Terjemahan Al Qur’an dalam aneka versi bahasa, bukan hal asing lagi sekarang. Tapi, tidak di era akhir tahun 1800-an. Penjajah Belanda tidak melarang orang mempelajari Al Qur’an, asal jangan diterjemahkan. KH Muhammad Saleh Darat, seorang ulama asal Semarang, menabrak larangan tak tertulis itu. Dialah pelopor penulisan buku-buku agama dalam bahasa Jawa. Buku-bukunya sangat populer di zamannya, dan banyak digemari masyarakat awam. Karyanya ditulis dengan huruf Arab gundul (pegon), sehingga tidak dicurigai penjajah.
Al Qur’an pun ia terjemahkan dengan huruf itu. Kitab Faid ar-Rahman merupakan kitab tafsir pertama di Nusantara yang ditulis dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Satu eksemplar buku itu dihadiahkannya kepada RA Kartini ketika pahlawan nasional ini menikahi RM Joyodiningrat, bupati Rembang.
Kartini sungguh girang menerima hadiah itu. ''Selama ini surat Al Fatihah gelap bagi saya, saya tidak mengerti sedikit pun akan maknanya, tetapi sejak hari ini ia menjadi terang benderang sampai kepada makna yang tersirat sekali pun, karena Romo Kiai menjelaskannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami,'' demikian Kartini berujar saat ia mengikuti pengajian Saleh Darat di pendopo Kesultanan Demak.
Anak Prajurit Diponegoro
Saleh Darat lahir di Kedung Cemlung, Mayong Jepara, tahun 1820. Ayahnya, KH Umar, adalah seorang ulama yang pernah bergabung dengan Pangeran Diponegoro dalam perlawananannya melawan penjajah Belanda.
Sebagaimana umumnya anak kiai, ia melewati masa kecilnya dengan belajar agama. Mula-mula ia belajar pada KH Syahid, ulama besar di Waturoyo, Pati, Jawa Tengah. Setelah itu, ia dibawa ayahnya ke Semarang untuk belajar pada beberapa orang kiai, antara lain KH Muhammad Saleh Asnawi Kudus, KH Ishaq Damaran, KH Abu Abdillah Muhammad Hadi Banguni (mufti Semarang), KH Ahmad Bafaqih Ba'lawi, dan KH Abdul Gani Bima.
Setelah menamatkan pendidikan di Semarang, Saleh diajak ayahnya ke Singapura, Beberapa tahun kemudian ia bersama ayahnya menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Sang ayah wafat di Makkah. Di kota itu ia tinggal selama beberapa tahun untuk menimba ilmu. Disana beliau berguru dengan ulama -ulama besar diantarnya Syaikh Muhammad Almarqi, Syaikh Muhammad Sulaiman Hasballah, Syaikh Sayid Muhammad Zein Dahlan, Syaikh Zahid, Syaikh Umar Assyani, Syaikh Yusuf Almisri serta Syaikh Jamal Mufti Hanafi. Disana KH Saleh Darat juga bertemu dengan santri -santri yang berasal dari Indonesia antara lain KH Nawawi Al bantani dan KH Muhammad Kholil Al Maduri.
Sekembalinya menimba ilmu di Mekkah KH Saleh Darat mengajar di Pondok Pesantren Darat milik mertuanya KH Murtdlo, yang letaknya di pesisir pantai Semarang. Sejak itu pondok pesantren berkembang dengan pesatnya. Banyak santri-santri yang berdatangan dari berbagai daerah di pulau jawa untuk menimba ilmu darinya. Murid-muridnya yang di kemudian hari menjadi ulama terkenal, antara lain KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama.; KH Mahfuzh at Tarmasi, Pondok Pesantren Termas, KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah; KH Idris, pendiri Ponpes Jamsaren, Solo; KH. Munawwir, pendiri Pondok Pesantren Krapyak Jogja KH Sya'ban, ulama ahli falak. RA Kartini adalah juga seorang muridnya. Maka pantas rasanya bila KH Saleh darat disebut sebut sebagai Gurunya Para Ulama di Jawa. Saleh Darat selalu menekankan kepada para muridnya untuk giat menuntut ilmu. Inti sari Al Quran, kata dia, adalah dorongan kepada umat manusia agar mempergunakan akalnya untuk memenuhi tuntutan hidupnya di dunia dan akhirat.
Menulis Banyak buku
Saleh darat adalah ulama yang mempunyai tradisi intelektual menuliskan buah pikirannya dalam bentuk buku. Buku-bukunya andara lain adalah Kitab Majmu'ah asy-Syariah, Al Kafiyah li al-'Awwam (Buku Kumpulan Syariat yang Pantas bagi Orang Awam), dan kitab Munjiyat (Buku tentang Penyelamat) yang merupakan saduran dari buku Ihya' 'Ulum ad-Din karya Al Ghazali.
Buku-buku lain karyanya adalah Kitab Al Hikam (Buku tentang Hikmah), Kitab Lata'if at-Taharah (Buku tentang Rahasia Bersuci), Kitab Manasik al-Hajj, Kitab Pasalatan, Tarjamah Sabil Al-'Abid 'ala Jauharah at-Tauhid, Mursyid al Wajiz, Minhaj al-Atqiya', Kitab hadis al-Mi'raj, dan Kitab Asrar as-Salah.
Sebagian besar bukunya sampai sekarang terus diterbitkan ulang oleh Penerbit Toha Putera, Semarang. Buku-buku itu khususnya digunakan di kalangan pesantren dan majelis ta’lim di Jawa Tengah.
Ahli Ilmu Kalam
Saleh Darat juga dikenal sebagai pemikir di bidang ilmu kalam. Ia adalah pendukung paham teologi Asy'ariyah dan Maturidiyah. Pembelaannya terhadap paham ini jelas kelihatan dalam bukunya, Tarjamah Sabil al-'Abid 'ala Jauharah at-Tauhid. Dalam buku ini, ia mengemukakan penafsirannya terhadap sabda Rasulillah SAW mengenai terpecahnya umat islam menjadi 73 golongan sepeninggal Belia, dan hanya satu golongan yang selamat.
Menurut Saleh Darat, yang dimaksud Nabi Muhammad SAW dengan golongan yang selamat adalah mereka yang berkelakuan seperti yang dilakukan oleh Rasulillah SAW, yaitu melaksanakan pokok-pokok kepercayaan Ahlussunah Waljamaah, Asy'ariyah, dan Maturidiyah.
Sebagai ulama yang berpikiran maju, ia senantiasa menekankan perlunya ikhtiar dan kerja keras, setelah itu baru bertawakal, menyerahkan semuanya pada Allah. Ia sangat mencela orang yang tidak mau bekerja keras karena memandang segala nasibnya telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Ia juga tidak setuju dengan teori kebebasan manusia yang menempatkan manusia sebagai pencipta hakiki atas segala perbuatan. Tradisi berpikir kritis dan mengajarkan ilmu agama terus dikembangkan hingga akhir hayatnya.
Beliau Wafat
KH. Saleh darat wafat pada tanggal 28 Ramadan 1321 H, atau bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1903 dalam usia 83 tahun dan di makamkan dikomplek Pemakaman Umum Bergota Semarang. Setiap tanggal 10 Syawal, masyarakat dari berbagai penjuru kota melakukan haul Kiai Saleh Darat di kompleks pemakaman umum Bergota Semarang.
Dari berbagai sumber...Dikutip dari pratikno.ananto@gmail.com
Kartini sungguh girang menerima hadiah itu. ''Selama ini surat Al Fatihah gelap bagi saya, saya tidak mengerti sedikit pun akan maknanya, tetapi sejak hari ini ia menjadi terang benderang sampai kepada makna yang tersirat sekali pun, karena Romo Kiai menjelaskannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami,'' demikian Kartini berujar saat ia mengikuti pengajian Saleh Darat di pendopo Kesultanan Demak.
Anak Prajurit Diponegoro
Saleh Darat lahir di Kedung Cemlung, Mayong Jepara, tahun 1820. Ayahnya, KH Umar, adalah seorang ulama yang pernah bergabung dengan Pangeran Diponegoro dalam perlawananannya melawan penjajah Belanda.
Sebagaimana umumnya anak kiai, ia melewati masa kecilnya dengan belajar agama. Mula-mula ia belajar pada KH Syahid, ulama besar di Waturoyo, Pati, Jawa Tengah. Setelah itu, ia dibawa ayahnya ke Semarang untuk belajar pada beberapa orang kiai, antara lain KH Muhammad Saleh Asnawi Kudus, KH Ishaq Damaran, KH Abu Abdillah Muhammad Hadi Banguni (mufti Semarang), KH Ahmad Bafaqih Ba'lawi, dan KH Abdul Gani Bima.
Setelah menamatkan pendidikan di Semarang, Saleh diajak ayahnya ke Singapura, Beberapa tahun kemudian ia bersama ayahnya menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Sang ayah wafat di Makkah. Di kota itu ia tinggal selama beberapa tahun untuk menimba ilmu. Disana beliau berguru dengan ulama -ulama besar diantarnya Syaikh Muhammad Almarqi, Syaikh Muhammad Sulaiman Hasballah, Syaikh Sayid Muhammad Zein Dahlan, Syaikh Zahid, Syaikh Umar Assyani, Syaikh Yusuf Almisri serta Syaikh Jamal Mufti Hanafi. Disana KH Saleh Darat juga bertemu dengan santri -santri yang berasal dari Indonesia antara lain KH Nawawi Al bantani dan KH Muhammad Kholil Al Maduri.
Sekembalinya menimba ilmu di Mekkah KH Saleh Darat mengajar di Pondok Pesantren Darat milik mertuanya KH Murtdlo, yang letaknya di pesisir pantai Semarang. Sejak itu pondok pesantren berkembang dengan pesatnya. Banyak santri-santri yang berdatangan dari berbagai daerah di pulau jawa untuk menimba ilmu darinya. Murid-muridnya yang di kemudian hari menjadi ulama terkenal, antara lain KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama.; KH Mahfuzh at Tarmasi, Pondok Pesantren Termas, KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah; KH Idris, pendiri Ponpes Jamsaren, Solo; KH. Munawwir, pendiri Pondok Pesantren Krapyak Jogja KH Sya'ban, ulama ahli falak. RA Kartini adalah juga seorang muridnya. Maka pantas rasanya bila KH Saleh darat disebut sebut sebagai Gurunya Para Ulama di Jawa. Saleh Darat selalu menekankan kepada para muridnya untuk giat menuntut ilmu. Inti sari Al Quran, kata dia, adalah dorongan kepada umat manusia agar mempergunakan akalnya untuk memenuhi tuntutan hidupnya di dunia dan akhirat.
Menulis Banyak buku
Saleh darat adalah ulama yang mempunyai tradisi intelektual menuliskan buah pikirannya dalam bentuk buku. Buku-bukunya andara lain adalah Kitab Majmu'ah asy-Syariah, Al Kafiyah li al-'Awwam (Buku Kumpulan Syariat yang Pantas bagi Orang Awam), dan kitab Munjiyat (Buku tentang Penyelamat) yang merupakan saduran dari buku Ihya' 'Ulum ad-Din karya Al Ghazali.
Buku-buku lain karyanya adalah Kitab Al Hikam (Buku tentang Hikmah), Kitab Lata'if at-Taharah (Buku tentang Rahasia Bersuci), Kitab Manasik al-Hajj, Kitab Pasalatan, Tarjamah Sabil Al-'Abid 'ala Jauharah at-Tauhid, Mursyid al Wajiz, Minhaj al-Atqiya', Kitab hadis al-Mi'raj, dan Kitab Asrar as-Salah.
Sebagian besar bukunya sampai sekarang terus diterbitkan ulang oleh Penerbit Toha Putera, Semarang. Buku-buku itu khususnya digunakan di kalangan pesantren dan majelis ta’lim di Jawa Tengah.
Ahli Ilmu Kalam
Saleh Darat juga dikenal sebagai pemikir di bidang ilmu kalam. Ia adalah pendukung paham teologi Asy'ariyah dan Maturidiyah. Pembelaannya terhadap paham ini jelas kelihatan dalam bukunya, Tarjamah Sabil al-'Abid 'ala Jauharah at-Tauhid. Dalam buku ini, ia mengemukakan penafsirannya terhadap sabda Rasulillah SAW mengenai terpecahnya umat islam menjadi 73 golongan sepeninggal Belia, dan hanya satu golongan yang selamat.
Menurut Saleh Darat, yang dimaksud Nabi Muhammad SAW dengan golongan yang selamat adalah mereka yang berkelakuan seperti yang dilakukan oleh Rasulillah SAW, yaitu melaksanakan pokok-pokok kepercayaan Ahlussunah Waljamaah, Asy'ariyah, dan Maturidiyah.
Sebagai ulama yang berpikiran maju, ia senantiasa menekankan perlunya ikhtiar dan kerja keras, setelah itu baru bertawakal, menyerahkan semuanya pada Allah. Ia sangat mencela orang yang tidak mau bekerja keras karena memandang segala nasibnya telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Ia juga tidak setuju dengan teori kebebasan manusia yang menempatkan manusia sebagai pencipta hakiki atas segala perbuatan. Tradisi berpikir kritis dan mengajarkan ilmu agama terus dikembangkan hingga akhir hayatnya.
Beliau Wafat
KH. Saleh darat wafat pada tanggal 28 Ramadan 1321 H, atau bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1903 dalam usia 83 tahun dan di makamkan dikomplek Pemakaman Umum Bergota Semarang. Setiap tanggal 10 Syawal, masyarakat dari berbagai penjuru kota melakukan haul Kiai Saleh Darat di kompleks pemakaman umum Bergota Semarang.
Dari berbagai sumber...Dikutip dari pratikno.ananto@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar