1965 menjabat sebagai ketua IPNU Cabang Kebumen. Ketika hidup di Yogyakarta, pada tahun 1965-1968 beliau mengkoordinir pengajian khusus anak-anak se kelurahan Caturtunggal Depok Sleman. Pada tahun 1968-1971, dipercaya menjadi ketua IPNU Cabang Sleman. Kemudian setelah menikahi Ny Hj Marti Nuryati aktifis IPPNU (ketua cabang Sleman) putri sulung KH Mujab Muhdi Krapyaklor Sleman, pada tahun 1971-1973 beliau diminta menjadi Sekretaris Tanfidziyah NU Cabang Sleman Yogyakarta. Di tahun 1968-1974 beliau juga mendirikan sekaligus menjadi Kepala PGA Wahid Hasyim (sekarang MA Wahid Hasyim) di Pondok Pesantren Wahid Hasyim Sleman Yogyakarta yang pertama.
Pada tahun 1974, lantas beliau pulang ke kota kelahirannya Kebumen. Sekembalinya dari Yogyakarta tersebut, pada tahun 1975-1980 beliau menjadi ketua NU Ancab Petanahan. Setelah itu, diminta mengabdi pada pengurus Cabang Kebumen sebagai Sekretaris Tanfidziyah mulai dari tahun 1980-1982. Pengabdian di NU ini dilanjutkan menjadi Katib Syuriyah Cabang Kebumen pada tahun 1982-1984. Pada tahun 1982 KH. Amin Roysid mulai mendirikan Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) Al Istiqomah.
Disamping itu, beliau juga memiliki aktifitas pengabdian lain, seperti menjadi kepala MTs Jagamertan pada tahun 1975-1987. lalu pada tahun 1987 mendirikan yayasan YAKPI (Yayasan Kesejahteraan Pendidikan Islam) di Pondok Pesantren Darussa’adah Bulus Kritig Petanahan, dan mengepalai MA Darussa’adah sampai tahun 1992.
Setelah melewatkan hidupnya dengan penuh pengabdian di berbagai lembaga pendidikan maupun jam’iyah NU, KH Amien Rosyid mulai berkonsentrasi mengajarkan ilmunya di pondok pesantren yang dulunya telah dirintis oleh kakek beliau KH Abdul Mukti. Pondok tersebut bernama pondok pesantren Al Istiqomah, pondok yang tergolong sederhana ini telah mendapatkan Nomor Statistik Pesantren (NSP) dari Departemen Agama, yakni: 512330504003 . Dengan harapan besar para pengelola dan santrinya senantiasa istiqomah dalam memperjuangkan dan menyiarkan agama Islam di masyarakat Kebumen dan sekitarnya.
Kini, disamping tekun mengajar santrinya-santrinya, beliau juga melayani keinginan masyarakat yang ingin mendapatkan siraman rohani melalui kegiatan ceramah baik sifatnya rutin bulanan, selapanan, maupun insidental. Beberapa tempat yang rutin beliau datangi untuk berbagi ilmu agama antara lain di desa Sidomulyo, Kebonsari, Kutowinangun, Karangsambung, Munggu dan Karanggadung, semuanya masih ada di wilayah Kebumen.
Di Pondok al-Istiqomah sendiri beliau rutin mengisi pengajian kitab tafsir Maraghi dan kitab Ihya Ulumuddin setiap bakda maghrib untuk jamaah dewasa dan orang tua. Lalu pada setiap malam selasa ba'da maghrib memimpin mujahadah rutin di masjid al-Istiqomah. Diteruskan malam Rabu-nya dengan mujahadah Dalailul Khoirot bersama jama'ah masjid.
Buku karya ilmiah KH Amin Rosyid yang pernah dibuatnya adalah; Keadilan Islam (tugas akhir pada fakultas Syariah IAIN Yogyakarta, 1971), Tuntunan Thoriqoh Qodiriyah Naqsabandiyah (Sumbangsih Offset Yogyakarta,1978), Editor Tarjamah Fathul Qorib Drs Baidlowi (Sumbangsih Offset, 1984). Makalah Koperasi dalam Islam makalah seminar kopontren se-Kab. Kebumen, 1993). Metode Tulis Baca Al-Qur’an Kilat untuk Anak Usia TK, (Buku Panduan, 1982, pernah disampaikan dalam Penataran Pengawas Pendidikan Agama Tingkat Propinsi Jawa Tengah di Tawangmangu 1986).
Kyai Mbengkel
Ada hal yang menarik dari profil KH Amin Rosyid ini dan bisa dijadikan contoh bagi para santrinya. Dalam kesehariannya, ia senantiasa menggunakan waktu luang diluar jam mengajar santri dan memberi siraman rohani kepada jamaah pengajian, dengan bertani dan berkebun. Seakan tidak ingin membiarkan waktunya terbuang percuma tanpa kegiatan yang bermanfaat. Ciri khas yang menonjol darinya adalah, orang menyebutnya juga kyai mbengkel. Penyebutan kyai mbengkel ini tidak lepas dari kebiasaan lain beliau yang lebih suka utak-atik sendiri kendaraan motor dan mobil miliknya. Setiap ada kerusakan pada motor atau mobilnya, langsung diperbaiki dan ditangani sendiri.
Terkadang untuk memberi pelajaran atau menularkan pengalaman tentang otomotif dan perbengkelan kepada para santrinya, beliau ajak serta santri untuk membantu memperbaiki kendaraan-kendaraan tersebut. Jarang sekali beliau membawa mobil dan motornya untuk diperbaiki ke bengkel lain. Jika sudah sangat terpaksa dan peralatan yang dimiliki tidak ada, baru beliau menyerahkan perbaikan kendaraannya kepada bengkel lain.
Kalau berkunjung ke rumahnya, maka akan terlihat bahwa di halaman rumah beliau ada bangunan sederhana yang dijadikan sebagai tempat parkir mobil dan tempat peralatan perbengkelan, onderdil atau barang-barang bekas yang masih ada hubungannya dengan mobil dan motor. Tamu yang datang ke rumahnya seringkali menemukan sang kyai sedang belepotan oli mengutak-atik motor atau sedang tiarap dibawah mobil ditemani seorang atau beberapa santri yang bertugas melayani dan membantu perbaikan mobil. Untuk urusan ban bocor baik mobil ataupun motor juga beliau sendiri yang menambalnya.
Ketika dirunut masa mudanya, ternyata kyai yang sempat mengenyam bangku perguruan tinggi ini semasa kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pernah menyempatkan diri belajar otomotif dan perbengkelan kepada seorang tukang bengkel disana. Untuk menambah penghasilan beliau juga sering membeli motor yang rusak atau jelek, lalu diperbaiki dan diperbaharui untuk dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi.
Disadur dari berbagai sumber...dikutip dari pratikno.ananto@gmail.com
Sejak kecil, ia telah terbiasa hidup prihatin. Saat umur 2 tahun, ia diasuh dan dididik oleh Ibundanya Siti Bandiyah yang telah cerai dari KH. Bajuri. Bersama ibunya ia kemudian tinggal di Kutowinangun, lalu pada tahun 1952 sang ibu menikah lagi dengan seorang pria yang bernama bapak Kailani. Tahun-tahun berikutnya ia mendapatkan didikan tentang agama dari ayah tirinya tersebut.
Riwayat pendidikan non-formal, beliau mulai pada tahun 1960 hingga 1963, dengan mengaji kepada seorang kyai desa bernama Kyai Qolyubi, seorang alumni dari Pondok Tremas yang tinggal di dusun Wedi Prasutan Ambal Kebumen. Ia juga belajar ilmu tartil al-Qur’an kepada Kyai Abdul Syukur alumni pondok Kaliwungu Kendal. Kemudian pada tahun 1963 sampai 1965 sambil belajar di sekolah formal Tsanawiyah beliau mengaji kepada KH. Fathurrohman, dan Kyai Ahmad Nasoha, pengasuh pondok pesantren Salafiyah Wonoyoso Kebumen. Sampai disini beliau masih merasakan hausnya ilmu pengetahuan, maka saat melanjutkan studi di Yogyakarta beliau juga berguru kepada beberapa kyai yang ada disana. Diantara guru ngaji beliau adalah KH Daldiri Ashari Lempuyangan, KH Ali Maksum Krapyak, dan KH Tolhah Mansur Sleman, kepada kyai Tolhah beliau mengkaji kitab Ibnu Aqil, Bukhori dan Riyadlus Solihin. Mengaji kitab Ihya Ulumuddin kepada K. Mursid Plosokuning Sleman. Dan juga mengaji kitab-kitab hikmah kepada KH. Munajah Muhdi dan KH Mujab Muhdi Krapyaklor.
Pengabdian Kepada Agama dan Masyarakat
Peran KH Amien Rosyid dalam hal pengabdian pada agama dan masyarakat dapat diketahui lewat usahanya mendirikan dan mengepalai Madrasah Diniyah Mekarsari Kutowinangun pada tahun 1960-1963. lalu pada tahun 1963-1965 menjabat sebagai ketua IPNU Cabang Kebumen. Ketika hidup di Yogyakarta, pada tahun 1965-1968 beliau mengkoordinir pengajian khusus anak-anak se kelurahan Caturtunggal Depok Sleman. Pada tahun 1968-1971, dipercaya menjadi ketua IPNU Cabang Sleman. Kemudian setelah menikahi Ny Hj Marti Nuryati aktifis IPPNU (ketua cabang Sleman) putri sulung KH Mujab Muhdi Krapyaklor Sleman, pada tahun 1971-1973 beliau diminta menjadi Sekretaris Tanfidziyah NU Cabang Sleman Yogyakarta. Di tahun 1968-1974 beliau juga mendirikan sekaligus menjadi Kepala PGA Wahid Hasyim (sekarang MA Wahid Hasyim) di Pondok Pesantren Wahid Hasyim Sleman Yogyakarta yang pertama.
Pada tahun 1974, lantas beliau pulang ke kota kelahirannya Kebumen. Sekembalinya dari Yogyakarta tersebut, pada tahun 1975-1980 beliau menjadi ketua NU Ancab Petanahan. Setelah itu, diminta mengabdi pada pengurus Cabang Kebumen sebagai Sekretaris Tanfidziyah mulai dari tahun 1980-1982. Pengabdian di NU ini dilanjutkan menjadi Katib Syuriyah Cabang Kebumen pada tahun 1982-1984. Pada tahun 1982 KH. Amin Roysid mulai mendirikan Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) Al Istiqomah.
Disamping itu, beliau juga memiliki aktifitas pengabdian lain, seperti menjadi kepala MTs Jagamertan pada tahun 1975-1987. lalu pada tahun 1987 mendirikan yayasan YAKPI (Yayasan Kesejahteraan Pendidikan Islam) di Pondok Pesantren Darussa’adah Bulus Kritig Petanahan, dan mengepalai MA Darussa’adah sampai tahun 1992.
Setelah melewatkan hidupnya dengan penuh pengabdian di berbagai lembaga pendidikan maupun jam’iyah NU, KH Amien Rosyid mulai berkonsentrasi mengajarkan ilmunya di pondok pesantren yang dulunya telah dirintis oleh kakek beliau KH Abdul Mukti. Pondok tersebut bernama pondok pesantren Al Istiqomah, pondok yang tergolong sederhana ini telah mendapatkan Nomor Statistik Pesantren (NSP) dari Departemen Agama, yakni: 512330504003 . Dengan harapan besar para pengelola dan santrinya senantiasa istiqomah dalam memperjuangkan dan menyiarkan agama Islam di masyarakat Kebumen dan sekitarnya.
Kini, disamping tekun mengajar santrinya-santrinya, beliau juga melayani keinginan masyarakat yang ingin mendapatkan siraman rohani melalui kegiatan ceramah baik sifatnya rutin bulanan, selapanan, maupun insidental. Beberapa tempat yang rutin beliau datangi untuk berbagi ilmu agama antara lain di desa Sidomulyo, Kebonsari, Kutowinangun, Karangsambung, Munggu dan Karanggadung, semuanya masih ada di wilayah Kebumen.
Di Pondok al-Istiqomah sendiri beliau rutin mengisi pengajian kitab tafsir Maraghi dan kitab Ihya Ulumuddin setiap bakda maghrib untuk jamaah dewasa dan orang tua. Lalu pada setiap malam selasa ba'da maghrib memimpin mujahadah rutin di masjid al-Istiqomah. Diteruskan malam Rabu-nya dengan mujahadah Dalailul Khoirot bersama jama'ah masjid.
Buku karya ilmiah KH Amin Rosyid yang pernah dibuatnya adalah; Keadilan Islam (tugas akhir pada fakultas Syariah IAIN Yogyakarta, 1971), Tuntunan Thoriqoh Qodiriyah Naqsabandiyah (Sumbangsih Offset Yogyakarta,1978), Editor Tarjamah Fathul Qorib Drs Baidlowi (Sumbangsih Offset, 1984). Makalah Koperasi dalam Islam makalah seminar kopontren se-Kab. Kebumen, 1993). Metode Tulis Baca Al-Qur’an Kilat untuk Anak Usia TK, (Buku Panduan, 1982, pernah disampaikan dalam Penataran Pengawas Pendidikan Agama Tingkat Propinsi Jawa Tengah di Tawangmangu 1986).
Kyai Mbengkel
Ada hal yang menarik dari profil KH Amin Rosyid ini dan bisa dijadikan contoh bagi para santrinya. Dalam kesehariannya, ia senantiasa menggunakan waktu luang diluar jam mengajar santri dan memberi siraman rohani kepada jamaah pengajian, dengan bertani dan berkebun. Seakan tidak ingin membiarkan waktunya terbuang percuma tanpa kegiatan yang bermanfaat. Ciri khas yang menonjol darinya adalah, orang menyebutnya juga kyai mbengkel. Penyebutan kyai mbengkel ini tidak lepas dari kebiasaan lain beliau yang lebih suka utak-atik sendiri kendaraan motor dan mobil miliknya. Setiap ada kerusakan pada motor atau mobilnya, langsung diperbaiki dan ditangani sendiri.
Terkadang untuk memberi pelajaran atau menularkan pengalaman tentang otomotif dan perbengkelan kepada para santrinya, beliau ajak serta santri untuk membantu memperbaiki kendaraan-kendaraan tersebut. Jarang sekali beliau membawa mobil dan motornya untuk diperbaiki ke bengkel lain. Jika sudah sangat terpaksa dan peralatan yang dimiliki tidak ada, baru beliau menyerahkan perbaikan kendaraannya kepada bengkel lain.
Kalau berkunjung ke rumahnya, maka akan terlihat bahwa di halaman rumah beliau ada bangunan sederhana yang dijadikan sebagai tempat parkir mobil dan tempat peralatan perbengkelan, onderdil atau barang-barang bekas yang masih ada hubungannya dengan mobil dan motor. Tamu yang datang ke rumahnya seringkali menemukan sang kyai sedang belepotan oli mengutak-atik motor atau sedang tiarap dibawah mobil ditemani seorang atau beberapa santri yang bertugas melayani dan membantu perbaikan mobil. Untuk urusan ban bocor baik mobil ataupun motor juga beliau sendiri yang menambalnya.
Ketika dirunut masa mudanya, ternyata kyai yang sempat mengenyam bangku perguruan tinggi ini semasa kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pernah menyempatkan diri belajar otomotif dan perbengkelan kepada seorang tukang bengkel disana. Untuk menambah penghasilan beliau juga sering membeli motor yang rusak atau jelek, lalu diperbaiki dan diperbaharui untuk dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi.
Disadur dari berbagai sumber...dikutip dari pratikno.ananto@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar